Awas, Dolar AS Mulai Bangkit!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 November 2018 08:30
Awas, Dolar AS Mulai Bangkit!
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasar spot awal pekan ini. Laju rupiah pun agak terancam karena dolar AS mulai bangkit dari keterpurukan. 

Pada Senin (5/11/2018), US$ 1 sama dengan Rp 14.950 kala pembukaan pasar spot. Tidak berubah dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 


Rupiah jadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia pada akhir pekan lalu. Di hadapan dolar AS, rupiah mampu menguat di kisaran 1%.  


Namun hari ini laju rupiah mulai macet. Di Asia, dolar AS yang tertekan hebat pun mulai melawan balik sehingga mampu menguat terhadap sejumlah mata uang. 

Rupiah patut waspada karena dolar AS mulai menebar ancaman di Benua Kuning. Pagi ini, tinggal rupee India, yuan China, dolar Singapura, dan baht Thailand yang mampu menguat sementara sisanya melemah atau stagnan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:16 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS mulai bangkit seiring sentimen domestik dan eksternal yang mendukung. Dari dalam negeri, akhir pekan lalu data ketenagakerjaan AS menunjukkan hasil yang positif. 

Angka pengangguran pada Oktober 2018 memang masih bertahan di 3,7% tetapi penciptaan lapangan kerja mencapai 250.000. Jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Refinitiv yaitu 190.000, juga jauh melampaui angka bulan sebelumnya yaitu 118.000. 

Kemudian upah per jam rata-rata meningkat sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM) atau sebesar 3,1% secara tahunan. Peningkatan tahunan sebesar itu merupakan yang tercepat sejak tahun 2009. 

Artinya, perekonomian Negeri Adidaya masih kuat sehingga membuat The Federal Reserve/The Fed punya alasan untuk terus menerapkan kebijakan moneter ketat. Bulan ini, Federal Funds Rate diperkirakan tetap, tetapi akan naik pada Desember.   

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 19 Desember adalah 72,1%. Lebih tinggi ketimbang posisi sepekan sebelumnya yaitu 66,9%. 

Akibatnya, berinvestasi di AS akan semakin menguntungkan karena kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengerek imbalan penanaman modal, terutama di instrumen berpendapatan tetap. Permintaan dolar AS akan tetap tinggi sehingga mata uang ini memang punya alasan untuk menguat. 

Kemudian dari eksternal, perang dagang AS vs China kembali menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping memang akan menggelar pertemuan di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) akhir bulan ini. Namun bukan berarti pertemuan tersebut akan menelurkan hasil positif. 

Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence 'Larry' Kudlow mengingatkan masih ada risiko. Bahkan bukan tidak mungkin perundingan itu tidak menghasilkan apa-apa dan AS kembali menerapkan bea masuk baru bagi produk-produk made in China

"Saya tidak seoptimitis sebelumnya mengenai pembicaraan dagang dengan China. Bahkan Bapak Presiden bisa saja menarik pelatuk dan mengenakan bea masuk baru, tergantung bagaimana hasil pembicaraan," ungkap Kudlow, dikutip dari Reuters. 

Investor yang sudah berbunga-bunga kini kembali gundah gulana. Mereka dipaksa untuk kembali menginjakkan kaki ke bumi setelah dibuat melayang. Tentu tidak menyenangkan. 

Kudlow membuat mood pelaku pasar kembali suram, bahwa risiko perang dagang lanjutan masih ada. Akibatnya, investor melepas aset-aset berisiko dan kembali ke pelukan safe haven

Jika pesimisme terkait pembicaraan AS-China masih bertahan, maka pasar keuangan Asia akan ikut merasakan dampaknya. Pasti akan menjadi sentimen negatif yang sangat signifikan, karena investor kehilangan minat untuk masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.  


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular