Waspada! Pasokan AS dan Saudi Melimpah, Harga Minyak Amblas

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
26 October 2018 11:17
Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 turun 0,60% ke level US$ 76,43/barel hingga pukul 10.55 WIB hari ini.
Foto: REUTERS/Andy Buchanan
Jakarta, CNBC IndonesiaHarga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 turun 0,60% ke level US$ 76,43/barel hingga pukul 10.55 WIB hari ini. Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak Desemeber 2018 juga melemah 0,91% ke level US$ 66,72/barel.

Harga minyak mentah dunia tak mampu melanjutkan performa positif pada perdagangan kemarin. Pada penutupan perdagangan hari Kamis (25/10/2018), harga brent yang menjadi acuan di Eropa mampu menguat nyaris 1%. Sementara, harga light sweet yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) juga naik 0,76%.

Namun, energi penguatan itu sirna pada perdagangan hari ini. Harga brent kembali jatuh mendekati level terendahnya dalam 2 bulan terakhir. Sepanjang bulan Oktober saja, harga minyak Eropa ini sudah melemah di kisaran 8%.



Kemarin, harga minyak sebenarnya mendapatkan sentimen positif dari pulihnya bursa saham di New York. Pada perdagangan overnight, DJIA melesat 1,63%, S&P 500 melompat 1,86%, dan Nasdaq meroket 3,35%. "Kebakaran" di Wall Street sebelumnya kini sudah padam.

Melihat Nasdaq yang menguat paling tinggi, bisa ditebak bahwa penguatan Wall Street ditopang oleh saham-saham teknologi. Memang demikian adanya. Harga saham Microsoft terbang 5,84%, Intel melejit 4,46%, Cisco Systems melambung 3,18%, dan Apple melonjak 2,19%.

Laporan keuangan Microsoft yang oke punya membuat emiten ini mendapat apresiasi tinggi. Pendapatan pada kuartal III-2018 tercatat US$ 29,08 miliar, cukup jauh di atas konsensus yang dihimpun Reuters yaitu US$ 27,9 miliar. Angka tersebut juga naik 18,5% secara YoY.

Performa positif di pasar saham lantas sedikit meredakan kekhawatiran bahwa permintaan energi dunia akan melambat. Potensi perlambatan investasi dan ekonomi global kini sedikit memudar. Akhirnya, harga minyak pun mampu terangkat naik.

Meski demikian, angin segar itu sudah berlalu pada hari ini. Pelaku pasar kembali diingatkan pada sejumlah sentimen negatif yang sejatinya masih membayangi pasar minyak dunia. 

Pertama, cadangan minyak mentah di Negeri Paman Sam meningkat 6,3 juta barel pada pekan lalu, menurut data resmi dari US Energy Information Administration (EIA). Capaian itu jauh lebih besar dari ekspektasi pasar yakni peningkatan sebesar 3,7 juta barel.

Sudah 5 pekan berturut-turut, cadangan minyak AS terus mencatatkan kenaikan. Bahkan, dalam 5 pekan terakhir cadangannya sudah naik hingga 422 juta barel, tidak termasuk cadangan strategis sekitar 656 juta barel.

Sentimen ini diperparah dengan meningkatnya cadangan di pusat pengiriman Cushing (Oklahoma) sebesar 1,8 juta barel ke 33 juta barel, mengutip laporan dari Genscape.

Meningkatnya pasokan di AS lantas menjadi indikasi bahwa pasokan dunia sebenarnya tidak terlalu seret menyusul sanksi Negeri Adidaya pada Iran pada awal November mendatang. Persepsi ini lantas menjadi beban bagi harga minyak.

Kedua, Gubernur OPEC dari Arab Saudi Adeeb Al-Aama menyatakan bahwa pasar minyak dunia dapat mengalami kondisi kelebihin pasokan pada kuartal IV-2018.

"Pasar (minyak) di kuartal IV (2018) dapat bergerak ke situasi kelebihan pasokan, seiring adanya bukti peningkatan pasokan dalam beberapa minggu terakhir," ucap Al-Aama, seperti dikutip dari Reuters.

Kelebihan pasokan di Arab Saudi sebelumnya sudah diamini oleh Menteri Energi Saudi Khalid Al-Falih, meski sang menteri berencana untuk melakukan intervensi untuk mengurangi peningkatan cadangan dalam beberapa bulan terakhir.

"Kita (telah) memasuki tahap kekhawatiran terhadap peningkatan (cadangan minyak) ini," ujar Al-Falih kepada stasiun TV al-Ekhbariya, seperti dilansir dari Reuters.

Kondisi pasokan yang berlebih jelas menjadi pemberat bagi harga. Tidak hanya di Negeri Paman Sam, kini pasokan minyak pun tercatat membuncah di Negeri Padang Pasir. Harga minyak pun semakin tertekan.

Ketiga, dalam konferensi persnya, Gubernur Bank Sentral Eropa (ECB) menyatakan bahwa perekonomian Benua Biru sedang menghadapi tiga tantangan besar yaitu fiskal Italia yang ekspansif, Brexit, dan perang dagang AS vs China yang dampaknya mendunia.

"Memang ada sejumlah ketidakpastian. Ada momentum yang melemah, tapi tidak ada perlambatan (downturn)," tegas Draghi, mengutip Reuters.

Meski Draghi sendiri cukup percaya diri bahwa ketiga risiko tersebut bisa diatasi, namun pelaku pasar menangkap bahwa kerentanan yang ada masih cukup nyata. Akibatnya, lagi-lagi investor dibuat cemas bahwa permintaan energi global akan melambat akibat kondisi ekonomi dunia yang kurang kondusif. Akibatnya, harga minyak pun tidak punya pijakan untuk bisa menguat pada hari ini.

(TIM RISET CNBC INDONESIA) 

(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular