
Dolar AS Mulai Tebar Ancaman, Rupiah Wajib Waspada
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 November 2018 09:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat. Namun dolar AS mulai bangkit dan menebar ancaman di Asia, termasuk kepada rupiah.
Pada Kamis (15/11/2018) pukul 09:02 WIB, US$ 1 di pasar spot sama dengan Rp 14.775. Rupiah masih menguat 0,07%. Penguatan rupiah semakin menipis, karena setelah pembukaan pasar sempat menguat 0,37%.
Tidak hanya rupiah, dolar AS pun perlahan mulai menemukan bentuk permainannya dan mengancam mata uang Asia. Dolar AS kini sudah menguat terhadap won Korea Selatan dan dolar Taiwan. Bahkan penguatan ringgit Malaysia sudah habis dan bukan tidak mungkin ikut terseret ke zona merah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:05 WIB:
Kekuatan dolar AS datang dari data ekonomi domestik. Laju inflasi Negeri Paman Sam pada Oktober 2018 tercatat 2,5% year-on-year (YoY). Lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,3% YoY.
Masih kuatnya konsumsi rumah tangga di AS memberi pesan bahwa ada alasan bagi The Federal Reserve/The Fed untuk melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. Pelaku pasar memperkirakan kenaikan selanjutnya terjadi pada bulan depan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 19 Desember adalah 72,3%.
Kenaikan suku bunga acuan menjadi senjata andalan bagi dolar AS untuk menguat. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan akan diiringi oleh kenaikan imbalan investasi, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Akibatnya, permintaan dolar AS akan semakin meningkat sehingga nilainya menguat.
Selain itu, masih ada risiko besar di Eropa yaitu drama fiskal Italia. Kemarin, pemerintah Italia pimpinan Perdana Menteri Giuseppe Conte mengirim ulang rancangan anggaran 2019 tanpa perubahan. Defisit anggaran tetap dipatok di 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sebelumnya, rancangan ini ditolak oleh Brussel karena dinilai terlalu agresif. Uni Eropa berharap Italia berkomitmen menurunkan rasio utangnya.
Uni Eropa memperkirakan utang pemerintah Italia pada akhir 2018 akan menyentuh 131,1% PDB. Angka ini tidak akan banyak berubah sampai 2020 jika tidak ada perubahan yang mendasar.
Tensi diperkirakan meninggi karena Roma tidak mau menurunkan defisit anggarannya. Investor pun cemas akan risiko kembalinya Italia ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010.
Risiko di Italia membuat investor kembali terpaksa bermain aman. Aset-aset aman (safe haven) pun menjadi pilihan. Ini membuat dolar AS (dan yen) menguat karena tingginya permintaan.
Oleh karena itu, rupiah tidak boleh lengah. Sebab dolar AS bisa menerkam sewaktu-waktu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Kamis (15/11/2018) pukul 09:02 WIB, US$ 1 di pasar spot sama dengan Rp 14.775. Rupiah masih menguat 0,07%. Penguatan rupiah semakin menipis, karena setelah pembukaan pasar sempat menguat 0,37%.
Tidak hanya rupiah, dolar AS pun perlahan mulai menemukan bentuk permainannya dan mengancam mata uang Asia. Dolar AS kini sudah menguat terhadap won Korea Selatan dan dolar Taiwan. Bahkan penguatan ringgit Malaysia sudah habis dan bukan tidak mungkin ikut terseret ke zona merah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:05 WIB:
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Ya, dolar AS memang sudah menguat secara global. Pada pukul 09:07 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,2%. Kekuatan dolar AS datang dari data ekonomi domestik. Laju inflasi Negeri Paman Sam pada Oktober 2018 tercatat 2,5% year-on-year (YoY). Lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,3% YoY.
Masih kuatnya konsumsi rumah tangga di AS memberi pesan bahwa ada alasan bagi The Federal Reserve/The Fed untuk melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. Pelaku pasar memperkirakan kenaikan selanjutnya terjadi pada bulan depan. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 19 Desember adalah 72,3%.
Kenaikan suku bunga acuan menjadi senjata andalan bagi dolar AS untuk menguat. Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan akan diiringi oleh kenaikan imbalan investasi, khususnya di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. Akibatnya, permintaan dolar AS akan semakin meningkat sehingga nilainya menguat.
Selain itu, masih ada risiko besar di Eropa yaitu drama fiskal Italia. Kemarin, pemerintah Italia pimpinan Perdana Menteri Giuseppe Conte mengirim ulang rancangan anggaran 2019 tanpa perubahan. Defisit anggaran tetap dipatok di 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sebelumnya, rancangan ini ditolak oleh Brussel karena dinilai terlalu agresif. Uni Eropa berharap Italia berkomitmen menurunkan rasio utangnya.
Uni Eropa memperkirakan utang pemerintah Italia pada akhir 2018 akan menyentuh 131,1% PDB. Angka ini tidak akan banyak berubah sampai 2020 jika tidak ada perubahan yang mendasar.
Tensi diperkirakan meninggi karena Roma tidak mau menurunkan defisit anggarannya. Investor pun cemas akan risiko kembalinya Italia ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010.
Risiko di Italia membuat investor kembali terpaksa bermain aman. Aset-aset aman (safe haven) pun menjadi pilihan. Ini membuat dolar AS (dan yen) menguat karena tingginya permintaan.
Oleh karena itu, rupiah tidak boleh lengah. Sebab dolar AS bisa menerkam sewaktu-waktu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular