Tunggu Data Neraca Dagang dan Bunga Acuan, Rupiah Ambil Nafas

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 November 2018 10:30
Tunggu Data Neraca Dagang dan Bunga Acuan, Rupiah Ambil Nafas
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kurs acuan kembali melemah. Padahal rupiah mampu melanjutkan penguatan di pasar spot. 

Pada Kamis (15/11/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.764. Rupiah melemah tipis 0,06% dibandingkan hari sebelumnya. 

Pelemahan hari ini membuat rupiah terdepresiasi 9,02% terhadap dolar AS di kurs acuan. Sementara dalam setahun terakhir, pelemahan rupiah mencapai 9,05%. 



Berbalik dengan kurs acuan, rupiah justru mampu menguat di pasar spot. Pada pukul 10:09 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 14.763 di mana rupiah menguat 0,15%. Meski masih menguat, apresiasi rupiah berkurang karena saat pembukaan mencapai 0,3%.


Dolar AS mulai menebar ancaman di Asia. Awalnya, greenback melemah terhadap hampir semua mata uang utama Benua Kuning kecuali yen Jepang. Namun saat ini, dolar AS bisa menguat terhadap won Korea Selatan dan dolar Taiwan. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:12 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS yang awalnya tertekan kini mulai melawan balik. Pada pukul 10:14 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,11%. 

Kekuatan dolar AS datang dari data ekonomi domestik. Laju inflasi Negeri Paman Sam pada Oktober 2018 tercatat 2,5% year-on-year (YoY). Lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,3% YoY. 

Masih kuatnya konsumsi rumah tangga di AS memberi pesan bahwa ada alasan bagi The Federal Reserve/The Fed untuk melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. Pelaku pasar memperkirakan kenaikan selanjutnya terjadi pada bulan depan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 19 Desember adalah 72,3%.  

Kenaikan suku bunga acuan menjadi senjata andalan bagi dolar AS untuk menguat. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan akan diiringi oleh kenaikan imbalan investasi, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Akibatnya, permintaan dolar AS akan semakin meningkat sehingga nilainya menguat. 

Selain penguatan dolar AS, apresiasi rupiah menipis akibat sikap investor mengambil nafas jelang pengumuman dua data penting yaitu perdagangan internasional dan suku bunga acuan. Keduanya akan menentukan nasib rupiah. 

Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional periode Oktober 2018. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan Oktober defisit tipis di US$ 62,5 juta. Ekspor diramal tumbuh dalam kisaran terbatas yaitu 1,4% YoY, dan impor diproyeksikan masih tumbuh dua digit yaitu 10%. 


Data perdagangan Oktober akan menjadi awal untuk melihat prospek transaksi berjalan (current account) pada kuartal IV-2018. Kemungkinan transaksi berjalan akan lebih baik dibandingkan kuartal III-2018 yang mencapai 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB), terdalam sejak kuartal II-2014. 

Namun, apabila defisit perdagangan ternyata lebih parah dari ekpektasi, maka perbaikan transaksi berjalan akan sulit dilakukan. Pada akhirnya rupiah semakin tidak punya pijakan untuk menguat.

 Untuk suku bunga acuan, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan Perry Warjiyo dan kolega masih mempertahankan Bank Indonesia (BI) 7 Day Reverse Repo Rate di 5,75%.


Kemungkinan besar kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan terjadi pada Desember. Pasalnya, The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan pada bulan itu. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat The Fed 19 Desember adalah 72,3%. Naik dibandingkan posisi seminggu lalu yaitu 71,7%. 

Sedangkan pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI edisi Desember dijadwalkan pada 20 Desember. Artinya BI keuntungan waktu sehari. BI tidak perlu menaikkan suku bunga bulan ini, masih bisa ditunda bulan depan dengan syarat The Fed benar-benar menaikkan suku bunga. 

Selain itu, rupiah yang mulai stabil akan menjadi pertimbangan utama BI untuk tidak menaikkan suku bunga acuan. Sebab selama ini tujuan kenaikan suku bunga acuan adalah untuk membuat pasar keuangan Indonesia lebih atraktif, sehingga aliran modal masuk dengan deras dan memperkuat rupiah. 

Dalam sebulan terakhir, rupiah bahkan menguat 2,24% di hadapan dolar AS. Aliran modal sudah masuk ke Indonesia dan membuat rupiah stabil cenderung menguat. 

Oleh karena itu, sepertinya tidak akan ada kejutan dalam RDG BI hari ini. Namun pelaku pasar bisa mencair petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depan, khususnya peluang kenaikan BI 7 Day Reserve Repo Rate pada Desember. Jika petunjuk kenaikan terlihat cukup jelas, maka bisa menjadi sentimen positif bagi rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular