Dolar AS Masih Kuat, Rupiah Terlemah (Lagi) di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 December 2018 09:12
Dolar AS Masih Kuat, Rupiah Terlemah (Lagi) di Asia
Foto: Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Tekanan jual pada rupiah belum juga surut. Pasca membukukan pelemahan selama 3 hari berturut-turut, rupiah masih saja melemah hari ini.

Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, rupiah sejatinya menguat sebesar 0,17% ke level Rp 14.490/dolar AS.

Namun pada pukul 8:54 WIB, rupiah justru melemah sebesar 0,07% ke level Rp 14.525/dolar AS. Pelemahan rupiah senada dengan mayoritas mata uang kawasan Asia yang juga melemah. Namun, pelemahan rupiah menjadi yang paling dalam. Lantas, rupiah lagi-lagi menjadi yang terburuk di kawasan Asia.

Dolar AS masih perkasa seiring dengan pasar obligasi AS yang masih mengindikasikan terjadinya resesi. Pada pagi hari ini, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 bps alias masih terjadi inversi.

Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun. Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun terjadi rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai.

Namun, yang benar-benar meresahkan sebenarnya bukan itu saja. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Lantas, pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun menjadi sangat penting untuk diamati. Pasalnya, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari situ. Ketika inversi terjadi, kemungkinan besar resesi akan datang.

Celakanya, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 bps. Saat ini, nilainya tersisa 48 bps saja. Posisi pada pagi hari ini juga menipis dibandingkan posisi per 4 Desember yang sebesar 50 bps.

Kala perekonomian AS mengalami resesi, tentu negara-negara Asia akan merasakan dampaknya. Akibatnya, mata uang dan pasar saham mengalami tekanan jual seperti yang kita lihat saat ini.

Sejatinya, AS menjadi pihak yang paling dirugikan ketika resesi terjadi disana. Saham-saham di Wall Street dan dolar AS akan dilepas investor.

Namun, mengingat kini resesi belum benar-benar terjadi (bahkan belum ‘dikonfirmasi’ oleh inversi spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun), dolar AS selaku safe haven masih diburu oleh investor.

Ketika resesi memang benar-benar terjadi nantinya, saham-saham di Wall Street dan dolar AS akan dilepas dan investor akan beralih memeluk emas yang juga merupakan safe haven. Hal ini terjadi pada krisis subprime mortgage tahun 2007-2009. Di sisi lain, ada sentimen yang bisa mendorong dolar AS melemah yakni The Federal Reserve yang terlihat kian hawkish.

Wall Street Journal melaporkan bahwa The Fed sedang mempertimbangkan untuk memberikan sinyal wait-and-see terkait kenaikan suku bunga acuan pada pertemuannya bulan ini, seperti dikutip dari CNBC International.

Laporan tersebut menyebut bahwa The Fed tidak tahu apa langkah mereka selanjutnya setelah pertemuan bulan ini.

Lantas, hal ini semacam memberikan konfirmasi bahwa stance dari The Fed sudah mengarah ke hawkish. Sebelumnya, pernyataan yang mengindikasikan hal tersebut sempat dilontarkan oleh sang gubernur, Jerome Powell, serta wakilnya, Richard Clarida.

Apalagi, data-data ekonomi di AS juga mengonfirmasi bahwa tekanan sedang menerpa perekonomian AS. Dari sejumlah data ekonomi AS yang dirilis kemarin, nyaris semuanya meleset dari ekspektasi pasar.

Penciptaan lapangan kerja non-pertanian di AS versi ADP diumumkan hanya sebanyak 179.000 pada bulan November, jauh di bawah konsensus Reuters yang sebanyak 195.000. Jumlah itu juga jatuh dari capaian bulan sebelumnya sebesar 225.000.

Masih dari data tenaga kerja, jumlah warga AS yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran turun 4.000 orang menjadi 231.000 orang di sepanjang pekan lalu. Meski mencatat penurunan, tapi jumlahnya masih lebih rendah dibandingkan konsensus Reuters yang meramalkan penurunan ke angka 225.000 orang.

Dari data lainnya, jumlah barang modal yang dipesan sektor industri di AS juga mengalami kontraksi 2,1% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada Oktober, lebih besar dari kontraksi 1,9% yang diekspektasikan pasar. Angka itu juga melambat drastis dari capaian bulan September yang masih membukukan pertumbuhan 0,2%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular