
Hebat, Rupiah Kini Makin Kuat!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 November 2018 10:46

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs acuan. Di pasar spot, rupiah pun bernasib serupa.
Pada Senin (26/11/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.551. Rupiah menguat tipis 0,01% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Rupiah mampu menguat 3 hari beruntun di kurs acuan. Selama periode ini, rupiah terapresiasi 0,46%.
Sementara di pasar spot, US$ 1 dihargai Rp 14.520 pada pukul 10:30 WIB. Rupiah menguat 0,1%.
Namun gerak rupiah masih labil, bolak-balik di zona merah dan hijau. Bahkan rupiah sempat agak lama stagnan setelah pembukaan pasar spot.
Seperti rupiah, mata uang utama Asia cenderung menguat di hadapan greenback. Penguatan paling tajam dialami oleh won Korea Selatan, disusul oleh dolar Taiwan dan rupiah di posisi ketiga.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 10:30 WIB:
Berikut adalah perkembangan yield pada pukul 10:23 WIB:
Tengah malam ini waktu Indonesia, pemerintah AS akan melelang sejumlah seri obligasi yaitu tenor 13 pekan, 26 pekan, dan 2 tahun. Target indikatif dalam lelang ini adalah US$ 114 miliar.
Namun, yield obligasi pemerintah AS malah turun. Padahal yield di pasar sekunder akan menjadi acuan dalam penentuan kupon dalam lelang tersebut. Yield yang turun berpotensi menghasilkan kupon yang kurang menarik.
Ini membuat investor kurang bersemangat memburu dolar AS karena ada kemungkinan lelang obligasi akan berlangsung kurang semarak. Akibatnya permintaan dolar AS tidak banyak sehingga nilainya melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Selain itu, dolar AS juga mendapat tekanan dari tingginya risk appetite pasar karena perkembangan positif di Eropa. Dari Inggris, para pemimpin Uni Eropa akhirnya menyepakati draft perjanjian Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Inggris Theresa May.
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin (26/11/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.551. Rupiah menguat tipis 0,01% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Rupiah mampu menguat 3 hari beruntun di kurs acuan. Selama periode ini, rupiah terapresiasi 0,46%.
Sementara di pasar spot, US$ 1 dihargai Rp 14.520 pada pukul 10:30 WIB. Rupiah menguat 0,1%.
Namun gerak rupiah masih labil, bolak-balik di zona merah dan hijau. Bahkan rupiah sempat agak lama stagnan setelah pembukaan pasar spot.
Seperti rupiah, mata uang utama Asia cenderung menguat di hadapan greenback. Penguatan paling tajam dialami oleh won Korea Selatan, disusul oleh dolar Taiwan dan rupiah di posisi ketiga.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 10:30 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Mayoritas mata uang Asia mampu memanfaatkan sentimen negatif yang menghinggapi dolar AS. Sentimen itu datang dari imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Negeri Paman Sam. Saat ini, yield obligasi pemerintah AS berbagai tenor mayoritas turun. Berikut adalah perkembangan yield pada pukul 10:23 WIB:
Tengah malam ini waktu Indonesia, pemerintah AS akan melelang sejumlah seri obligasi yaitu tenor 13 pekan, 26 pekan, dan 2 tahun. Target indikatif dalam lelang ini adalah US$ 114 miliar.
Namun, yield obligasi pemerintah AS malah turun. Padahal yield di pasar sekunder akan menjadi acuan dalam penentuan kupon dalam lelang tersebut. Yield yang turun berpotensi menghasilkan kupon yang kurang menarik.
Ini membuat investor kurang bersemangat memburu dolar AS karena ada kemungkinan lelang obligasi akan berlangsung kurang semarak. Akibatnya permintaan dolar AS tidak banyak sehingga nilainya melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Selain itu, dolar AS juga mendapat tekanan dari tingginya risk appetite pasar karena perkembangan positif di Eropa. Dari Inggris, para pemimpin Uni Eropa akhirnya menyepakati draft perjanjian Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Inggris Theresa May.
PM May mengatakan dalam kesepakatan tersebut, Inggris tetap memiliki kewenangan untuk mengatur batas-batas wilayah dan anggarannya sendiri. Namun London tetap membuat kebijakan yang serasi dengan Brussel sehingga menciptakan kepastian bagi para pelaku usaha.
Sudah lolosnya draf kesepakatan Brexit di Uni Eropa bisa membuat pelaku pasar lega untuk sementara. Sekarang tinggal melalui satu tahap lagi yaitu pengesahan parlemen pada 11 Desember. Sampai pada saat itu, sepertinya urusan Brexit tidak lagi menjadi risiko di pasar keuangan dunia.
Kemudian dari Italia, pemerintah Negeri Pizza semakin membuka diri untuk berdialog soal rancangan anggaran 2019. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte kini tidak lagi ngotot menggolkan defisit anggaran 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun depan.
"Saya rasa tidak ada yang kaku. Jika tujuannya adalah membuat ekonomi negara ini tumbuh, maka (defisit) bisa saja 2,2% atau 2,6%. Masalahnya bukan desimal, tetapi yang penting serius dan konkret," tutur Matteo Salvini, Wakil Perdana Menteri Italia, dikutip dari Reuters.
Drama fiskal Italia yang tidak lagi tegang bisa membawa optimisme di pasar. Ada harapan Italia tidak lagi keukeuh mempertahankan anggaran yang ekspansif dan agresif sehingga terhindari dari risiko besar bernama krisis fiskal, seperti yang pernah mereka alami pada 2009-2010.
Dua kabar gembira dari Eropa itu berpotensi membuat investor berbunga-bunga. Setidaknya dua risiko besar yaitu Brexit dan fiskal Italia bisa dikesampingkan, sehingga bukan lagi saatnya bermain aman.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
Sudah lolosnya draf kesepakatan Brexit di Uni Eropa bisa membuat pelaku pasar lega untuk sementara. Sekarang tinggal melalui satu tahap lagi yaitu pengesahan parlemen pada 11 Desember. Sampai pada saat itu, sepertinya urusan Brexit tidak lagi menjadi risiko di pasar keuangan dunia.
Kemudian dari Italia, pemerintah Negeri Pizza semakin membuka diri untuk berdialog soal rancangan anggaran 2019. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte kini tidak lagi ngotot menggolkan defisit anggaran 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun depan.
"Saya rasa tidak ada yang kaku. Jika tujuannya adalah membuat ekonomi negara ini tumbuh, maka (defisit) bisa saja 2,2% atau 2,6%. Masalahnya bukan desimal, tetapi yang penting serius dan konkret," tutur Matteo Salvini, Wakil Perdana Menteri Italia, dikutip dari Reuters.
Drama fiskal Italia yang tidak lagi tegang bisa membawa optimisme di pasar. Ada harapan Italia tidak lagi keukeuh mempertahankan anggaran yang ekspansif dan agresif sehingga terhindari dari risiko besar bernama krisis fiskal, seperti yang pernah mereka alami pada 2009-2010.
Dua kabar gembira dari Eropa itu berpotensi membuat investor berbunga-bunga. Setidaknya dua risiko besar yaitu Brexit dan fiskal Italia bisa dikesampingkan, sehingga bukan lagi saatnya bermain aman.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular