Gara-gara Rupiah Melemah, Optimisme Pengusaha Turun

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 November 2018 07:53
Optimisme pelaku usaha di Indonesia semakin berkurang.
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Optimisme pelaku usaha di Indonesia semakin berkurang. Faktor tekanan global dan kondisi domestik yang kurang suportif menjadi penyebabnya. 

Angka Nikkei/Markit Puchasing Managers Index (PMI) Indonesia pada Oktober tercatat 50,5. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,7.

Pencapaian Oktober merupakan yang paling rendah dalam 3 bulan.
 Penurunan angka PMI Indonesia terjadi dalam 2 bulan beruntun.

Angka PMI memang masih di atas 50, menunjukkan pelaku usaha masih optimis dan ekspansif. Namun kadarnya terus berkurang.
 

 

"Kondisi manufaktur di seluruh Indonesia membaik pada kisaran lambat pada awal triwulan keempat. Kenaikan output dan lapangan kerja mendorong headline PMI pada bulan Oktober, sedangkan perusahaan terus menaikkan aktivitas pembelian dan membangun inventori input. Akan tetapi, survei juga menunjukkan tanda-tanda penurunan permintaan klien dengan penurunan terlihat pada permintaan baru dan penjualan ekspor," sebut pernyataan Nikkei/Markit. 

Masalah yang menghantui pelaku usaha, menurut survei ini, adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Sepanjang tahun ini, rupiah sudah anjlok sekitar 12% di hadapan dolar AS.  

Akibat depresiasi kurs, biaya importasi menjadi semakin mahal. Sementara ekonomi yang tumbuh membutuhkan pasokan barang impor, utamanya bahan baku dan barang modal. 


"Tekanan inflasi semakin intensif yang didorong oleh melemahnya nilai tukar rupiah. Namun demikian, perusahaan secara umum bertahan positif terhadap perkiraan bisnis jangka yang lebih panjang," lanjut pernyataan terulis Nikkei/Markit. 

Bernard Aw, Kepala Ekonom IHS Markit, menilai Indonesia sedikit kehilangan momentum pada awal kuartal IV-2018. Permintaan baru (new order) turun untuk kali pertama sejak Januari, dibarengi dengan penurunan permintaan untuk ekspor. 

"Kekhawatiran utama adalah inflasi yang semakin intensif. Inflasi biaya input dan output mengalami percepatan hingga posisi tertinggi dalam 3 tahun, didorong oleh melemahnya nilai tukar rupiah. Melemahnya nilai tukar berarti para pelaku manufaktur terus menghadapi tekanan biaya yang lebih besar pada bulan-bulan mendatang akibat kenaikan biaya untuk barang-barang impor," jelas Aw, mengutip keterangan tertulis Nikkei/Markit.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular