
Rupiah Tak Lagi Berjaya di Hadapan Mata Uang Global, Ada Apa?
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
12 November 2018 17:59

Jakarta, CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah tak lagi berjaya di hadapan mata uang global, termasuk dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini. Dampak melebarnya defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD), ditengarai masih jadi penyebab kondisi tersebut.
Pada Senin (12/11/2018) US$ 1 dibuka pada level Rp 14.700 atau melemah 0,13% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Seiring berjalannya waktu, pelemahan terus berlanjut dan ditutup pada level Rp 14.810/US$ atau melemah 0,89%.
Di sisi lain, rupiah pun ikut-ikutan loyo di hadapan mata uang negara kawasan. Berikut data perdagangan kurs rupiah hingga pukul 17:14 WIB
Pelemahan tertinggi dialami rupiah terhadap mata uang yen mencapai 0,81%. Posisi kedua ada yuan China (0,76%) dan Dolar Singapura (0,62%).
Terjerembabnya kurs rupiah seiring rilis data CAD di kuartal III-2018 yang semakin membengkak. Bank Indonesia (BI) pada Jumat (12/11/2018) merilis CAD mencapai US$ 8,846 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Rilis ini merupakan yang tertinggi sejak kuartal II-2014 yang mencapai US$ 9,113 miliar atau 4,2% dari PDB. CAD yang semakin melebar, didorong kenaikan defisit dari beberapa komponen.
Pertama, komponen neraca perdagangan barang. Pada kuartal III-2018, komponen ini mengalami defisit 398 juta atau pertama kali dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Kenaikan defisit ini dipengaruhi oleh peningkatan defisit perdagangan minyak dan gas (migas) yang mencapai US$ 3,528 miliar atau tertinggi setidaknya dalam 5 tahun terakhir.
Peningkatan defisit migas berimbas kepada akumulasi neraca perdagangan barang secara keseluruhan. Akibatnya, neraca tersebut akhirnya mengalami defisit.
Kedua, neraca jasa yang membengkak. Pada kuartal III-2018, neraca jasa mengalami defisit US$ 2,215 miliar atau tertinggi sejak awal tahun
Defisit yang meningkat, dipengaruhi kenaikan defisit dari sisi jasa transportasi. Pada periode tersebut, defisit dari sektor tersebut mencapai US$ 2,421 miliar atau tertinggi dibandingkan sektor lain.
Ketiga, defisit pendapatan primer. Pada periode tersebut, defisit pendapatan primer mencapai US$ 8,026 miliar. Defisit ini merupakan yang tertinggi dibandingkan pos-pos lain pembentuk transaksi berjalan.
Akibat kenaikan defisit dari komponen-komponen tersebut, mengakibatkan defisit transaksi berjalan ikut membengkak. Ketika defisit membengkak, artinya arus dana valas yang keluar lebih besar dibandingkan yang masuk ke dalam negeri. Ini akan memicu sentimen buruk dan mendorong investor memburu dolar AS karena menganggap ketersediaanya terbatas. Akibatnya, kurs rupiah pun terpukul terhadap dolar AS pada hari ini. Efek ini ikut meluas hingga di hadapan mata uang global lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pada Senin (12/11/2018) US$ 1 dibuka pada level Rp 14.700 atau melemah 0,13% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Seiring berjalannya waktu, pelemahan terus berlanjut dan ditutup pada level Rp 14.810/US$ atau melemah 0,89%.
Pelemahan tertinggi dialami rupiah terhadap mata uang yen mencapai 0,81%. Posisi kedua ada yuan China (0,76%) dan Dolar Singapura (0,62%).
Terjerembabnya kurs rupiah seiring rilis data CAD di kuartal III-2018 yang semakin membengkak. Bank Indonesia (BI) pada Jumat (12/11/2018) merilis CAD mencapai US$ 8,846 miliar atau 3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Rilis ini merupakan yang tertinggi sejak kuartal II-2014 yang mencapai US$ 9,113 miliar atau 4,2% dari PDB. CAD yang semakin melebar, didorong kenaikan defisit dari beberapa komponen.
Pertama, komponen neraca perdagangan barang. Pada kuartal III-2018, komponen ini mengalami defisit 398 juta atau pertama kali dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
Kenaikan defisit ini dipengaruhi oleh peningkatan defisit perdagangan minyak dan gas (migas) yang mencapai US$ 3,528 miliar atau tertinggi setidaknya dalam 5 tahun terakhir.
Peningkatan defisit migas berimbas kepada akumulasi neraca perdagangan barang secara keseluruhan. Akibatnya, neraca tersebut akhirnya mengalami defisit.
Kedua, neraca jasa yang membengkak. Pada kuartal III-2018, neraca jasa mengalami defisit US$ 2,215 miliar atau tertinggi sejak awal tahun
Defisit yang meningkat, dipengaruhi kenaikan defisit dari sisi jasa transportasi. Pada periode tersebut, defisit dari sektor tersebut mencapai US$ 2,421 miliar atau tertinggi dibandingkan sektor lain.
Ketiga, defisit pendapatan primer. Pada periode tersebut, defisit pendapatan primer mencapai US$ 8,026 miliar. Defisit ini merupakan yang tertinggi dibandingkan pos-pos lain pembentuk transaksi berjalan.
Akibat kenaikan defisit dari komponen-komponen tersebut, mengakibatkan defisit transaksi berjalan ikut membengkak. Ketika defisit membengkak, artinya arus dana valas yang keluar lebih besar dibandingkan yang masuk ke dalam negeri. Ini akan memicu sentimen buruk dan mendorong investor memburu dolar AS karena menganggap ketersediaanya terbatas. Akibatnya, kurs rupiah pun terpukul terhadap dolar AS pada hari ini. Efek ini ikut meluas hingga di hadapan mata uang global lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(alf/dru) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular