Arus Modal Mengalir Deras, Rupiah Terkuat di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
31 October 2018 14:54
Arus Modal Mengalir Deras, Rupiah Terkuat di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mulai stabil menguat pada perdagangan siang ini. Rupiah mampu menguat di tengah mata uang Asia yang mayoritas melemah di hadapan dolar AS. 

Pada Rabu (31/10/2018) pukul 14:22 WIB, US$ 1 sama dengan Rp 15.210 di perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,08% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Tanda penguatan rupiah sudah sudah terlihat sebelum pembukaan pasar spot. Kala itu, rupiah sudah menguat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF). 


Penguatan rupiah terlihat kontras di antara mayoritas mata uang utama Benua Kuning yang terjebak di zona merah. Selain rupiah, sebagian kecil mata uang lain yang menguat adalah peso Filipina dan dolar Taiwan. Dengan apresiasi 0,08%, bBahkan rupiah jadi mata uang terbaik di Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 14:23 WIB: 

 

Apa yang membuat rupiah bisa perkasa? Sepertinya arus modal masuk di pasar keuangan domestik menjadi penyebab penguatan rupiah. 

Di pasar obligasi pemerintah, imbal hasil (yield) bergerak turun sebagai pertanda harga sedang naik. Artinya, permintaan terhadap instrumen ini tengah tinggi. 

Berikut perkembangan yield obligasi pemerintah pada pukul 14:26 WIB yang menunjukkan penurunan di semua tenor: 



Yield obligasi pemerintah yang sudah naik tajam menjadi menarik di mata investor. Dalam sebulan terakhir, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun sudah melonjak 58,6 basis poin (bps). 

Harga instrumen ini juga sudah 'terbanting'. Sejak awal Oktober, harga obligasi pemerintah tenor 10 tahun amblas 337,4 bps. Pantas saja investor menyerbu, karena harga sudah turun drastis dan yield menanjak tinggi. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Aliran modal ini mampu menolong rupiah dari amukan dolar AS. Greenback memang sedang beringas, tidak hanya di Asia tetapi di dunia. 

Pada pukul 14:36 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) masih menguat 0,01%. Penguatan Dollar Index tidak berhenti sepanjang hari ini. 

Faktor domestik dan eksternal mampu menopang penguatan dolar AS. Dari dalam negeri, The Conference Board menyebut Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS berada di 137,9. Ini merupakan angka tertinggi sejak September 2000 atau dalam 18 tahun. 

Jika konsumen Negeri Paman Sam masih pede, maka mereka akan terus berbelanja. Artinya tekanan inflasi dari sisi permintaan tetap akan tinggi, yang membuat The Federal Reserve/The Fed makin punya alasan untuk melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. 

Meski bertujuan untuk mengendalikan permintaan, kenaikan suku bunga acuan punya efek samping ikut mengerek imbalan investasi utamanya di instrumen berpendapatan tetap. Oleh karena itu, dolar AS akan kembali mendapat energi penguatan setiap kali ada kabar kenaikan suku bunga acuan.  

Sementara di Asia, angka Purchasing Managers Index (PMI) China periode Oktober tercatat 50,2, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,8. Angka di atas 50 menandakan pelaku usaha masih optimistis, tetapi optimisme itu memudar.

Sepertinya China sudah mulai merasakan dampak signifikan dari perang dagang dengan AS. Maklum, AS adalah pasar ekspor utama China. Tahun lalu, nilai ekspor China ke AS tercatat US$ 431,7 miliar atau 19% dari total ekspor mereka. 

China adalah perekonomian terbesar di Asia. Jadi ketika China melambat, dia akan menyeret negara-negara Asia lainnya ke bawah.  

Di Korea Selatan, output industri manufaktur juga turun 2,5% pada September dibandingkan bulan sebelumnya. Jauh memburuk dibandingkan Agustus yang masih tumbuh 1,3%. 

Data ekonomi yang kurang kinclong membuat pelaku pasar mulai berpikir Bank Sentral Korea Selatan (BoK) tidak akan menaikkan suku bunga acuan pada akhir November. Padahal konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan ada kenaikan setidaknya 25 basis poin dari posisi saat ini yaitu 1,5%.

Dibayangi prospek perekonomian yang suram, investor pun kurang tertarik untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Hasilnya adalah mata uang Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS, tetapi rupiah tidak masuk hitungan.


(TIM RISET CNBC INDONESIA)



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular