Rupiah Berbalik Menguat, Tapi Masih Rapuh

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 October 2018 15:18
Rupiah Berbalik Menguat, Tapi Masih Rapuh
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu berbalik menguat. Namun penguatan yang masih sangat tipis membuat rupiah beridiri atas lapisan es tipis, bisa kembali terperosok kapan saja. 

Pada Jumat (19/10/2018) pukul 15:08 WIB, US$ 1 di pasar spot sama dengan Rp 15.185. Rupiah menguat tipis 0,05% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Rupiah dibuka melemah 0,02%. Setelah pembukaan, depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS kembali menyentuh kisaran Rp 15.200. 

Namun selepas tengah hari, pelemahan rupiah terus berkurang hingga akhirnya mampu berbalik menguat meski sangat tipis. Rupiah kini sudah sekamar dengan mayoritas mata uang Asia yang menguat terhadap dolar AS. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 14:51 WIB: 



Mayoritas mata uang Asia ternyata cukup hebat, bisa menguat ketika dolar AS sebenarnya sedang perkasa. Pada pukul 14:53 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,16%. 

Sepertinya mata uang Benua Kuning mendapat suntikan tenaga dari perkembangan di China. Betul bahwa pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu melambat dari 6,6% pada kuartal II-2018 menjadi 6,5% pada kuartal III-2018. Laju pertumbuhan pada Juli-September 2018 itu adalah yang paling lambat sejak kuartal I-2009. 

Namun pemerintah China tidak tinggal diam. China Securities Regulatory Commission (CSRC) mengumumkan akan memberikan stimulus untuk menggairahkan pasar modal di sana. Liu Shiyu, Ketua CSRC, mengatakan akan mendorong lembaga pengelola dana (equity fund) untuk membeli lebih banyak saham di bursa. Kemudian, Liu pun menyatakan pihaknya akan mempermudah proses merger dan akuisisi. 

Ditambah lagi regulator perbankan dan asuransi China juga memberi insentif berupa kelonggaran berinvestasi bagi produk wealth management perbankan untuk langsung membeli saham. Ini akan menambah jumlah investor di pasar saham China. 

Angin segar dari China ini membuat investor global mulai melirik pasar keuangan Asia. Meski dolar AS masih perkasa, tetapi Asia juga menawarkan sesuatu yang menarik. 

Akibatnya arus modal mulai masuk ke pasar keuangan Benua Kuning, termasuk Indonesia. Di pasar saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih melemah 0,03% pada pukul 15:06 WIB. Masih merah, tetapi jauh lebih baik dibandingkan koreksi 0,6% saat pembukaan.

Aliran dana yang mulai masuk ini sedikit banyak membantu rupiah sehingga mampu berbalik menguat. Namun dengan penguatan yang masih tipis, rupiah harus tetap waspada. Dolar AS masih perkasa, dan bisa balik menyerang kapan saja. 

Penguatan dolar AS datang dari dalam dan luar negeri. Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia edisi Oktober 2018 menanjak ke angka 22,2, melampaui ekspektasi pasar sebesar 19,7.

Kemudian, jumlah warga yang mengajukan klaim pengangguran di AS turun 5.000 orang ke 210.000 pada pekan lalu, lebih rendah dari konsensus Reuters sebesar 212.000. Data pekan lalu tidak jauh dari level terendah sejak November 1969 yang dicapai pada pertengahan September, yakni sebesar 202.000. 

Kedua data di atas memberikan sinyal bahwa pasar tenaga kerja dan perekonomian AS memang masih berada di posisi yang solid. Artinya, cukup alasan bagi The Federal Reserve/The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember. 

Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan imbalan investasi di AS sehingga meningkatkan permintaan greenback. Peningkatan permintaan akan membuat dolar AS kian perkasa. 

Sementara dari eksternal, perkembangan global sedang kurang kondusif. Perdebatan soal anggaran negara di Italia semakin panas setelah Uni Eropa menyebut kebijakan fiskal Negeri Pizza tahun depan merupakan pelanggaran yang serius. 

Selain itu, hubungan AS-Arab Saudi juga menegang karena kasus hilangnya kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul (Turki). Presiden AS Donald Trump mulai percaya bahwa Khashoggi dibunuh di tempat itu. Trump pun tidak menerapkan sanksi tegas jika pembunuhan itu terbukti. 

Perkembangan ini bisa membuat investor kembali memilih bermain aman dan kembali ke hangatnya pelukan dolar AS. Apabila ini terjadi, maka rupiah dan mata uang Asia lainnya berpotensi kembali ke zona merah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular