
Dibuka Menguat, Bursa Saham Asia Berguguran Saat Penutupan
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 October 2018 17:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibuka di zona hijau, mayoritas bursa saham utama kawasan Asia justru ditutup di zona merah: indeks Nikkei turun 0,16%, indeks Shanghai anjlok 2,18%, dan indeks Kospi terpangkas 1,53%. Sementara itu, indeks Strait Times naik 0,32% dan indeks Hang Seng menguat 0,38%.
Pada pagi hari, suntikan energi bagi bursa saham regional datang dari rilis data ekonomi di Jepang, dimana penjualan barang-barang ritel diumumkan tumbuh 2,1% YoY pada bulan September, jauh mengalahkan konsensus yang sebesar 1,6% YoY.
Namun apa daya, sentimen negatif berupa anjloknya Wall Street pada hari Jumat (26/10/2018) menggerogoti penguatan yang sudah susah-susah diraih. Kala itu, Dow Jones anjlok 1,19%, S&P 500 anjlok 1,73%, dan Nasdaq anjlok 2,06%.
Wall Street tak berkutik menghadapi koreksi yang dalam pada saham Amazon (-7,82%) dan Alphabet (-1,8%). Kedua saham tersebut dilepas investor lantaran kinerja keuangan kuartal-III 2018 yang mengecewakan.
Earnings per share (EPS) dari Amazon diumumkan sebesar US$ 5,75, mengalahkan estimasi Refinitiv yang sebesar US$ 3,14 saja. Namun, penjualan tercatat hanya sebesar US$ 56,6 miliar, di bawah estimasi yang sebesar US$ 57,1 miliar.
Sementara itu, EPS Alphabet tercatat sebesar US$ 13,06, juga mengalahkan estimasi yang sebesar US$ 10,42. Namun, penjualan tercatat hanya sebesar US$ 33,7 miliar, di bawah estimasi yang sebesar US$ 34,04 miliar.
Sentimen negatif lain bagi perdagangan hari ini datang dari masih kuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve pada bulan Desember. Hal ini dipicu oleh rilis angka pertumbuhan ekonomi AS.
Sepanjang kuartal-III 2018, perekonomian Negeri Paman Sam diumumkan tumbuh sebesar 3,5% (QoQ annualized), mengalahkan ekspektasi yang sebesar 3,4%.
Di sisi lain, perang dagang dengan China yang digadang-gadang akan memukul ekonomi AS nampaknya belum akan selesai dalam waktu dekat. Lantas, kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif bisa menjadi blunder dengan 'mematikan' perekonomian Negeri Paman Sam. Ini tentu bukan kabar baik bagi bursa saham Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Libur Imlek, Bursa Saham Jepang Dibuka Cerah
Pada pagi hari, suntikan energi bagi bursa saham regional datang dari rilis data ekonomi di Jepang, dimana penjualan barang-barang ritel diumumkan tumbuh 2,1% YoY pada bulan September, jauh mengalahkan konsensus yang sebesar 1,6% YoY.
Namun apa daya, sentimen negatif berupa anjloknya Wall Street pada hari Jumat (26/10/2018) menggerogoti penguatan yang sudah susah-susah diraih. Kala itu, Dow Jones anjlok 1,19%, S&P 500 anjlok 1,73%, dan Nasdaq anjlok 2,06%.
Earnings per share (EPS) dari Amazon diumumkan sebesar US$ 5,75, mengalahkan estimasi Refinitiv yang sebesar US$ 3,14 saja. Namun, penjualan tercatat hanya sebesar US$ 56,6 miliar, di bawah estimasi yang sebesar US$ 57,1 miliar.
Sementara itu, EPS Alphabet tercatat sebesar US$ 13,06, juga mengalahkan estimasi yang sebesar US$ 10,42. Namun, penjualan tercatat hanya sebesar US$ 33,7 miliar, di bawah estimasi yang sebesar US$ 34,04 miliar.
Sentimen negatif lain bagi perdagangan hari ini datang dari masih kuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve pada bulan Desember. Hal ini dipicu oleh rilis angka pertumbuhan ekonomi AS.
Sepanjang kuartal-III 2018, perekonomian Negeri Paman Sam diumumkan tumbuh sebesar 3,5% (QoQ annualized), mengalahkan ekspektasi yang sebesar 3,4%.
Di sisi lain, perang dagang dengan China yang digadang-gadang akan memukul ekonomi AS nampaknya belum akan selesai dalam waktu dekat. Lantas, kenaikan suku bunga acuan yang kelewat agresif bisa menjadi blunder dengan 'mematikan' perekonomian Negeri Paman Sam. Ini tentu bukan kabar baik bagi bursa saham Asia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Libur Imlek, Bursa Saham Jepang Dibuka Cerah
Most Popular