Rupiah Masih Lesu Jelang Pengumuman Suku Bunga Acuan BI

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
23 October 2018 13:15
Rupiah Masih Lesu Jelang Pengumuman Suku Bunga Acuan BI
Foto: REUTERS/Jose Luis Gonzalez/File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs rupiah masih bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), jelang pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) siang ini. 

Pada Selasa (23/10/2018) pukul 12:00 WIB, US$ 1 ditransaksikan pada level Rp 15.205 di pasar spot. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin. 



Tidak hanya rupiah, pergerakan mata uang di negara kawasan terhadap dolar AS pun cenderung melemah. Berikut data perdagangan sejumlah mata uang Asia hingga pukul 12:28 WIB : 

Mata UangBid TerakhirPerubahan (%)
Yen Jepang112.560,21
Yuan China6.940,05
Won Korsel1,136.53(0,37)
Dolar Taiwan32.89(0,30)
Rupee India73.77(0,30)
Dolar Singapura1.38(0,04)
Ringgit Malaysia4.16(0,02)
Bath Thailand32.88(0,27)
Peso Filipina53.90(0,19)
Keperkasaan dolar AS didorong oleh beberapa kondisi. Pertama, Jajak pendapat yang dilakukan Reuters terhadap lebih dari 500 ekonom menyatakan aura pesimisme kini semakin nyata. Dari 44 negara yang dicakup dalam survei, perlambatan ekonomi diperkirakan terjadi di 18 negara. Sementara proyeksi untuk 23 negara lainnya tidak berubah dan hanya tiga negara yang diramal mengalami perbaikan ekonomi.
 
Kondisi ini cukup jauh dibandingkan survei serupa pada awal tahun di mana 70% negara yang disurvei diperkirakan mengalami perbaikan ekonomi. Risiko utama yang membayangi perekonomian dunia adalah perang dagang AS vs China. Kedua adalah keketatan likuiditas global dan ketiga adalah kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam.
 
Berbagai risiko itu membuat pelaku pasar masih enggan mengambil risiko di instrumen berisiko di negara berkembang.
 
Kedua, perkembangan brexit sejauh ini masih mengkhawatirkan investor. Isu yang masih mengganjal masih seputar wilayah kepabeanan di Irlandia Utara. Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan, sebagian besar poin Brexit sudah disepakati tetapi ada satu yang paling mengganjal yaitu masalah wilayah kepabeanan itu.
 
Uni Eopa ingin Irlandia Utara tetap masuk wilayah kepabeanan mereka, sementara Inggris meminta tidak ada pemeriksaan pabean. May pun mengusulkan dua opsi yaitu penerapan masa transisi dan pembentukan pabean ganda Inggris-Uni Eropa.
 
Dengan waktu yang tersisa 5 bulan sebelum Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa, masih ada hambatan yang belum terselesaikan. Jika tidak ada kesepakatan alias no deal, Inggris harus bersiap dengan konsekuensi sulit berdagang dengan negara lain di Eropa Kontinental.
Deadlock proses Brexit ini menciptakan ketidakpastian bagi pelaku pasar.
 
Terakhir, ketegangan antara AS-Arab Saudi. Buntut dari tewasnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki) menyebabkan hubungan Negeri Paman Sam dan Negeri Kaya Minyak Bersitegang.
 
Riyadh mengklaim bahwa Khashoggi meninggal dunia setelah terlibat perkelahian yang tidak seimbang, 1 lawan 15. Namun Trump tidak mempercayai alasan itu.
 
"Saya tidak puas dengan apa yang saya dengar. Saya tidak ingin kehilangan investasi di sana, tetapi kami akan mengusut kasus ini sampai tuntas," tegas Trump kepada wartawan di Gedung Putih, mengutip Reuters.
 
Investasi yang dimaksud Trump adalah penjualan senjata. Tahun lalu, Arab Saudi berkomitmen membeli senjata dari AS senilai US$ 110 miliar.
 
Di sisi lain, negara-negara Eropa seperti Jerman, Prancis, Belanda, sampai Inggris juga mendesak Arab Saudi untuk segera menuntaskan kasus ini. Arab Saudi pun berjanji tidak akan membalas tekanan ini dengan memblokade pasokan minyak kepada negara-negara Barat.
 
Meski sampai saat ini Arab Saudi cukup kooperatif, tetapi tekanan demi tekanan bisa saja membuat kesabaran mereka habis. Jika itu itu terjadi, maka situasi di Timur Tengah menjadi tidak kondusif. Ketika hal ini terjadi, lagi-lagi dolar AS jadi buruan.
 
Ketiga kondisi ini mendorong permintaan terhadap greenback pun naik. Pergerakan dolar index (menggambarkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama) pada pukul 12:31 WIB, menguat 0,04% ke level 96,05.
Tekanan lain yang menghinggapi rupiah datang dari dalam negeri. Siang ini, BI dijadwalkan akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuannya per Oktober 2018.
 
Konsensus yang dihimpun tim CNBC Indonesia memperkirakan, Bank Indonesia (BI) akan menahan suku bunga acuannya di level 5,75%.
 
Josua Pardede, Ekonom Bank Permata, mengatakan belum ada kebutuhan untuk mengerek suku bunga acuan lebih lanjut pada bulan ini. Pasalnya, tingkat inflasi domestik masih terkendali. Rupiah pun relatif stabil dalam sepekan terakhir.
 
Namun, Josua memperkirakan siklus kenaikan suku bunga acuan tahun ini belum selesai. BI diperkirakan menaikkan suku bunga dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan depan.
 
"Meskipun BI diperkirakan mempertahankan tingkat suku bunga kebijakan pada RDG bulan ini, tetapi ruang pengetatan kebijakan moneter masih berpotensi terjadi pada November. Terutama setelah BI melakukan asessment pada data pertumbuhan ekonomi dan transaksi berjalan kuartal III serta mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed pada Desember," papar Josua.
 
Proyeksi suku bunga acuan yang ditahan, menyebabkan rupiah tidak punya amunisi menghadapi dolar AS. Dampaknya, rupiah pun masih bergerak melemah hingga siang ini.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular