
Ekspor Iran Makin Suram, Harga Minyak Naik 3 Hari Beruntun
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 October 2018 10:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 naik 0,32% ke level US$81,04/barel hingga pukul 10.13 WIB, pada perdagangan hari Selasa (16/10/2018). Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak November 2018 menguat 0,15% ke level US$71,89/barel.
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak melanjutkan performa positif pada perdagangan kemarin. Pada penutupan perdagangan hari Senin (15/10/2018), harga brent dan light sweet kompak menguat masing-masing sebesar 0,43% dan 0,62%.
Sentimen positif bagi pergerakan harga sang emas hitam hari ini datang dari Timur Tengah, yakni panasnya hubungan Amerika Serikat (AS)-Arab Saudi, serta tanda-tanda ekspor Iran yang mulai jatuh menyusul berlakunya sanksi dari Washington pada November mendatang.
Iran mengekspor 1,33 juta barel/hari pada beberapa negara seperti India dan China pada dua pekan pertama Bulan Oktober, mengutip data Refinitiv Eikon. Jumlah itu turun cukup signifikan dari 2,5 juta barel/hari pada bulan April, sebelum Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran di Mei.
Menyusul sanksi yang akan berlaku pada 4 November mendatang, AS memang mengancam negara-negara dan korporasi untuk mengurangi impor minyak mentah asal Iran hingga ke titik "nol". Teranyar, Korea Selatan sudah tidak lagi mengimpor minyak mentah dari Iran per September lalu. Hal ini merupakan yang pertama kalinya dalam 6 tahun terakhir.
Seiring risiko disrupsi pasokan dari Teheran kini semakin mencuat, kemarin Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan bahwa negaranya telah berkomitmen untuk memenuhi permintaan minyak mentah India yang terus meningkat.
Tidak hanya itu, Saudi juga menegaskan akan menjadi "penyerap tekanan/shock absorber" untuk semakin langkanya pasokan di pasar minyak mentah.
Sikap Saudi tersebut sempat menekan harga minyak kemarin, namun tidak lama. Pasalnya, Negeri Padang Pasir kini sedang bersitegang dengan Negeri Paman Sam. Kemarin Trump melontarkan ancaman kepada pemerintah Saudi. Ancaman itu berkaitan dengan drama pembunuhan Jamal Khashoggi.
BACA: Arab Saudi - AS Tegang, Harga Minyak Kuat di Awal Pekan
Seperti diketahui, Khashoggi, salah seorang wartawan terkemuka asal Negeri Paman Sam yang kerapkali menyampaikan kritik bagi pemerintahan Arab Saudi, menghilang pada 2 Oktober 2018 lalu. Ia diduga dibunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.
Dari perkembangan teranyar, Trump telah menginstruksikan jajarannya untuk melakukan investigasi menyeluruh bagi perkembangan kasus Khashoggi.
"Bapak Presiden (Trump) telah menginstruksikan adanya penyelidikan dan investigasi terbuka atas hilangnya wartawan Washington Post Jamal Khashoggi," kata Heather Nauert, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, dikutip dari Reuters. Mendapat perintah dari Presiden Trump, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan bertolak ke Riyadh.
Sementara Raja Salman dari Arab Saudi juga memerintahkan penyelidikan internal atas menghilangnya Khasoggi. Arab Saudi juga bekerja sama dengan Turki sebagai locus delicti atau lokasi terjadinya kasus.
Sebelumnya, kepolisian Turki menyebut memiliki rekaman audio bahwa Khasoggi terbunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul. Oleh karena itu, seorang sumber menyebutkan Riyadh sedang menyiapkan laporan yang berisi Khasoggi tewas karena proses interogasi yang salah di kantor konsulat.
Bila ini yang terjadi, maka Saudi sepertinya harus bersiap menghadapi murka AS. Bisa saja Arab Saudi mendapat sanksi ekonomi seperti Iran, yaitu dilarang mengekspor minyak. Ujung-ujungnya muncul sentimen seretnya pasokan yang mampu menopang harga minyak hari ini.
Meski demikian, penguatan harga minyak light sweet yang menjadi acuan di AS agak terbatas. Penyebabnya, cadangan minyak mentah AS di pekan lalu diramal meningkat menjadi 1,1 juta barel, berdasarkan konsensus yang dihimpun Reuters. Kenaikan itu lantas menjadi yang keempat pekan secara berturut-turut.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak melanjutkan performa positif pada perdagangan kemarin. Pada penutupan perdagangan hari Senin (15/10/2018), harga brent dan light sweet kompak menguat masing-masing sebesar 0,43% dan 0,62%.
Sentimen positif bagi pergerakan harga sang emas hitam hari ini datang dari Timur Tengah, yakni panasnya hubungan Amerika Serikat (AS)-Arab Saudi, serta tanda-tanda ekspor Iran yang mulai jatuh menyusul berlakunya sanksi dari Washington pada November mendatang.
Iran mengekspor 1,33 juta barel/hari pada beberapa negara seperti India dan China pada dua pekan pertama Bulan Oktober, mengutip data Refinitiv Eikon. Jumlah itu turun cukup signifikan dari 2,5 juta barel/hari pada bulan April, sebelum Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran di Mei.
Menyusul sanksi yang akan berlaku pada 4 November mendatang, AS memang mengancam negara-negara dan korporasi untuk mengurangi impor minyak mentah asal Iran hingga ke titik "nol". Teranyar, Korea Selatan sudah tidak lagi mengimpor minyak mentah dari Iran per September lalu. Hal ini merupakan yang pertama kalinya dalam 6 tahun terakhir.
Seiring risiko disrupsi pasokan dari Teheran kini semakin mencuat, kemarin Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan bahwa negaranya telah berkomitmen untuk memenuhi permintaan minyak mentah India yang terus meningkat.
Tidak hanya itu, Saudi juga menegaskan akan menjadi "penyerap tekanan/shock absorber" untuk semakin langkanya pasokan di pasar minyak mentah.
Sikap Saudi tersebut sempat menekan harga minyak kemarin, namun tidak lama. Pasalnya, Negeri Padang Pasir kini sedang bersitegang dengan Negeri Paman Sam. Kemarin Trump melontarkan ancaman kepada pemerintah Saudi. Ancaman itu berkaitan dengan drama pembunuhan Jamal Khashoggi.
BACA: Arab Saudi - AS Tegang, Harga Minyak Kuat di Awal Pekan
Seperti diketahui, Khashoggi, salah seorang wartawan terkemuka asal Negeri Paman Sam yang kerapkali menyampaikan kritik bagi pemerintahan Arab Saudi, menghilang pada 2 Oktober 2018 lalu. Ia diduga dibunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.
Dari perkembangan teranyar, Trump telah menginstruksikan jajarannya untuk melakukan investigasi menyeluruh bagi perkembangan kasus Khashoggi.
"Bapak Presiden (Trump) telah menginstruksikan adanya penyelidikan dan investigasi terbuka atas hilangnya wartawan Washington Post Jamal Khashoggi," kata Heather Nauert, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, dikutip dari Reuters. Mendapat perintah dari Presiden Trump, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan bertolak ke Riyadh.
Sementara Raja Salman dari Arab Saudi juga memerintahkan penyelidikan internal atas menghilangnya Khasoggi. Arab Saudi juga bekerja sama dengan Turki sebagai locus delicti atau lokasi terjadinya kasus.
Sebelumnya, kepolisian Turki menyebut memiliki rekaman audio bahwa Khasoggi terbunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul. Oleh karena itu, seorang sumber menyebutkan Riyadh sedang menyiapkan laporan yang berisi Khasoggi tewas karena proses interogasi yang salah di kantor konsulat.
Bila ini yang terjadi, maka Saudi sepertinya harus bersiap menghadapi murka AS. Bisa saja Arab Saudi mendapat sanksi ekonomi seperti Iran, yaitu dilarang mengekspor minyak. Ujung-ujungnya muncul sentimen seretnya pasokan yang mampu menopang harga minyak hari ini.
Meski demikian, penguatan harga minyak light sweet yang menjadi acuan di AS agak terbatas. Penyebabnya, cadangan minyak mentah AS di pekan lalu diramal meningkat menjadi 1,1 juta barel, berdasarkan konsensus yang dihimpun Reuters. Kenaikan itu lantas menjadi yang keempat pekan secara berturut-turut.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular