Dolar AS Boleh Lesu Lawan Mata Uang Utama, Tapi Tidak di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 October 2018 08:33
Dolar AS Boleh Lesu Lawan Mata Uang Utama, Tapi Tidak di Asia
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. No wonder, karena greenback memang sedang perkasa di Asia. 

Pada Kamis (25/10/2018), US$ 1 dibanderol Rp 15.200 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,03% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.


Seiring perjalanan pasar, pelemahan rupiah kian dalam. Pada pukul 08:07 WIB, US$ 1 sudah di Rp 15.2015 di mana rupiah kini melemah 0,07%.
 

Kemarin, rupiah juga ditutup melemah tipis 0,03%. Depresiasi rupiah terjadi kala mata uang Asia justru kebanyakan menguat. 


Tidak hanya rupiah berbagai mata uang utama Asia juga mayoritas terdepresiasi di hadapan dolar AS. Namun depresiasi mata uang Benua Kuning relatif terbatas. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:08 WIB: 

 

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Depresiasi tipis yang dialami mata uang Asia terjadi seiring berkurangnya pamor dolar AS. Greenback yang perkasa sejak kemarin kini mulai mengendur. 

Pada pukul 08:12 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama Asia) melemah 0,15%. Padahal sampai dini hari tadi, indeks ini masih naik di kisaran 0,4%. 

Aksi ambil untung sepertinya mulai menjangkiti dolar AS. Maklum saja, Dollar Index masih menguat 0,4% dalam sepekan terakhir. Bahkan penguatan Dollar Index mencapai 2,28% selama sebulan ke belakang, sehingga tidak heran jika investor tergoda mencairkan laba. 

Namun sejatinya dolar AS masih menyimpan banyak amunisi untuk menguat. Investor bisa sewaktu-waktu kembali ke pelukan mata uang Negeri Paman Sam yang punya status sebagai aset aman (safe haven). 

Pasalnya, risiko besar tengah menggelayuti Eropa. Puchasing Managers Index (PMI) versi IHS Markit Zona Euro pada untuk pembacaan final periode September tercatat 54,1 dan pembacaan acal untuk Oktober turun menjadi 52,7. Lebih rendah ketimbang konsensus Reuters yang memperkirakan di angka 53,9. 

"Ini adalah pertanda penurunan permintaan yang disebabkan oleh kekhawatiran terhadap perang dagang. Dunia usaha menunda rencana ekspansi dan perekrutan tenaga kerja. Sepertinya bukan sinyal yang baik," kata Chris Williamson, Chief Business Economist di IHS Markit, mengutip Reuters. 

Selain itu, pelaku pasar juga mencemaskan perkembangan di Italia dan Prancis yang sama-sama tengah bermasalah dengan Uni Eropa seputar anggaran. Brussel menilai Roma dan Prancis perlu lebih menerapkan disiplin fiskal agar rasio utang tidak semakin menggunung. 


Kemudian masih ada ketegangan hubungan AS-Arab Saudi terkait kasus pembunuhan Jamal Khasshogi, kolumnis harian Washington Post. Bahkan Presiden AS Donald Trump mulai berani menyatakan bahwa kemungkinan ada ketelibatan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. 

"Well, Pangeran menjalankan segalanya saat ini. Jadi kalau ada seseorang yang terlibat (dalam pembunuhan Khasshogi), kemungkinan dia juga," kata Trump dalam wawancara dengan Wall Street Journal. 

Wujud sanksi AS pun mulai terlihat. Kementerian Luar Negeri AS mencabut atau tidak mengizinkan pengesahan visa bagi 21 orang warga Arab Saudi.  

"Dunia harus tahu bahwa mereka yang terlibat, tidak hanya yang melakukan tetapi juga pihak-pihak yang terkait, harus bertanggung jawab. Sanksi ini bukan yang terakhir dari AS. Bapak Presiden maupun saya tidak senang dengan situasi ini," tegas Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS, mengutip Reuters. 

Berbagai faktor ini bisa membuat pelaku pasar lebih memilih dolar AS ketimbang aset-aset berisiko di Asia. Oleh karena itu, dolar AS tetap perkasa di Benua Kuning meski sedang melemah di hadapan mata uang utama dunia. Rupiah pun menjadi salah satu korbannya. 


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular