
Rupiah Mulai Stabil di Zona Hijau?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 November 2018 15:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah galau, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepertinya mulai stabil menguat. Rupiah tertolong oleh dolar AS justru bernasib sebaliknya, dari menguat jadi melemah.
Pada Senin (19/11/2018) pukul 15:28 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.590 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,12% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sejak pembukaan pasar, rupiah bersangat sangat labil. Dibuka nyaman menguat 0,64%, rupiah terperosok sehingga sempat merasakan pelemahan.
Rupiah pun bolak-bolak menguat dan melemah dalam tempo yang relatif cepat. Namun jelang penutupan pasar, rupiah sepertinya mulai nyaman di zona hijau. Ada kemungkinan rupiah mengakhiri hari dengan penguatan, seperti 4 hari perdagangan sebelumnya.
Rupiah terbantu perkembangan dolar AS yang sempat garang tetapi kembali ciut. Pada pukul 15:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,04%.
Seperti halnya rupiah, Dollar Index pun galau dan bolak-balik masuk jalur merah dan hijau. Pasalnya, ada sentimen positif dan negatif yang sama kuat mempengaruhi dolar AS.
Sentimen negatif bagi dolar AS adalah adanya kemungkinan The Federal Reserve/The Fed memperlambat laju kenaikan suku bunga. Pasalnya sejumlah pejabat The Fed sudah menyuarakan sikap hati-hati.
Richard Clarida, Wakil Gubernur The Fed, mengatakan suku bunga acuan di AS sudah semakin mendekati titik netral, di mana suku bunga tidak lagi mendorong laju perekonomian maupun mengeremnya. Bukan berarti The Fed menaikkan suku bunga terlalu tinggi, terlalu cepat, atau terlalu agresif. Namun kenaikan suku bunga berikutnya sebaiknya lebih mengacu kepada data (data dependent) karena saat ini Federal Funds Rate semakin dekat ke target 2,5-2,5% yang disebut netral.
"Kami sudah dalam titik di mana harus benar-benar data dependent. Suku bunga kebijakan yang netral adalah sesuatu yang masuk akal," tutur Clarida.
Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan juga menyebutkan ada risiko yang dihadapi ekonomi Negeri Paman Sam. Kaplan mengatakan ada perlambatan pertumbuhan ekonomi di Eropa dan China, dan itu bisa mempengaruhi AS.
Pernyataan Clarida dan Kaplan bisa membuat pelaku pasar berpersepsi ada kemungkinan The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 bps pada dalam The Fed 19 Desember adalah 72,3%. Turun dibandingkan seminggu sebelumnya yaitu 75,8%.
Tanpa kabar kenaikan suku bunga acuan, dolar AS akan lesu. Sebab selama ini tingginya permintaan terhadap greenback didorong oleh kenaikan suku bunga acuan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin (19/11/2018) pukul 15:28 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.590 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,12% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sejak pembukaan pasar, rupiah bersangat sangat labil. Dibuka nyaman menguat 0,64%, rupiah terperosok sehingga sempat merasakan pelemahan.
Rupiah pun bolak-bolak menguat dan melemah dalam tempo yang relatif cepat. Namun jelang penutupan pasar, rupiah sepertinya mulai nyaman di zona hijau. Ada kemungkinan rupiah mengakhiri hari dengan penguatan, seperti 4 hari perdagangan sebelumnya.
Rupiah terbantu perkembangan dolar AS yang sempat garang tetapi kembali ciut. Pada pukul 15:17 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,04%.
Seperti halnya rupiah, Dollar Index pun galau dan bolak-balik masuk jalur merah dan hijau. Pasalnya, ada sentimen positif dan negatif yang sama kuat mempengaruhi dolar AS.
Sentimen negatif bagi dolar AS adalah adanya kemungkinan The Federal Reserve/The Fed memperlambat laju kenaikan suku bunga. Pasalnya sejumlah pejabat The Fed sudah menyuarakan sikap hati-hati.
Richard Clarida, Wakil Gubernur The Fed, mengatakan suku bunga acuan di AS sudah semakin mendekati titik netral, di mana suku bunga tidak lagi mendorong laju perekonomian maupun mengeremnya. Bukan berarti The Fed menaikkan suku bunga terlalu tinggi, terlalu cepat, atau terlalu agresif. Namun kenaikan suku bunga berikutnya sebaiknya lebih mengacu kepada data (data dependent) karena saat ini Federal Funds Rate semakin dekat ke target 2,5-2,5% yang disebut netral.
"Kami sudah dalam titik di mana harus benar-benar data dependent. Suku bunga kebijakan yang netral adalah sesuatu yang masuk akal," tutur Clarida.
Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan juga menyebutkan ada risiko yang dihadapi ekonomi Negeri Paman Sam. Kaplan mengatakan ada perlambatan pertumbuhan ekonomi di Eropa dan China, dan itu bisa mempengaruhi AS.
Pernyataan Clarida dan Kaplan bisa membuat pelaku pasar berpersepsi ada kemungkinan The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 bps pada dalam The Fed 19 Desember adalah 72,3%. Turun dibandingkan seminggu sebelumnya yaitu 75,8%.
Tanpa kabar kenaikan suku bunga acuan, dolar AS akan lesu. Sebab selama ini tingginya permintaan terhadap greenback didorong oleh kenaikan suku bunga acuan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular