Rusia Sepakat Pangkas Produksi, Harga Minyak Masih Perkasa

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
30 November 2018 11:31
Pada perdagangan hari ini Jumat (30/11/2018) hingga pukul 11.06 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 naik 0,47% ke level US$ 59,79/barel.
Foto: ist
Jakarta, CNBC IndonesiaPada perdagangan hari ini Jumat (30/11/2018) hingga pukul 11.06 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 naik 0,47% ke level US$ 59,79/barel. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Januari 2019 menguat 0,41% ke level US$ 51,66/barel.

Harga minyak melanjutkan momentum penguatan,pasca kemarin ditutup naik cukup signifikan. Pada penutupan perdagangan hari Kamis (29/11/2018), harga minyak light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) melesat 2,31%, sementara harga brent yang menjadi acuan di Eropa menguat 1,28%.



Sejak kemarin, harga minyak mendapatkan suntikan energi dari aura pemangkasan produksi minyak oleh negara-negara produsen. Teranyar, Rusia dikabarkan sepakat untuk bergabung dalam aksi pengurangan produksi tersebut.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak akan mengadakan pertemuan dengan produsen minyak di Negeri Beruang Merah, sebelum bertolak ke Austria untuk menghadiri pertemuan tahunan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada 6 Desember mendatang.

"Gagasan pada pertemuan itu adalah Rusia perlu untuk mengurangi (produksi). Pertanyaan kuncinya adalah seberapa cepat dan seberapa banyak," ucap salah seorang sumber yang familiar dengan pertemuan di Rusia itu, seperti dikutip dari Reuters.

Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin juga menyampaikan bahwa akan terus berkomunikasi dengan OPEC dan akan bekerja sama jika dibutuhkan. "Kita berkomunikasi dengan OPEC dan siap untuk melanjutkan upaya (pemangkasan produksi) bersama jika dibutuhkan," ucap Putin.

Dengan sinyal bergabungnya Rusia dalam kesepakatan pemangkasan produksi OPEC, kini pelaku pasar semakin yakin bahwa OPEC dan mitra produsen non-OPEC akan merealisasikan pemangkasan sebesar 1-1,4 juta barel/hari pada pertemuan di Austria.

Hal ini kemudian dipandang pelaku pasar sebagai "juru selamat" yang mampu mengangkat harga minyak dari jurang keterpurukan. Pasalnya, pasokan minyak di pasar memang sedang berlebihan.

Kemarin, US Energy Information Administration (EIA) melaporkan cadangan minyak AS naik 3,6 juta barel menjadi 450 juta barel pada pekan lalu. Cadangan minyak Negeri Adidaya terus naik dalam 10 pekan beruntun.

Tidak hanya itu, produksi minyak mentah mingguan di AS juga masih stabil di rekor tertinggi sebesar 11,7 juta barel/hari.

Sebelumnya, produksi minyak Saudi pada November mencapai 11,1-11,3 juta barel/hari. Capaian itu merupakan rekor tertinggi di sepanjang sejarah Negeri Padang Pasir.

Dari Russia, produksi minyak mentah telah meningkat ke rekor tertinggi sejak era post-Uni Soviet, yakni ke level 11,41 juta barel/hari pada Oktober. Jumlah itu naik dari 11,36 juta barel/hari pada bulan September.

Kini tiga produsen minyak terbesar dunia itu sama-sama mencetak rekor produksi tertinggi. Jelas hal tersebut merupakan sinyal bahwa pasokan minyak mentah dunia memang sedang membanjir. Dengan adanya sinyal pemangkasan produksi, risiko oversuplai setidaknya bisa dimitigasi. Hal ini kemudian masih memberikan energi positif bagi harga sang emas hitam hari ini.

Meski demikian, harga minyak belum mampu menguat banyak-banyak pada hari ini. Penyebabnya, pelaku pasar nampaknya masih cenderung berhati-hati menanti hasil pertemuan G20 di Buenos Aires pada 30 November dan 1 Desember. Pada pertemuan tersebut, Washington dan Beijing diharapkan akan membicarakan konflik dagang yang terjadi di antara mereka.

Sebelumnya ada peluang AS-China akan mencapai kesepakatan yang signifikan. "Ada kemungkinan yang cukup besar kami akan mencapai kesepakatan. Beliau (Trump) terbuka untuk itu," kata Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow, mengutip Reuters.

Komentar Kudlow lantas turut menyokong penguatan harga minyak kemarin. Pasalnya, masih ada harapan Trump melunak dan bisa sepaham dengan China untuk mengakhiri perang dagang. Hal ini menjadi sentimen positif bahwa permintaan minyak mentah global bisa pulih ke depannya.

Sayangnya, perkembangan terbaru membuat optimisme pelaku pasar agak memudar. Berbicara di hadapan reporter sebelum meninggalkan Gedung Putih untuk terbang ke Argentina, Trump mengatakan bahwa kesepakatan dagang dengan China sudah dekat namun dirinya tak yakin menginginkan hal tersebut terjadi.

"Saya rasa kami sangat dekat untuk melakukan sesuatu (kesepakatan) dengan China tetapi saya tidak tahu apakah saya ingin melakukannya," papar Trump pada hari Kamis (29/11/2018).

"Karena apa yang kita nikmati sekarang adalah miliaran dolar mengalir ke AS dalam bentuk tarif dan pajak," dirinya menambahkan lebih lanjut.

Perkembangan G20 yang kurang positif ini kemudian membuat investor lebih waspada, sehingga membatasi penguatan harga minyak pada hari ini.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)   

(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular