Dibuka Menguat, Rupiah Malah Lesu Sampai Tengah Hari

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 October 2018 12:48
Dibuka Menguat, Rupiah Malah Lesu Sampai Tengah Hari
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah hingga tengah hari ini. Rupiah bergerak searah dengan mata uang Asia yang juga mayoritas melemah di hadapan greenback. 

Pada Senin (29/10/2018) pukul 12:00 WIB, US$ diperdagangkan Rp 15.225 di pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Saat pembukaan pasar, rupiah masih menguat 0,1%. Namun penguatan itu terus tergerus hingga akhirnya habis dan rupiah pun melemah. 


Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap rupiah hingga tengah hari ini: 



Rupiah berada di trek yang sama dengan mata uang utama Asia yaitu di jalur pelemahan. Hanya rupee India, won Korea Selatan, dan dolar Taiwan yang menguat. 

Depresiasi terdalam dialami oleh baht Thailand. Hal ini tidak lepas dari proyeksi inflasi di Negeri Gajah Putih yang masih 'jinak'. 

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan laju inflasi Thailand pada Oktober sebesar 1,3% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 1,33% YoY. 

Perlambatan laju inflasi membuat Bank Sentral Thailand (BoT) kemungkinan masih menahan suku bunga acuan di angka 1,5% pada rapat 14 November. Suku bunga ini sudah bertahan sejak April 2015. 

Tanpa kenaikan suku bunga, baht kekurangan bensin untuk melesat. Meski Thailand memiliki fundamental yang kuat (dengan transaksi berjalan yang surplus), tetapi kehadiran arus modal portofolio alias hot money tetap penting untuk memperkaya pasokan valas. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 12:20 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dolar AS masih berada di jalur pendakian, berkebalikan dengan mayoritas mata uang utama Asia. Pada pukul 12:22 WIB, Dollar Index (yang menunjukkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,13%. Indeks ini terus menguat sejak pagi tadi. 

Selama sepekan terakhir, Dollar Index menguat 0,49%. Bahkan dalam sebulan ke belakang penguatannya mencapai 1,42% dan sejak awal tahun sudah melonjak 4,73%. 

 

Dolar AS memang kembali menjadi pilihan utama pelaku pasar mengingat tingginya risiko di Benua Kuning. Prospek ekonomi China masih suram, terlihat dari rilis data keuntungan perusahaan industrial. 

Biro Statistik Nasional China mencatat pertumbuhan laba industrial naik 4,1% YoY pada September 2018 menjadi CNY 545,5 miliar. Laju pertumbuhan tersebut tidak sampai separuh dari pencapaian bulan sebelumnya dan menjadi yang paling lambat sejak Maret. 

Sepertinya perang dagang AS vs China begitu berpengaruh terhadap dunia usaha di Negeri Tirai Bambu. Maklum, AS adalah pasar ekspor terbesar China. Tahun lalu, nilai ekspor China ke AS mencapai US$ 431,7 miliar atau 19% dari total ekspor. 

Ketika sang konsumen terbesar itu mulai menutup diri dengan menaikkan bea masuk, maka akan sangat mempengaruhi kinerja ekspor China. Akibatnya, dunia usaha terpukul dan laba mereka mengecil. 

Belum adanya solusi untuk mengakhiri perang dagang membuat dunia usaha di China kemungkinan akan terus mengalami tekanan. Prospek pertumbuhan ekonomi China pun menjadi penuh tanda tanya. 

China adalah perekonomian terbesar kedua di dunia, dan nomor 1 di Asia. Risiko perlambatan ekonomi China tentunya akan ikut mempengaruhi negara-negara lain di Asia.

Pelaku pasar pun kemudian beraksi dengan memihak dolar AS. Arus modal yang masih berkerumun di sekitar dolar AS membuat mata uang ini semakin perkasa di Asia. Rupiah pun tidak luput menjadi korbannya.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular