
Terungkap! Ini Alasan Lengkap dari BI Kenapa Rupiah Perkasa
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
03 December 2018 19:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Dolar AS masih bertahan di kisaran Rp 14.200.
Pada hari ini, Senin (3/12/2018) Rupiah per dolar AS ditutup di Rp 14.235/US$, atau menguat Rp 65 atau 0,45% dibanding level penutupan akhir pekan lalu.
Jika melihat lebih jauh, sejak awal 2018 memang rupiah masih melemah -4,75%. Lalu apa yang membuat belakangan rupiah bisa menguat?
Berikut penjelasan lengkap Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah eksklusif kepada CNBC Indonesia :
Penguatan Rupiah masih ditopang oleh derasnya arus modal masuk ke pasar keuangan domestik terutama pasar sekunder SBN.
Pada November 2018 inflow ke SBN mencapai Rp 35 triliun naik dari Rp 15.,1 triliun di bulan Oktober 2018.
Derasnya arus masuk modal investasi asing tersebut terjadi di tengah merebaknya optimisme atas kesepakatan Presiden Trump dengan Presiden Xi Jinping untuk melakukan "trade truce" dengan menunda pengenaan tambahan tarif oleh kedua negara untuk 90 hari ke depan dan mengintensifkan pembicaraan lanjutan untuk menghasilkan rumusan perjanjian dagang antara ke dua negara.
Besarnya arus modal portfolio asing tersebut juga tercermin dari supply pihak asing di pasar valas, yang menambah supply valas dari eksportir yang mencapai US$ 677 juta. Pasokan valas dari investor asing dan eksportir dapat menutup kebutuhan valas importir yang mencapai US$ 740 juta.
Selama November 2018 pasokan valas dari investor asing merupakan terbesar selama 2018 yaitu mencapai US$ 4,3 miliar, melebihi kebutuhan valas korporasi domestik selama November yang mencapai US$ 2,3 miliar.
Mengalirnya arus modal asing juga menunjukkan kepercayaan yang kuat investor global terhadap daya tahan ekonomi makro Indonesia di tengah pasar keuangan global yang selama Maret - September 2018 terus bergejolak, karena ditopang oleh kebijakan moneter yang pre'emptive dalam merespon tantangan global dan domestik termasuk tantangan defisit neraca transaksi berjalab, serta kebijakan fiskal yang ditempuh secara konsisten dan prudent.
Potensi masuknya arus modal asing ke pasar SBN masih cukup besar karena meskipun yield SBN 10 tahun sudah turun ke 7.8%, namun bila dibandingkan dengan yield obligasi pemerintah AS (Treasury bond) yang mencapai 3,0% maka investor masih mempeoleh spread 480 bps.
Demikian pula secara real, dengan inflasi November 2018 sebesar 3,23% maka nilai real dari yield yang ditawarkan oleh SBN 10 tahun mencapai 4,57%, tertinggi setelah Brazil.
Tingkat inflasi yang rendah dan stabil juga akan membuat nilai tukar Rupiah secara efektif terhadap sekelompok mata uang mitra dagang atau dikenal Real Effctive Exchange Rate (REER) daya saingnya tetap terjaga.
Oleh karena itu, pasar juga merespon positif data inflasi bulan November 2018.
(roy) Next Article Menguat Lebih dari 1%, Rupiah Tembus Level 15.620/Dolar AS
Pada hari ini, Senin (3/12/2018) Rupiah per dolar AS ditutup di Rp 14.235/US$, atau menguat Rp 65 atau 0,45% dibanding level penutupan akhir pekan lalu.
Jika melihat lebih jauh, sejak awal 2018 memang rupiah masih melemah -4,75%. Lalu apa yang membuat belakangan rupiah bisa menguat?
![]() |
Berikut penjelasan lengkap Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah eksklusif kepada CNBC Indonesia :
Pada November 2018 inflow ke SBN mencapai Rp 35 triliun naik dari Rp 15.,1 triliun di bulan Oktober 2018.
Derasnya arus masuk modal investasi asing tersebut terjadi di tengah merebaknya optimisme atas kesepakatan Presiden Trump dengan Presiden Xi Jinping untuk melakukan "trade truce" dengan menunda pengenaan tambahan tarif oleh kedua negara untuk 90 hari ke depan dan mengintensifkan pembicaraan lanjutan untuk menghasilkan rumusan perjanjian dagang antara ke dua negara.
Besarnya arus modal portfolio asing tersebut juga tercermin dari supply pihak asing di pasar valas, yang menambah supply valas dari eksportir yang mencapai US$ 677 juta. Pasokan valas dari investor asing dan eksportir dapat menutup kebutuhan valas importir yang mencapai US$ 740 juta.
Selama November 2018 pasokan valas dari investor asing merupakan terbesar selama 2018 yaitu mencapai US$ 4,3 miliar, melebihi kebutuhan valas korporasi domestik selama November yang mencapai US$ 2,3 miliar.
Mengalirnya arus modal asing juga menunjukkan kepercayaan yang kuat investor global terhadap daya tahan ekonomi makro Indonesia di tengah pasar keuangan global yang selama Maret - September 2018 terus bergejolak, karena ditopang oleh kebijakan moneter yang pre'emptive dalam merespon tantangan global dan domestik termasuk tantangan defisit neraca transaksi berjalab, serta kebijakan fiskal yang ditempuh secara konsisten dan prudent.
Potensi masuknya arus modal asing ke pasar SBN masih cukup besar karena meskipun yield SBN 10 tahun sudah turun ke 7.8%, namun bila dibandingkan dengan yield obligasi pemerintah AS (Treasury bond) yang mencapai 3,0% maka investor masih mempeoleh spread 480 bps.
Demikian pula secara real, dengan inflasi November 2018 sebesar 3,23% maka nilai real dari yield yang ditawarkan oleh SBN 10 tahun mencapai 4,57%, tertinggi setelah Brazil.
Tingkat inflasi yang rendah dan stabil juga akan membuat nilai tukar Rupiah secara efektif terhadap sekelompok mata uang mitra dagang atau dikenal Real Effctive Exchange Rate (REER) daya saingnya tetap terjaga.
Oleh karena itu, pasar juga merespon positif data inflasi bulan November 2018.
(roy) Next Article Menguat Lebih dari 1%, Rupiah Tembus Level 15.620/Dolar AS
Most Popular