
Harga Minyak Anjlok, Wall Street Justru Akan Ambruk
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 December 2018 21:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka melemah pada perdagangan hari ini: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan penurunan sebesar 438 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan turun masing-masing sebesar 47 dan 150 poin.
Pelaku pasar terus saja didorong untuk meninggalkan instrumen berisiko seperti saham seiring dengan pasar obligasi AS yang masih mengindikasikan terjadinya resesi. Pada perdagangan hari ini, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun membesar menjadi 5 bps. Padahal pada sore hari ini, posisinya hanya 3 bps.
Posisi saat ini juga lebih lebar jika dibandingkan posisi per akhir perdagangan 4 Desember yang sebesar 2 bps.
Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun. Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai.
Namun, yang benar-benar meresahkan sebenarnya bukan itu. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.
Lantas, pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun menjadi sangat penting untuk diamati. Pasalnya, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari situ. Ketika inversi terjadi, kemungkinan besar resesi akan datang.
Celakanya, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 bps. Kini, nilainya tersisa 47 bps saja. Posisi hari ini juga menipis dibandingkan posisi per 4 Desember yang sebesar 50 bps.
Sebenarnya, yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun sama-sama bergerak turun sejak perdagangan tanggal 4 Desember. Tapi, penurunan pada tenor 5 tahun lebih signifikan sehingga hasilnya adalah inversi.
Hubungan dagang AS-China yang saat ini penuh dengan ketidakpastian membuat obligasi tenor yang lebih panjang menjadi pilihan investor. Dalam jangka waktu dekat (1-3 tahun), perekonomian AS dianggap bisa terjadi kontraksi signifikan jika perang dagang dengan China tereskalasi.
Sebenarnya, ada sentimen positif yang menghampiri Wall Street yakni anjloknya harga minyak mentah dunia. Hingga berita ini diturunkan, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 melemah 3,06% ke level US$ 51,27/barel, sementara brent melemah 2,6% ke level US$ 59,96/barel.
Harga minyak anjlok setelah Menteri Energi Arab Saudi mengatakan pemotongan suplai 1 juta barel per hari akan cukup bagi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya.
Kerajaan kaya minyak itu awalnya mengindikasikan ingin OPEC dan sekutunya menahan pasokan paling tidak 1,3 juta barel per hari. Namun, Menteri Energi Khalid al-Falih mengatakan kepada wartawan hari Kamis pagi bahwa pemangkasan 1 juta barel sudah cukup, dilansir dari CNBC International.
Ketika harga minyak mentah anjlok, harga bensin di AS akan menjadi lebih murah sehingga perekonomian bisa dipacu lebih kencang.
Namun apa mau dikata, sentimen negatif dari pasar obligasi lebih mendominasi jalannya perdagangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article 5 BUMN China Hengkang Dari Wall Street
Pelaku pasar terus saja didorong untuk meninggalkan instrumen berisiko seperti saham seiring dengan pasar obligasi AS yang masih mengindikasikan terjadinya resesi. Pada perdagangan hari ini, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun membesar menjadi 5 bps. Padahal pada sore hari ini, posisinya hanya 3 bps.
Posisi saat ini juga lebih lebar jika dibandingkan posisi per akhir perdagangan 4 Desember yang sebesar 2 bps.
Namun, yang benar-benar meresahkan sebenarnya bukan itu. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.
Lantas, pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun menjadi sangat penting untuk diamati. Pasalnya, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari situ. Ketika inversi terjadi, kemungkinan besar resesi akan datang.
Celakanya, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun terus saja menipis, walaupun angkanya masih positif (inversi belum terjadi). Per awal bulan lalu, nilainya adalah sebesar 82 bps. Kini, nilainya tersisa 47 bps saja. Posisi hari ini juga menipis dibandingkan posisi per 4 Desember yang sebesar 50 bps.
Sebenarnya, yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun sama-sama bergerak turun sejak perdagangan tanggal 4 Desember. Tapi, penurunan pada tenor 5 tahun lebih signifikan sehingga hasilnya adalah inversi.
Hubungan dagang AS-China yang saat ini penuh dengan ketidakpastian membuat obligasi tenor yang lebih panjang menjadi pilihan investor. Dalam jangka waktu dekat (1-3 tahun), perekonomian AS dianggap bisa terjadi kontraksi signifikan jika perang dagang dengan China tereskalasi.
Sebenarnya, ada sentimen positif yang menghampiri Wall Street yakni anjloknya harga minyak mentah dunia. Hingga berita ini diturunkan, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 melemah 3,06% ke level US$ 51,27/barel, sementara brent melemah 2,6% ke level US$ 59,96/barel.
Harga minyak anjlok setelah Menteri Energi Arab Saudi mengatakan pemotongan suplai 1 juta barel per hari akan cukup bagi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya.
Kerajaan kaya minyak itu awalnya mengindikasikan ingin OPEC dan sekutunya menahan pasokan paling tidak 1,3 juta barel per hari. Namun, Menteri Energi Khalid al-Falih mengatakan kepada wartawan hari Kamis pagi bahwa pemangkasan 1 juta barel sudah cukup, dilansir dari CNBC International.
Ketika harga minyak mentah anjlok, harga bensin di AS akan menjadi lebih murah sehingga perekonomian bisa dipacu lebih kencang.
Namun apa mau dikata, sentimen negatif dari pasar obligasi lebih mendominasi jalannya perdagangan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article 5 BUMN China Hengkang Dari Wall Street
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular