Berharap OPEC Pangkas Produksi, Harga Minyak Naik 1%

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 November 2018 11:10
Pada perdagangan hari ini Senin (19/11/2018) hingga pukul 10.45 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 naik 0,93% ke level US$ 67,38/barel.
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC IndonesiaPada perdagangan hari ini Senin (19/11/2018) hingga pukul 10.45 WIB, harga minyak jenis brent kontrak Januari 2019 naik 0,93% ke level US$ 67,38/barel. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desember 2018 menguat 1,27% ke level US$ 57,18/barel.

Harga sang emas hitam mampu mengawali pekan ini dengan perkasa, pasca di sepanjang pekan lalu anjlok secara signifikan. Dalam sepekan terakhir, harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) amblas 6,2% secara point-to-point. Di waktu yang sama, harga brent yang menjadi acuan di Eropa turun 4,87%.

Pelaku pasar nampaknya menggantungkan harapannya ke kebijakan pemangkasan produksi negara-negara produsen minyak dunia. Hal ini lantas mampu menjadi energi penguatan harga minyak mentah di awal pekan ini.



Arab Saudi, yang merupakan pemimpin Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) secara de-facto, dikabarkan tengah mendorong anggota produsen OPEC maupun mitra produsen non-OPEC untuk memangkas produksi 1 juta - 1,4 juta barel/hari. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan perlambatan  pertumbuhan permintaan dan mencegah terjadinya kelebihan suplai.

"Saya yakin mengurangi produksi 1,4 juta barel/hari adalah yang paling masuk akal," ujar seorang sumber di OPEC kepada Reuters.

Merespon kabar dari Negeri Padang Pasir, kekhawatiran investor terhadap kondisi pasokan minyak dunia yang oversupply pun sediikit mereda. Kabar itu lantas mampu memupus beberapa sentimen negatif yang sebenarnya masih membayangi.

Dari AS, sumur pengeboran minyak bertambah sebanyak 2 unit ke 888 unit pada pekan lalu, mengutip data dari Baker Hughes. Level itu lantas menjadi yang tertinggi sejak Maret 2015.

Aktivitas pengeboran yang masih meningkat memberikan sinyal bahwa produksi minyak mentah Negeri Paman Sam masih akan terus bertambah. Padahal, kini tingkat produksinya sudah mencapai 11,7 juta barel/hari, yang merupakan rekor tertinggi dalam sejarah AS.

Dari sisi permintaan, kabar yang ada juga tidak kalah buruknya. Perang dagang mulai melemahkan ekonomi China dan sekitarnya. Pekan lalu, bank AS Morgan Stanley menyatakan bahwa "kondisi ekonomi China memburuk secara material" pada kuartal III-2018.

Kemudian, pekan lalu pembacaan awal pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal-III 2018 diumumkan sebesar -1,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih buruk dari estimasi pelaku pasar yakni minus 1% saja. Kontraksi ini disebabkan oleh ekspor yang turun 1,8%, penurunan terdalam dalam lebih dari 3 tahun terakhir. Sementara investasi terkontraksi 0,2%, pertama kali dalam 2 tahun.

Persepsi perlambatan ekonomi dunia lantas menjadi indikasi bahwa permintaan komoditas global juga akan menurun. Hal ini sudah terlihat dari impor minyak mentah Negeri Sakura yang dilaporkan turun 7,7%  secara bulanan (month-to-month/MtM) ke angka 2,77 juta barel/hari, mengutip data Kementerian Keuangan Jepang pagi ini.

Terlebih, di tengah risiko perlambatan ekonomi tersebut, Kerja Sama Ekonomi Negara-negara Asia Pasifik (APEC) malah gagal mencapai kesepakatan dalam KTT di Port Moresby (Papua Nugini). Lagi-lagi sentimen perang dagang menjadi penghalang.

Mengutip Reuters, seorang diplomat yang turut dalam pembahasan komunike menyatakan bahwa China menolak adanya kesepakatan yang berisi "menolak praktik perdagangan tidak sehat sesuai dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)".

"Ada dua negara yang saling dorong dan membuat pimpinan rapat tidak bisa menjembatani mereka. China murka saat ada kalimat yang merujuk ke WTO bahwa mereka bersalah karena melakukan praktik perdagangan tidak sehat," sebut sang diplomat.

Dikhawatirkan hal ini berlanjut ke pertemuan Trump-Xi Jinping di KTT G20 nanti. Bisa-bisa aura damai dagang yang sudah semakin kuat kembali memudar, dan AS-China kembali terlibat perang dagang.

Melihat sejatinya ada banyak sentimen negatif yang mengintai, menarik untuk disimak mampukah harga minyak mempertahankan keperkasaannya hingga akhir perdagangan hari ini?

(TIM RISET CNBC INDONESIA)  

(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular