Neraca Dagang Tekor Tapi Rupiah Perkasa, Kok Bisa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 November 2018 12:23
Neraca Dagang Tekor Tapi Rupiah Perkasa, Kok Bisa?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat. Meski sentimen negatif domestik mengikis penguatan rupiah, tetapi tarikan positif dari eksternal masih mampu menopang rupiah bertahan di zona hijau. 

Pada Kamis (15/11/2018) pukul 12:02 WIB, US$ 1 di pasar spot dibanderol Rp 14.760. Rupiah menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Penguatan ini berkurang, karena saat pembukaan pasar rupiah terapresiasi 0,3%. Bahkan penguatan rupiah sempat mencapai 0,37%. 


Apresiasi rupiah menipis setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ekspor Oktober 2018 tumbuh 3,59% year-on-year (YoY) sementara impor melonjak 23,66% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mengalami defisit dalam yaitu mencapai US$ 1,82 miliar. 

Data ini jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan neraca perdagangan Oktober defisit tipis di US$ 62,5 juta. Ekspor diramal tumbuh dalam kisaran terbatas yaitu 1,4% YoY, dan impor diproyeksikan masih tumbuh dua digit yaitu 10%. 

Data perdagangan Oktober akan menjadi awal untuk melihat prospek transaksi berjalan (current account) pada kuartal IV-2018. Kemungkinan transaksi berjalan akan lebih baik dibandingkan kuartal III-2018 yang mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014. 

Ketika defisit perdagangan ternyata lebih parah dari ekpektasi, maka perbaikan transaksi berjalan akan sulit dilakukan. Pada akhirnya rupiah semakin tidak punya pijakan untuk menguat lebih lanjut. 

Mengapa rupiah masih mampu menguat setelah rilis data ini?

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Namun rupiah masih terbantu oleh sentimen positif eksternal. Pertama adalah harga minyak yang kembali terkoreksi. Pada pukul 12:06 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,38% dan light sweet terkoreksi 0,5%. 

Meski Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) berencana memangkas produksi 1,4 juta barel/hari tahun depan, tetapi investor tetap melihat akan terjadi kelebihan pasokan di pasar global. Sebab produksi minyak di AS terus meningkat. 

American Petroleum Institute (API) menyebutkan cadangan minyak Negeri Paman Sam naik 8,8 juta barel pekan lalu menjadi 440,7 juta barel. Jauh melampaui konsensus pasar yang dihimpun oleh Refinitiv yaitu terjadi penurunan 3,2 juta barel. 

Koreksi harga minyak adalah berkah bagi rupiah karena dapat mengurangi biaya impor migas. Defisit di neraca migas adalah biang kerok tekornya neraca perdagangan dan transaksi berjalan. 

Kedua adalah perkembangan positif dari perundingan perpisahan Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Setelah rapat kabinet selama 5 jam, pemerintah Inggris pimpinan Perdana Menteri Theresa May menyepakati butir-butir perjanjian perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit). 

Draft ini akan segera dikirimkan ke parlemen untuk mendapatkan persetujuan. Setelah rampung di kabinet, kini May harus meyakinkan parlemen. Bukan tugas yang ringan, karena oposisi juga punya suara kuat di parlemen. 

Namun lolosnya draft kesepakatan Brexit di kabinet membuat satu tugas besar sudah selesai. Ini sudah cukup menciptakan euforia di pasar sehingga risk appetite kembali membuncah. Aset aman (safe haven) seperti dolar AS pun ditinggalkan. 


Ketiga, aura damai dagang AS-China juga semakin kuat. Reuters melaporkan bahwa Beijing sudah mengirimkan tanggapan tertulis terhadap permintaan AS mengenai program reformasi ekonomi Negeri Tirai Bambu. 

Menurut beberapa sumber di lingkaran Gedung Putih, China beritikad baik untuk menyelesaikan friksi perdagangan dengan AS. Meski tidak menyebutkan secara detil tanggapan yang dikirimkan oleh China, tetap langkah tersebut mendapat sambutan positif. 

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping telah sepakat untuk bertemu di sela-sela KTT G20 di Argentina akhir bulan ini. Salah satu isu besar yang akan dibahas adalah soal perdagangan. 

Pelaku pasar berharap hubungan AS-China yang semakin mesra akan memuncak kala pertemuan Trump-Xi. Bahkan bisa saja keduanya sepakat untuk mengakhiri friksi dagang dan mencabut seluruh bea masuk yang sudah diterapkan. 

Prospek damai dagang juga membuat investor semakin bergairah dan berani mengambil risiko. Hasilnya adalah arus modal mengalir deras ke Asia dan memperkuat mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia. 

Oleh karena itu, rupiah tetap mampu bertahan di zona hijau meski ada terpaan sentimen negatif dari dalam negeri. Sebab tarikan eksternal yang positif memang sangat kuat, buktinya seluruh mata uang utama Asia berhasil menguat di hadapan dolar AS. Rupiah benar-benar terbantu oleh angin segar dari luar. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 12:15 WIB: 




TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular