Dihantui Switching ke Pasar Obligasi, Wall Street akan Naik

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 October 2018 19:49
Wall Street akan dibuka menguat untuk mengawali pekan ini.
Foto: REUTERS/Stephen Yang
Jakarta, CNBC Indonesia - Wall Street akan dibuka menguat untuk mengawali pekan ini: kontrak futures Dow Jones mengimplikasikan kenaikan sebesar 95 poin pada saat pembukaan, sementara S&P 500 dan Nasdaq diimplikasikan naik masing-masing sebesar 9 dan 40 poin.

Aksi beli di bursa saham Asia dan Eropa bisa ditransmisikan dengan baik ke bursa saham Negeri Paman Sam. Menutup hari ini, indeks Nikkei naik 0,37%, indeks Shanghai meroket 4,09%, indeks Hang Seng menguat 2,32%, indeks Strait Times naik 0,51%, dan indeks Kospi naik 0,25%. Sementara itu, indeks SXXP 600 yang berisi 600 perusahaan dari 17 negara di wilayah Eropa menguat 0,53% hingga berita ini diturunkan.

Melesatnya bursa saham Benua Kuning dipimpin oleh penguatan indeks Shanghai yang belum terbendung pasca menguat sebesar 2,58% pada hari Jumat (19/10/2018). Lemahnya angka pertumbuhan ekonomi China terus saja direspon positif oleh pelaku pasar saham disana.

Pada kuartal-III 2018, perekonomian Negeri Panda tercatat tumbuh sebesar 6,5% YoY, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 6,6% YoY. Capaian ini merupakan yang terendah sejak 2009 silam.

Lemahnya pertumbuhan ekonomi China mengindikasikan bahwa upaya otoritas untuk meredam timbunan utang, terutama yang termasuk dalam kategori shadow banking, telah membuahkan hasil.

Shadow banking merupakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana pihak ketiga seperti layaknya bank konvensional. Namun, berbeda dengan aktivitas perbankan konvensional, aktivitas shadow banking mendapatkan pengawasan yang lebih rendah dan cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi.

Permasalahan shadow banking di China merupakan salah satu risiko yang bisa membawa perekonomian dunia ke dalam jurang krisis. Moody's melaporkan bahwa nilai shadow banking di China per semester-I 2017 adalah sebesar US$ 9,72 triliun. Jika dikonversi dengan menggunakan kurs Rp 15.000/dolar AS, nilainya adalah sebesar Rp 145.800 triliun.

Selain itu, 3 tokoh penting di pasar keuangan China yakni Gubernur People's Bank of China, Gubernur China Securities Regulatory Commission Liu Shiyu, dan Gubernur China Banking and Insurance Regulatory Commission kompak menyuarakan dukungannya bagi pasar saham.

Beberapa langkah tercatat diambil oleh mereka guna mendukung kinerja pasar saham domestik, salah satunya dengan merilis rancangan regulasi yang memperbolehkan anak usaha bank yang berbentuk wealth management untuk secara langsung berinvestasi ke pasar saham.

Di sisi lain, potensi switching ke pasar obligasi membayangi penguatan Wall Street. Pada perdagangan hari ini, imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun terbitan pemerintah AS turun 0,8 bps ke level 3,194%, dari yang sebelumnya 3,202% pada hari Jumat (19/9/2018).

Imbal hasil yang masih terbilang menarik sangat mungkin membuat adanya switching besar-besaran dari pasar saham ke pasar obligasi. Terlebih, situasi juga cukup mendukung untuk melepas instrumen berisiko seperti saham.

Pemerintah Arab Saudi sudah menyatakan bahwa jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi tewas terbunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki) akibat perkelahian yang tidak seimbang, 1 lawan 15.

Namun, Presiden AS Donald Trump tidak percaya begitu saja. Menurutnya Riyadh masih memiliki hal yang ditutupi. "Jelas ada dusta, ada kebohongan," tegas Trump.

Sejauh ini, memang belum ada sanksi apapun yang dikeluarkan oleh AS untuk Arab Saudi. Memang, kesepakatan bisnis antara AS dengan Arab Saudi terbilang fantastis sehingga wajar jika pemerintahan Donald Trump terlihat sangat berhati-hati dalam bertindak. Tahun lalu misalnya, Arab Saudi berkomitmen membeli persenjataan dari AS senilai US$ 110 miliar.

Namun, jika terkonfirmasi nantinya bahwa Khashoggi justru disiksa dan dimutilasi seperti yang dilaporkan The New York Times, Trump bisa dipaksa bersikap luar biasa tegas dengan sekutunya tersebut.

Lebih lanjut, pada hari ini pemerintahan AS akan mengadakan lelang obligasi jangka pendek yakni tenor 13 dan 26 pekan. Target indikatif dalam lelang tersebut adalah US$ 45 miliar untuk tenor 13 pekan dan US$ 39 miliar untuk tenor 26 pekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article Wall Street Diramal Akan Liar Beberapa Hari ke Depan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular