Sudah Dibantu Asing, IHSG Tetap Tinggalkan Level 6.000

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
19 November 2018 12:49
Sudah Dibantu Asing, IHSG Tetap Tinggalkan Level 6.000
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali hari dengan penguatan sebesar 0,27%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,25% pada akhir sesi I ke level 5.997,6.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 3,18 triliun dengan volume sebanyak 4,73 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 196.081 kali.

IHSG melemah kala mayoritas bursa saham utama kawsan regional diperdagangkan menguat: indeks Nikkei naik 0,44%, indeks Shanghai naik 0,22%, indeks Hang Seng naik 0,41%, dan indeks Kospi naik 0,02%.

Pelemahan rupiah membawa hawa negatif bagi bursa saham tanah air. Pasca menguat selama 4 hari beruntun, rupiah harus pasrah turun ke zona merah. Hingga siang hari, rupiah melemah sebesar 0,07% melawan dolar AS di pasar spot ke level Rp 14.618.

Dolar AS memang sedang perkasa, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang menguat sebesar 0,07%. Dolar AS mendapatkan momentum dari aksi jual investor atas euro dan dan poundsterling. Euro melemah 0,18% melawan dolar AS di pasar spot, sementara pound melemah 0,12%.

Ketidakpastian di Benua Biru terkait dengan proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) membuat dolar AS menjadi pilihan investor. Pasca ditinggal Menteri Urusan Brexit Dominic Raab yang mengundurkan diri dari posisinya pada hari Kamis (15/11/2018), Perdana Menteri Inggris Theresa May kini justru berpotensi dilengserkan dari posisinya.

Melansir The Guardian, sebanyak 23 Member of Parliament (MP) dari Partai Konservatif yang merupakan partai Pimpinan May telah secara terbuka mengatakan bahwa mereka telah mengirimkan surat yang isinya meminta pemungutan suara atas mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan May.

Sebanyak 48 surat dibutuhkan untuk melakukan pemungutan suara tersebut. Besar kemungkinan, jumlah MP yang mengirimkan surat terus bertambah dan membuat masa depan May menjadi benar-benar di ujung tanduk.

Jika May sampai dilengserkan, nasib Brexit bisa menjadi kian tidak jelas. Pada akhirnya, perekonomian Inggris dan Uni Eropa menjadi taruhannya.

Selain itu, perkembangan seputar perang dagang AS-China yang lagi-lagi tak positif membuat dolar AS menjadi primadona. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) yang baru saja berakhir gagal menghasilkan sebuah komunike untuk kali pertama dalam sejarah.

"Anda tahun dua raksasa (negara) di dalam ruangan," jawab Perdana Menteri Papua New Guinea Peter O'Neill ketika ditanya mana diantara 21 negara anggota APEC yang tidak bisa memberikan persetujuan, seperti dilansir dari Reuters.

O'Neill yang menjadi Ketua dalam pertemuan tersebut mengatakan bahwa permasalahan utama adalah terkait dimasukkannya World Trade Organization (WTO) dan kemungkinan reformasinya ke dalam deklarasi dari para pimpinan negara-negara anggota.

Dengan hasil KTT APEC yang begitu buruk, pelaku pasar dibuat skeptis dalam menghadapi pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping pada akhir bulan ini.
Secara sektoral, sektor barang konsumsi (-0,74%) menjadi sektor utama yang membawa IHSG meninggalkan level 6.000.

Saham-saham barang konsumsi yang dilepas investor diantaranya: PT Indofood Sukses Makmur Tbk/INDF (-1,26%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-1,14%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-0,83%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,6%), dan PT Kalbe Farma Tbk/KLBF (-0,33%).

Dalam 4 hari perdagangan terakhir, indeks sektor barang konsumsi terus membukukan penguatan. Padahal, secara fundamental memang kondisinya kurang ciamik. Alhasil, kala ada sentimen negatif yang menerpa IHSG pada hari ini (pelemahan rupiah), investor menjadikannya alasan untuk melakukan aksi ambil untung.

Secara fundamental, data-data yang sudah ada mengindikasikan bahwa konsumsi masyarakat Indonesia akan melemah pada kuartal-IV 2018.

Belum lama ini, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 sebesar 5,17% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia sebesar 5,145% YoY.

Namun, terdapat tekanan yang cukup besar bagi pos konsumsi rumah tangga. Pos ini hanya tumbuh sebesar 5,01% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan capaian kuartal-II 2018 yang sebesar 5,14% YoY.

Memang, pada kuartal-II 2018 terdapat bulan puasa dan lebaran yang sangat signifikan mendongkrak konsumsi. Tetapi di kuartal-III 2018, terdapat pagelaran Asian Games 2018 dan hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus yang juga mendongrak konsumsi, walaupun memang tak akan sesignifikan bulan puasa dan lebaran. Tetap saja, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang hanya sebesar 5,01% YoY tergolong lambat.

Di kuartal-IV 2018, ada perayaan hari Natal dan libur tahun baru yang lagi-lagi bisa mendongkrak konsumsi. Namun, dampaknya kami perkirakan juga tak akan sesignifikan bulan puasa dan lebaran.

Apalagi, Bank Indonesia (BI) merilis angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Oktober 2018 di level 119,2, terendah dalam 20 bulan terakhir atau sejak Februari 2017. Turunnya IKK bulan Oktober dipengaruhi oleh penurunan pada 2 komponen pembentuknya, yakni Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).

IKE turun menjadi 106,2, dari 110,2 pada bulan sebelumnya. Sementara itu, IEK turun menjadi 132,2, dari 134,5 pada bulan sebelumnya.

Rendahnya angka IKK memberikan sinyal bahwa masyarakat Indonesia akan mengurangi konsumsinya dalam beberapa waktu ke depan.

Hal ini pun nampaknya sudah mulai terkonfirmasi. Dalam publikasi Survei Penjualan Eceran periode September 2018 yang dirilis oleh BI, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan riil periode Oktober 2018 tercatat hanya sebesar 3,9% YoY, melambat dari capaian bulan sebelumnya yang sebesar 4,8% YoY.

Kami melihat bahwa konsumsi rumah tangga akan jatuh kebawah level 5% pada kuartal-IV 2018. Terlepas dari pelemahan rupiah yang berbuntut kepada aksi ambil untung atas saham-saham barang konsumsi, investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 153 miliar hingga akhir sesi 1.

5 besar saham yang dikoleksi investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 89,4 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 30,1 miliar), PT Pabrik Kertas Twiji Kimia Tbk/TKIM (Rp 25,4 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 19,4 miliar), dan PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 19,1 miliar).

Sayangnya, walaupun sudah dibantu investor asing, IHSG tetap saja harus rela meninggalkan level psikologis 6.000.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular