Galau Seharian, Rupiah Menguat Saat Penutupan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 October 2018 16:50
Galau Seharian, Rupiah Menguat Saat Penutupan
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot awal pekan ini. Dolar AS memang sedang menjalani hari yang kurang oke, sehingga mampu disalip oleh rupiah dan beberapa mata uang utama Asia. 

Pada Senin (22/10/2018), US$ 1 dibanderol Rp 15.180 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,03% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Penguatan rupiah hari ini sudah terlihat sebelum pasar spot dibuka. Pasalnya, kurs rupiah di pasar Non-Deliverable Forwards sudah menunjukkan apresiasi di hadapan dolar AS. 


Saat pembukaan pasar spot, rupiah menguat tipis 0,02%. Selepas itu, rupiah bergerak dengan fluktuasi yang cukup tinggi meski hanya rentang sempit.

Rupiah bolak-balik masuk zona hijau dan merah. Penguatan maupun pelemahan yang terjadi tidak pernah berlangsung lama. 


Berikut pergerakan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah pada perdagangan hari ini: 



Mata uang utama cenderung melemah di hadapan dolar AS. Selain rupiah, mata uang lain yang menguat hanya dolar Hong Kong dan rupee India. Ketiga mata uang ini juga mencetak penguatan dengan besaran identik yaitu 0,03%. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:14 WIB: 

 

Dolar AS sedang menjalani hari yang kurang meyakinkan. Pada pukul 16:18 WIB, Dollar Index (yang menunjukkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,01%. Sejak pagi tadi, Dollar Index tidak menyentuh zona hijau. 

Namun di Asia, dolar AS masih bisa menancapkan kukunya. Sebab investor belum bisa jauh-jauh berpisah dari dolar AS. Buktinya koreksi Dollar Index hanya terjadi dalam rentang tipis. Artinya arus modal yang keluar dari dolar AS tidak terlampau signifikan. 

Sebab, awan hitam masih bergelayut di atas perekonomian global. Jajak pendapat yang dilakukan Reuters terhadap lebih dari 500 ekonom menyatakan aura pesimisme kini semakin nyata. 

Dari 44 negara yang dicakup dalam survei, perlambatan ekonomi diperkirakan terjadi di 18 negara. Sementara proyeksi untuk 23 negara lainnya tidak berubah dan hanya tiga negara yang diramal mengalami perbaikan ekonomi. Kondisi ini cukup jauh dibandingkan survei serupa pada awal tahun di mana 70% negara yang disurvei diperkirakan mengalami perbaikan ekonomi.

Risiko utama yang membayangi perekonomian dunia adalah perang dagang AS vs China. Kedua adalah keketatan likuiditas global dan ketiga adalah kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam. 

Berbagai risiko itu membuat pelaku pasar masih enggan mengambil risiko di instrumen berisiko di negara berkembang. Bahkan di pasar saham Indonesia, investor asing membukukan jual bersih Rp 64,54 miliar. 

Penguatan rupiah mungkin lebih banyak disokong oleh aliran modal di pasar obligasi negara. Imbal hasil (yield) untuk sejumlah tenor bergerak turun. Penurunan yield adalah pertanda harga obligasi sedang naik karena tingginya minat investor. 

Yield obligasi pemerintah tenor 3 bulan turun 7,9 basis poin (bps) ke 6,092%. Sementara untuk tenor 6 bulan, yield 6,3 bps menjadi 6,289%. 

Kemudian untuk tenor 5 tahun, yield turun 6 bps ke 8,508%. Lalu untuk tenor 20 tahun, yield turun 10 bps menjadi 9,02%. 

Minat yang tinggi terhadap obligasi pemerintah Indonesia muncul seiring harganya yang sudah murah. Sejak awal bulan ini, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun menanjak 62,6 bps. Tentunya harga instrumen ini juga sudah 'terbanting' sehingga menarik perhatian pelaku pasar.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular