Rupiah Kompak Melemah di Kurs Acuan dan Pasar Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 October 2018 10:32
Rupiah Kompak Melemah di Kurs Acuan dan Pasar Spot
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs acuan. Di pasar spot, rupiah yang dibuka menguat juga kini berbalik arah. 

Pada Senin (29/10/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 15.218. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi akhir pekan lalu. 

Sementara di pasar spot, rupiah juga melemah. Pada pukul 10:10 WIB, US$ 1 diperdagangkan di Rp 15.225 di mana rupiah terdepresiasi 0,07%. 

Padahal rupiah dibuka menguat 0,1%. Namun penguatan ini tidak bertahan lama, karena pada pukul 09:00 WIB pun rupiah sudah tidak lagi menguat. 


Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia pun melemah. Hanya yen Jepang, won Korea Selatan, dan dolar Taiwan yang mampu menguat. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 10:11 WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Pagi ini, dolar AS masih menguat secara global. Pada pukul 10:13 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,1%. 

Melihat dolar AS dan yen Jepang yang menguat, bisa ditebak bahwa investor sedang bermain aman. Tidak banyak pelaku pasar yang mau mengambil risiko dengan masuk ke pasar keuangan negara berkembang Asia dan memilih kembali ke pangkuan safe haven assets

Risiko di perekonomian global memang masih tinggi. Salah satunya muncul dari Eropa, dengan masalah yang menghinggapi sejumlah negara di Benua Biru. 

Di Italia, problem anggaran masih menjadi momok. Pelaku pasar mengkhawatirkan fiskal Negeri Pizza tahun anggaran 2019 yang dinilai terlalu agresif dengan defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) yang menurunkan proyeksi (outlook) Italia dari stabil menjdi negatif. Menurut S&P, rencana anggaran ini akan membebani pertumbuhan ekonomi dan upaya menurunkan utang pemerintah. 

"Kebijakan ekonomi dan anggaran pemerintah Italia akan membebani pertumbuhan ekonomi, yang menjadi kunci untuk menurunkan rasio utang. Dalam pandangan kami, rencana ekonomi dan fiskal Italia terlah menggerus kepercayaan investor, terlihat dari peningkatan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah," papar S&P dalam keterangan tertulisnya. 

Uni Eropa menolak rencana anggaran ini dan meminta Roma untuk melakukan revisi. Namun sejauh ini pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte masih keukeuh mempertahankan kebijakan mereka. 

Matteo Salvini, Wakil Perdana Menteri Italia, menilai hasil kajian S&P tidak kredibel. Dia pun merujuk ke krisis keuangan global 2008, yang disebutnya akibat kegagalan lembaga pemeringkat untuk melihat risiko. 

"Mereka adalah lembaga yang sama yang tidak melihat risiko krisis keuangan. Kami tidak akan mundur walau hanya setengah milimeter," tegas Salvini, dikutip dari Reuters. 

Tidak hanya di Italia, risiko di Benua Biru juga datang dari Jerman. Koalisi pemerintahan Kanselir Angela Merkel kian rapuh setelah kalah dalam pemilihan kepala daerah di negara bagian Hesse. Dua pekan sebelumnya, koalisi ini juga kalah dalam pemilihan di negara bagian Bavaria. 

Artinya posisi Merkel sebagai Kanselir pun menjadi lemah, karena dirongrong oleh para pimpinan negara bagian dari kubu yang berseberangan. Bisa saja akan ada lagi perubahan peta koalisi pemerintahan di Negeri Panser yang membuat situasi politik menjadi kurang kondusif. 

Jerman adalah perekonomian terbesar dan pemimpin de facto Uni Eropa. Masalah yang terjadi Jerman bisa menyebabkan seluruh Eropa merasakan dampaknya. 

Risiko lainnya datang dari Inggris. Seperti biasa, ada kabar kurang sedap dari proses perpisahan Inggris dengan Uni Eropa (Brexit).  

Setelah sebelumnya ada berita positif, di mana London dan Brussel dikabarkan hampir mencapai kesepakatan, kini situasi kembali mundur. Nasib perundingan Brexit menjadi penuh tanda tanya karena ada kabar Perdana Menteri Inggris Theresa May tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari parlemen untuk melanjutkan negosiasi. 

Perkembangan ini bisa kembali membuat investor memilih bermain aman. Risiko yang besar di Eropa membuat pelaku pasar tentu enggan mencoba-coba masuk ke negara berkembang. Rupiah pun terkena imbasnya.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular