Saham Perbankan Belum Perform, IHSG Hanya Naik Tipis 0,05%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 October 2018 16:46
Hingga akhir sesi 2, IHSG hanya naik tipis 0,05% ke level 5.840,44.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali gagal memanfaatkan momentum. Hingga akhir sesi 2, IHSG hanya naik tipis 0,05% ke level 5.840,44. Di sisi lain, bursa saham utama kawasan Asia membukukan penguatan yang lebih besar: indeks Nikkei naik 0,37%, indeks Shanghai meroket 4,09%, indeks Hang Seng menguat 2,32%, indeks Strait Times naik 0,38%, dan indeks Kospi naik 0,25%.

Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 6 triliun dengan volume sebanyak 8,89 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 314.829 kali.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi penguatan IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,88%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (+1,98%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (+3,08%), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+1,48%), dan PT Adaro Energy/ADRO (+1,76%).

Melesatnya bursa saham Benua Kuning dipimpin oleh penguatan indeks Shanghai yang belum terbendung pasca menguat sebesar 2,58% pada hari Jumat (19/10/2018). Lemahnya angka pertumbuhan ekonomi China terus saja direspon positif oleh pelaku pasar saham disana.

Pada kuartal III-2018, perekonomian Negeri Panda tercatat tumbuh sebesar 6,5% YoY, lebih rendah dari ekspektasi yang sebesar 6,6% YoY. Capaian ini merupakan yang terendah sejak 2009 silam.

Lemahnya pertumbuhan ekonomi China mengindikasikan bahwa upaya otoritas untuk meredam timbunan utang, terutama yang termasuk dalam kategori shadow banking, telah membuahkan hasil.

Shadow banking merupakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana pihak ketiga seperti layaknya bank konvensional. Namun, berbeda dengan aktivitas perbankan konvensional, aktivitas shadow banking mendapatkan pengawasan yang lebih rendah dan cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi.

Permasalahan shadow banking di China merupakan salah satu risiko yang bisa membawa perekonomian dunia ke dalam jurang krisis. Moody's melaporkan bahwa nilai shadow banking di China per semester I-2017 adalah sebesar US$ 9,72 triliun. Jika dikonversi dengan menggunakan kurs Rp 15.000/dolar AS, nilainya adalah sebesar Rp 145.800 triliun.

Selain itu, 3 tokoh penting di pasar keuangan China yakni Gubernur People's Bank of China, Gubernur China Securities Regulatory Commission Liu Shiyu, dan Gubernur China Banking and Insurance Regulatory Commission kompak menyuarakan dukungannya bagi pasar saham.

Beberapa langkah tercatat diambil oleh mereka guna mendukung kinerja pasar saham domestik, salah satunya dengan merilis rancangan regulasi yang memperbolehkan anak usaha bank yang berbentuk wealth management untuk secara langsung berinvestasi ke pasar saham.

Dari dalam negeri, positifnya rilis kinerja keuangan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang tak juga direspons positif membuat bursa saham dalam negeri tak bisa menguat terlalu banyak. Pada penutupan perdagangan hari ini, harga saham BMRI ditutup flat di level Rp 6.450/saham. Harga saham BMRI pada perdagangan intraday sempat melemah ke level Rp 6.375/saham.

Terhitung sejak mengumumkan kinerja keuangan pada hari Rabu (17/10/2018) hingga akhir perdagangan hari ini, harga saham BMRI melemah 0,78%.

Sepanjang kuartal III-2018, bank pimpinan Kartika Wirjoatmodjo ini membukukan pendapatan bunga bersih/net interest income (NIM) sebesar Rp 13,9 triliun, mengalahkan konsensus yang dihimpun Reuters sebesar Rp 13,6 triliun. Sementara itu, laba bersih tercatat sebesar Rp 5,9 triliun, di atas estimasi yang sebesar Rp 5,3 triliun.

Sejumlah indikator pun menunjukkan perbaikan pada 9 bulan pertama tahun ini jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Return on equity (ROE) melejit 135 bps menjadi 14,1%, dari yang sebelumnya 12,8%, sementara non-performing loan (NPL) turun 74 bps menjadi 3%, dari yang sebelumnya 3,8%. Terakhir, penyaluran kredit melesat 13,8% YoY sepanjang 9 bulan pertama tahun ini, jauh membaik dibandingkan capaian tahun 2017 yang sebesar 9,8% YoY saja.

Ada kemungkinan, kenaikan harga saham BMRI yang sangat pesat tahun lalu membuat valuasinya berada di level yang relatif tinggi sehingga walaupun kinerja keuangannya positif, sahamnya tak menjadi buruan investor. Sepanjang tahun lalu, harga saham BMRI sudah meroket 38,2%.

Sementara itu, harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) justru melemah 0,96% dan menjadikannya saham dengan kontribusi negatif terbesar bagi IHSG. Bisa jadi, performa negatif dari saham BMRI dalam beberapa hari terakhir ikut merembet ke kompetitornya.

Investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 64,5 miliar di pasar saham tanah air. 5 besar saham yang paling banyak dilepas investor asing adalah: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 160 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 36,6 miliar), PT Indosat Tbk/ISAT (Rp 17,5 miliar), PT Adaro Energy Tbk/ADRO (Rp 17,3 miliar), dan PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (Rp 16,1 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/wed) Next Article Pasca Libur Lebaran, IHSG Anjlok

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular