Bursa Hong Kong Saat Pembukaan Kehilangan 129 Poin

Bernhart Farras, CNBC Indonesia
11 December 2018 08:59
Indeks Hang Seng turun 0,50%, atau 128,98 poin, menjadi 25.623,40.
Foto: REUTERS/Bobby Yip
Hong Kong, CNBC Indonesia - Saham Hong Kong dibuka melemah pada beberapa menit pertama perdagangan Selasa (12/11/2018) karena investor menepis arah positif dari Wall Street, yang disebabkan oleh kekhawatiran ekonomi global.

Indeks Hang Seng turun 0,50%, atau 128,98 poin, menjadi 25.623,40.

Benchmark Shanghai Composite Index naik tipis 0,09%, atau 2,43 poin, ke 2.587,01 dan Indeks Komposit Shenzhen, yang jadi bursa saham terbesar kedua China naik bertambah 0,21%, atau 2,75 poin, menjadi 1.335,28.

Sejumlah sentimen eksternal memang masih membuat investor ketar-ketir. Pertama, pasar obligasi AS masih mengindikasikan datangnya resesi di Negeri Paman Sam. Pada tanggal 4 Desember 2018, terjadi inversi spread imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps).

Hal ini merupakan indikasi awal dari akan datangnya resesi di AS. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai. Hingga kemarin sore, posisi spread yield obligasi antara kedua tenor ini masih berada di kisaran 2 bps.

Kemudian, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun juga masih berada dalam rentang yang tipis, yakni sebesar -46 bps. Memang belum terjadi inversi, namun posisinya jauh menipis dibandingkan posisi pada awal bulan lalu yang sebesar -82 bps.

Sebagai informasi, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Pasalnya, dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun.

Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Kedua, perkembangan perang dagang yang negatif. Setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jingping menyepakati gencatan perang dagang di sela-sela KTT G-20 beberapa waktu lalu, kini hubungan kedua negara menjadi tegang lagi.

Salah satunya penyebabnya adalah karena penangkapan CFO Huawei global Meng Wanzhou di Kanada beberapa hari yang lalu. Penangkapan ini datang atas perintah AS, dalam rangka investigasi terkait dengan penggunaan sistem perbankan global oleh Huawei untuk menghindari sanksi AS terhadap Iran. Salah satu bank yang terjebak dalam investigasi ini adalah HSBC.

Pada hari Minggu (9/12/2018) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri China memanggil duta besar AS dalam rangka mengajukan keberatan terkait penahanan Meng Wanzhou, sekaligus menuntut pihak AS untuk segera membebaskan sang petinggi Huawei tersebut.

Sebelumnya, kantor berita Xinhua yang mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri China melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri China Le Yucheng juga sudah memanggil duta besar Kanada John McCallum pada hari Sabtu (8/12/2018), untuk urusan yang sama.

Tidak tanggung-tanggung, Le memberitahu Callum bahwa hukuman bagi Meng Wanzhou adalah "pelanggaran luar biasa". Le juga mengancam akan ada konsekuensi yang berat jika Kanada tidak segera membebaskan Meng Wanzhou.

Kedua risiko tersebut membuat investor memasang mode defensif. Resesi dan perang dagang merupakan 2 hal yang bisa secara signifikan memengaruhi laju perekonomian dunia.
(hps) Next Article Tunggu Hasil Pertemuan The Fed, Bursa Hong Kong Terkoreksi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular