Senasib Dengan Bursa Asia, IHSG Ditutup Melemah 0,52%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 October 2018 16:32
IHSG mengakhiri hari dengan melemah 0,52% ke level 5.754,61.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat menguat hingga 0,51% ke level 5.814,68, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri hari dengan melemah 0,52% ke level 5.754,61.

Nasib IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga berakhir di zona merah, walaupun menguat pada awal perdagangan hari ini: indeks Nikkei turun 0,16%, indeks Shanghai anjlok 2,18%, dan indeks Kospi terpangkas 1,53%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 5,08 triliun dengan volume sebanyak 7,22 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 287.746 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi pelemahan IHSG adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-1,69%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-3,22%), PT Charoen Pokphand Indonesia/CPIN (-2,73%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-3,64%), dan PT Adaro Energy Tbk/ADRO (-3,48%).

Pada pagi hari, sentimen positif bagi bursa saham regional datang dari rilis data ekonomi di Jepang, dimana penjualan barang-barang ritel diumumkan tumbuh 2,1% YoY pada bulan September, jauh mengalahkan konsensus yang sebesar 1,6% YoY.

Namun apa daya, sentimen negatif berupa anjloknya Wall Street pada hari Jumat (26/10/2018) menggerogoti penguatan yang sudah susah-susah diraih. Kala itu, Dow Jones anjlok 1,19%, S&P 500 anjlok 1,73%, dan Nasdaq anjlok 2,06%. Wall Street tak berkutik menghadapi koreksi yang dalam pada saham Amazon (-7,82%) dan Alphabet (-1,8%). Kedua saham tersebut dilepas investor lantaran kinerja keuangan kuartal-III 2018 yang mengecewakan.

Earnings per share (EPS) dari Amazon diumumkan sebesar US$ 5,75, mengalahkan estimasi Refinitiv yang sebesar US$ 3,14 saja. Namun, penjualan tercatat hanya sebesar US$ 56,6 miliar, di bawah estimasi yang sebesar US$ 57,1 miliar.

Sementara itu, EPS Alphabet tercatat sebesar US$ 13,06, juga mengalahkan estimasi yang sebesar US$ 10,42. Namun, penjualan tercatat hanya sebesar US$ 33,7 miliar, di bawah estimasi yang sebesar US$ 34,04 miliar.

Sentimen negatif lain bagi perdagangan hari ini datang dari masih kuatnya persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan oleh the Federal Reserve pada bulan Desember. Hal ini dipicu oleh rilis angka pertumbuhan ekonomi AS. Sepanjang kuartal-III 2018, perekonomian Negeri Paman Sam diumumkan tumbuh sebesar 3,5% (QoQ annualized), mengalahkan ekspektasi yang sebesar 3,4%.

Di sisi lain, perang dagang dengan China yang digadang-gadang akan memukul ekonomi AS nampaknya belum akan selesai dalam waktu dekat.

Belum lama ini, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengonfirmasi bahwa Presiden AS Donald Trump akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada bulan depan di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Buenos Aires, Argentina.

Namun, sejauh ini pelaku pasar bersikap skeptis menghadapi kabar tersebut mengingat beberapa pertemuan antara delegasi AS dan China yang sebelumnya sudah diselenggarakan tak mampu menyelesaikan perang dagang yang tengah berkecamuk.

Ketika the Fed mengerek suku bunga acuan, maka suku bunga kredit akan ikut terkerek naik, sementara imbal hasil (yield) obligasi kemungkinan besar mengikuti. Apalagi, the Fed memproyeksikan akan ada kenaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali pada tahun depan.

Kala suku bunga kredit dan yield obligasi terkerek naik, maka biaya bagi korporasi di AS untuk melakukan kegiatannya akan meningkat. Padahal, permintaan baik di dalam maupun luar negeri berpotensi terpangkas akibat perang dagang dengan China. Pada akhirnya, profitabilitas perusahaan bisa tertekan dan memukul mundur Wall Street. Hal ini tentu menjadi risko bagi bursa saham kawasan Asia.

Dari dalam negeri, pelemahan IHSG tertahan oleh saham PT Astra International Tbk (ASII) yang menguat 1,01% ke level Rp 7.500/saham. Harga saham ASII bahkan sempat menyentuh titik tertingginya di level Rp 7.625/saham. ASII lantas menjadi saham dengan kontribusi positif terbesar bagi IHSG.

Aksi beli atas saham perusahaan dipicu oleh rilis kinerja keuangan yang menggembirakan. Sepanjang kuartal-III 2018, perusahaan membukukan pendapatan senilai Rp 62,3 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun oleh Refinitiv senilai Rp 61,99 triliun. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 6,69 triliun, juga di atas ekspektasi analis yang sebesar Rp 5,53 triliun.

Jika ditotal, sepanjang 9 bulan pertama tahun ini pendapatan ASII mencapai Rp 174,9 triliun atau naik 16,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 17,1 triliun, naik 20,6% YoY.

Investor asing terpantau sangat gencar memburu saham ASII, dengan nilai bersih sebesar Rp 182,7 miliar, terbesar dibandingkan beli bersih pada saham-saham lainnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular