Rupiah Siap-siap Tancap Gas, Incar Predikat Terbaik di Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 December 2018 08:53
Rupiah Siap-siap Tancap Gas, Incar Predikat Terbaik di Asia
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menunjukkan performa yang impresif untuk mengawali bulan Desember. Pada pembukaan perdagangan di pasar spot, rupiah membukukan penguatan sebesar 0,35% ke level Rp 14.250/dolar AS.

Pada pukul 08:28 WIB, rupiah telah memperlebar penguatannya menjadi 0,42% ke level Rp 14.240/dolar AS.

Jika dibandingkan dengan pergerakan mata uang kawasan Asia lainnya, rupiah jelas menjadi jawara pada pagi hari ini.



Rupiah berhasil memanfaatkan momentum yakni dolar AS yang sedang loyo, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang melemah hingga 0,23%.

Damai dagang antara AS dengan China membuat investor berani menyasar mata uang negara-negara kawasan Asia. Pasca pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping, kedua negara mencapai kesepakatan 90 hari gencatan senjata dalam sengketa perdagangan.

Pernyataan tertulis Gedung Putih menyebutkan, AS batal menaikkan tarif bea masuk dari 10% menjadi 25% untuk impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Sedianya kenaikan tarif ini berlaku mulai 1 Januari 2019.  Sementara itu, China sepakat untuk lebih banyak membeli produk Negeri Adidaya mulai dari hasil agrikultur, energi, manufaktur, dan sebagainya. 

Washington dan Beijing juga sepakat untuk bernegosiasi seputar transfer teknologi, hak atas kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, pencurian siber, dan pertanian. Apabila tidak ada perkembangan yang memuaskan selama 90 hari, maka kedua pihak sepakat bea masuk bagi produk China ke AS akan naik dari 10% menjadi 25%. 

"Ini adalah kesepakatan yang luar biasa. Apa yang saya lakukan adalah menunda (kenaikan) bea masuk dan China akan membuka diri. China akan membeli banyak produk pertanian dan lainnya. Ini akan memberikan dampak positif yang luar biasa," papar Trump kepada jurnalis di pesawat kepresidenan Air Force One, seperti dikutip dari Reuters.

Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antar kedua negara terlihat sudah menyakiti perekonomian masing-masing. Di China misalnya, Manufacturing PMI periode November 2018 versi resmi pemerintah China diumumkan sebesar 50, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 50,2.

Di AS, data-data ekonomi teranyar juga menunjukkan adanya perlambatan.

Dengan gencatan yang disepakati kedua belah pihak, risiko perlambatan ekonomi dunia bisa dikesampingkan, setidaknya dalam periode 90 hari. Di sisi lain, sejatinya damai dagang AS-China membuat pelaku pasar kian yakin bahwa The Federal Reserve akan mengerek suku bunga acuan pada pertemuannya bulan ini.

Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 2 Desember 2018, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps pada bulan ini adalah sebesar 85,2%, lebih tinggi dari posisi akhir November yang sebesar 82,7%.

Ketika perekonomian AS bisa melaju relatif pesat lantaran perang dagang dengan China tak lagi tereskalasi, The Fed tentu menjadi punya alasan untuk mengerek suku bunga acuan. Hal ini seharusnya bisa membuat greenback perkasa.

Namun ya itu tadi, investor lebih merespons damai dagang AS-China dengan menyasar mata uang negara-negara lain seperti di kawasan Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular