
Mengejutkan! Begini Proyeksi Rupiah di 2019 dari 7 Analis
Chandra Gian Asmara & Iswari Anggit, CNBC Indonesia
14 December 2018 11:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun iniĀ nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dinamika ketidakpastian ekonomi global, menjadi salah satu penyebab utama.
Mata uang Garuda sempat terperosok hingga di atas level Rp 15.000/US$, meskipun saat ini sudah kembali di level Rp 14.400/US$ - Rp 14.500/US$ seiring dengan meredanya dinamika global.
Memasuki akhir tahun, para analis memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan menghadapi sejumlah ketidakpastian, terutama dari rencana bank sentral AS menaikkan bunga, serta sentimen perang dagang.
Belum lagi, ditambah dengan kondisi perekonomian negeri Paman Sam, serta sentimen geopolitik yang terjadi di sejumlah negara, salah satunya adalah Eropa.
Lantas, bagaimana pergerakan rupiah pada tahun depan? Apa saja faktor yang memengaruhi pergerakan rupiah sepanjang 2019?
CNBC Indonesia, Jumat (14/12/2018), memberikan gambaran kepada Anda, mengenai kondisi nilai tukar rupiah tahun depan, berdasarkan analisa para pelaku pasar.
Kalangan analis memperkirakan, pergerakan rupiah masih berpotensi berada di atas level Rp 15.000/US$. Sementara itu, rupiah masih berpotensi menembus level Rp 14.000/US$. Namun cukup mengejutkan, ada analis yang memproyeksikan angka di mana rupiah bisa melemah hingga Rp 15.300/US$.
Berikut penjelasan lengkap para analis terkait range nilai tukar, serta faktor-faktor yang memengaruhi pergerakan mata uang Garuda, yang dikumpulkan CNBC Indonesia :
CIMB Niaga : Adrian Panggabean
Range : Rp 14.200/US$ - Rp 15.200/US$.
Analisa : Naiknya suku bunga, terbatasnya likuiditas, dan masih bertenggernya CAD di sisi atas akan menyebabkan tetap tingginya volatilitas di pasar aset. Sehingga kami melihat trading range rupiah akan berada di rentang Rp 14.200/US$ - Rp 15.200/US$. Melihat kondisi yang berkembang dan bias hawkish dari Bank Indonesia, kami melihat rerata kurs di tahun 2019 akan berada pada level Rp 14.500/US$.
Bank Central Asia : David Sumual
Range : Rp 14.500/US$ - Rp 15.000/US$
Analisa : Pertama kenaikan suku bunga ya, kemudian trade war. Dari kondisi ekonomi global. Lalu harga komoditas masih lemah, investasi portfolionya terutama FDI cenderung turun. Investasi masuk ya tergantung seberapa cepat implementasi [paket kebijakan ekonomi]
Bank Permata : Josua Pardede
Range : Rp 14.000/US$ - Rp 15.000/US$
Analisa : Dari sisi eksternal akan ada dampak dari ECB, yang menjadi faktor pendorong. Tapi ada juga dari sentimen trade war yang masih belum ada kejelasan. Dari sisi dalam negeri, defisit CAD tahun depan diperkirakan surplus kecil, tetapi bisa tetap menopang rupiah. Kalau kita lihat tahun depan volatility akan cenderung melandai
UOB Indonesia : Enrico Tanudwijaja
Range : Rp 14.700/US$ - Rp 14.900/US$
Analisa : Paruh pertama tahun depan rupiah masih agak under pressure. Pasar masih akan volatile. CAD secara struktural di kuartal I-2019 masih akan melebar, tapi menyempit di kuartal selanjutnya. Rupiah masih akan di atas Rp 14.700/US$ - Rp 14.900/US$, tetapi di paruh kedua akan menguat di Rp 14.300/US$ - Rp 14.200/US$.
Maybank : Myrdal Gunarto
Range : Rp 14.700/US$ - Rp 14.900/US$.
Analisa : Dipicu carry trade dari global investor terkait kenaikan bunga The Fed dan pengetatan kebijakan moneter dari ECB dan BoJ. Selain itu, fluktuasi di pasar keuangan domestik yang dipicu oleh perkembangan trade war, perlambatan ekonomi China, lalu perkembangan geopolitik global. Sementara dari dalam negeri, dipicu oleh aksi investor global yang wait and see untuk berinvestasi di tahun politik, serta posisi CAD yang masih defisit.
CORE Indonesia : Piter Abdullah
Range : Rp 15.200/US$ - Rp 15.300/U$.
Analisa : Faktor yang mempengaruhi masih sama dengan tahun 2018. Mulai dari permasalahan global seperti kenaikan suku bunga The Fed, kemudian ketidakpastian yang dipicu perang dagang, sampai ke persoalan domestik di mana kita masih akan mengalami CAD.
INDEF : Bhima Yudhistira
Range : Rp 14.900/US$ - Rp 15.000/US$.
Analisa : Faktor yang mendasari adalah fluktuasi harga minyak mentah, kebutuhan valas tahun depan lebih besar dari tahun ini. Meski ditargetkan turun, tapi melihat kebutuhan belanja anggaran yang besar kelihatannya pemerintah tetap agresif tingkatkan penerbitan SBN. Kemudian perang dagang, Brexit, dan politik di Timur Tengah. Kondisi dalam negeri banyak investor yang belum masuk di tahun politik, mereka akan lebih berjaga-jaga.
(dru) Next Article Rupiah Sempat Beraksi di Level 13.000-an
Mata uang Garuda sempat terperosok hingga di atas level Rp 15.000/US$, meskipun saat ini sudah kembali di level Rp 14.400/US$ - Rp 14.500/US$ seiring dengan meredanya dinamika global.
Memasuki akhir tahun, para analis memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan menghadapi sejumlah ketidakpastian, terutama dari rencana bank sentral AS menaikkan bunga, serta sentimen perang dagang.
![]() |
Belum lagi, ditambah dengan kondisi perekonomian negeri Paman Sam, serta sentimen geopolitik yang terjadi di sejumlah negara, salah satunya adalah Eropa.
CNBC Indonesia, Jumat (14/12/2018), memberikan gambaran kepada Anda, mengenai kondisi nilai tukar rupiah tahun depan, berdasarkan analisa para pelaku pasar.
Kalangan analis memperkirakan, pergerakan rupiah masih berpotensi berada di atas level Rp 15.000/US$. Sementara itu, rupiah masih berpotensi menembus level Rp 14.000/US$. Namun cukup mengejutkan, ada analis yang memproyeksikan angka di mana rupiah bisa melemah hingga Rp 15.300/US$.
Berikut penjelasan lengkap para analis terkait range nilai tukar, serta faktor-faktor yang memengaruhi pergerakan mata uang Garuda, yang dikumpulkan CNBC Indonesia :
CIMB Niaga : Adrian Panggabean
Range : Rp 14.200/US$ - Rp 15.200/US$.
Analisa : Naiknya suku bunga, terbatasnya likuiditas, dan masih bertenggernya CAD di sisi atas akan menyebabkan tetap tingginya volatilitas di pasar aset. Sehingga kami melihat trading range rupiah akan berada di rentang Rp 14.200/US$ - Rp 15.200/US$. Melihat kondisi yang berkembang dan bias hawkish dari Bank Indonesia, kami melihat rerata kurs di tahun 2019 akan berada pada level Rp 14.500/US$.
Bank Central Asia : David Sumual
Range : Rp 14.500/US$ - Rp 15.000/US$
Analisa : Pertama kenaikan suku bunga ya, kemudian trade war. Dari kondisi ekonomi global. Lalu harga komoditas masih lemah, investasi portfolionya terutama FDI cenderung turun. Investasi masuk ya tergantung seberapa cepat implementasi [paket kebijakan ekonomi]
Bank Permata : Josua Pardede
Range : Rp 14.000/US$ - Rp 15.000/US$
Analisa : Dari sisi eksternal akan ada dampak dari ECB, yang menjadi faktor pendorong. Tapi ada juga dari sentimen trade war yang masih belum ada kejelasan. Dari sisi dalam negeri, defisit CAD tahun depan diperkirakan surplus kecil, tetapi bisa tetap menopang rupiah. Kalau kita lihat tahun depan volatility akan cenderung melandai
UOB Indonesia : Enrico Tanudwijaja
Range : Rp 14.700/US$ - Rp 14.900/US$
Analisa : Paruh pertama tahun depan rupiah masih agak under pressure. Pasar masih akan volatile. CAD secara struktural di kuartal I-2019 masih akan melebar, tapi menyempit di kuartal selanjutnya. Rupiah masih akan di atas Rp 14.700/US$ - Rp 14.900/US$, tetapi di paruh kedua akan menguat di Rp 14.300/US$ - Rp 14.200/US$.
Maybank : Myrdal Gunarto
Range : Rp 14.700/US$ - Rp 14.900/US$.
Analisa : Dipicu carry trade dari global investor terkait kenaikan bunga The Fed dan pengetatan kebijakan moneter dari ECB dan BoJ. Selain itu, fluktuasi di pasar keuangan domestik yang dipicu oleh perkembangan trade war, perlambatan ekonomi China, lalu perkembangan geopolitik global. Sementara dari dalam negeri, dipicu oleh aksi investor global yang wait and see untuk berinvestasi di tahun politik, serta posisi CAD yang masih defisit.
CORE Indonesia : Piter Abdullah
Range : Rp 15.200/US$ - Rp 15.300/U$.
Analisa : Faktor yang mempengaruhi masih sama dengan tahun 2018. Mulai dari permasalahan global seperti kenaikan suku bunga The Fed, kemudian ketidakpastian yang dipicu perang dagang, sampai ke persoalan domestik di mana kita masih akan mengalami CAD.
INDEF : Bhima Yudhistira
Range : Rp 14.900/US$ - Rp 15.000/US$.
Analisa : Faktor yang mendasari adalah fluktuasi harga minyak mentah, kebutuhan valas tahun depan lebih besar dari tahun ini. Meski ditargetkan turun, tapi melihat kebutuhan belanja anggaran yang besar kelihatannya pemerintah tetap agresif tingkatkan penerbitan SBN. Kemudian perang dagang, Brexit, dan politik di Timur Tengah. Kondisi dalam negeri banyak investor yang belum masuk di tahun politik, mereka akan lebih berjaga-jaga.
(dru) Next Article Rupiah Sempat Beraksi di Level 13.000-an
Most Popular