
DBS: Kenaikan Harga Pertamax Cs tak Cukup Jinakkan CAD
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 October 2018 21:00

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU, khususnya Pertamax Series dan Dex Series, serta Biosolar Non PSO mulai Rabu (10/10/2018).
Pertamina menetapkan harga Pertamax di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi Rp 10.400/liter, Pertamax Turbo Rp 12.250/ liter, Pertamina Dex Rp 11.850/liter, Dexlite Rp 10.500/liter, dan Biosolar Non PSO Rp 9.800/liter.
Kenaikan tersebut merupakan yang terbesar pada tahun ini, sekaligus menjadi kenaikan ke-empat pada tahun 2018.
Bagaimana dampak kenaikan harga Pertamax cs tehadap perekonomian RI? Berikut ulasan dari riset grup DBS.
Dampak Terhadap Inflasi Masih Ringan
Pertamax cs berkontribusi kurang dari 30% dari total BBM yang dikonsumsi di Tanah Air, sedangkan total BBM hanya berkontribusi sebesar 3% di dalam keranjang Indeks Harga Konsumen (IHK).
DBS mengestimasikan potensi dampak kenaikan harga Pertamax cs akan lebih rendah dari 0,3 persen poin (ppt) pada inflasi tahunan (year-on-year/YoY) tiap bulannya.
Lebih lanjut, dampak inflasi akan lebih ringan seiring efek substitusi kini muncul seiring selisih harga antara Pertamax cs dan Pertalite-Premium menjadi lebih besar.
Adapun secara historis, 3 kali peningkatan harga sebelumnya di tahun ini (pada Januari, Februari, dan Juli), tidak memengaruhi inflasi secara signifikan.
Dengan asumsi inflasi kelompok makanan stabil, serta tidak ada lagi kenaikan harga BBM hingga akhir tahun, DBS memperkirakan inflasi tahun 2018 berada di angka 3,6%. Nilai itu masih berada di dalam rentang inflasi Bank Indonesia (3,5 +/- 1 %).
Tidak Cukup Untuk Menjinakkan Defisit Transaksi Berjalan
Ada dua alasan mengapa kenaikan harga Pertamax cs saja tidak akan cukup untuk menyehatkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Pertama, Pertamax cs memiliki tingkat elastisitas permintaan yang kurang elastis. Artinya, meski harganya naik, nampaknya konsumen tidak akan mengurangi konsumsinya secara signifikan.
Kedua, bahkan jika harga yang lebih tinggi mampu memberikan dampak pada permintaan, proporsinya cenderung kecil. Oleh karena itu, kenaikan harga yang lebih luas pada jenis BBM lainnya diperlukan untuk menjamin dampak yang lebih signifikan bagi perbaikan CAD.
Secara Keseluruhan, Kebijakan ini Positif, Tapi...
Kenaikan harga Pertamax Cs menunjukkan pemerintah mampu merespons ketidakpastian pada pasar minyak domestik yang terus berkembang. Terdapat kekhawatiran bahwa neraca keuangan Pertamina tergerus akibat menanggung kerugian selisih harga yang terjadi.
Kemudian, terdapat pula risiko fiskal yang juga membayangi seiring pemerintah cepat atau lambat akan menutupi kerugian yang terjadi, khususnya yang terkait dengan BBM bersubsidi.
Harga minyak mentah sudah meningkat sebanyak 35% di sepanjang tahun ini, diiringi dengan kenaikan harga Pertamax dan Pertamina Dex masing-masing sebesar 21% dan 28%.
Akan tetapi, pemerintah perlu sadar bahwa mayoritas harga BBM belum berubah. Di tahun ini, premium sama sekali tidak mengalami perubahan, sementara Pertalite hanya naik sebesar 2,6%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/RHG) Next Article Simak! Ramalan Ekonomi dari CEO Bank Terbesar Asia Tenggara
Pertamina menetapkan harga Pertamax di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi Rp 10.400/liter, Pertamax Turbo Rp 12.250/ liter, Pertamina Dex Rp 11.850/liter, Dexlite Rp 10.500/liter, dan Biosolar Non PSO Rp 9.800/liter.
Kenaikan tersebut merupakan yang terbesar pada tahun ini, sekaligus menjadi kenaikan ke-empat pada tahun 2018.
Dampak Terhadap Inflasi Masih Ringan
Pertamax cs berkontribusi kurang dari 30% dari total BBM yang dikonsumsi di Tanah Air, sedangkan total BBM hanya berkontribusi sebesar 3% di dalam keranjang Indeks Harga Konsumen (IHK).
DBS mengestimasikan potensi dampak kenaikan harga Pertamax cs akan lebih rendah dari 0,3 persen poin (ppt) pada inflasi tahunan (year-on-year/YoY) tiap bulannya.
Lebih lanjut, dampak inflasi akan lebih ringan seiring efek substitusi kini muncul seiring selisih harga antara Pertamax cs dan Pertalite-Premium menjadi lebih besar.
Adapun secara historis, 3 kali peningkatan harga sebelumnya di tahun ini (pada Januari, Februari, dan Juli), tidak memengaruhi inflasi secara signifikan.
Dengan asumsi inflasi kelompok makanan stabil, serta tidak ada lagi kenaikan harga BBM hingga akhir tahun, DBS memperkirakan inflasi tahun 2018 berada di angka 3,6%. Nilai itu masih berada di dalam rentang inflasi Bank Indonesia (3,5 +/- 1 %).
Tidak Cukup Untuk Menjinakkan Defisit Transaksi Berjalan
Ada dua alasan mengapa kenaikan harga Pertamax cs saja tidak akan cukup untuk menyehatkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Pertama, Pertamax cs memiliki tingkat elastisitas permintaan yang kurang elastis. Artinya, meski harganya naik, nampaknya konsumen tidak akan mengurangi konsumsinya secara signifikan.
Kedua, bahkan jika harga yang lebih tinggi mampu memberikan dampak pada permintaan, proporsinya cenderung kecil. Oleh karena itu, kenaikan harga yang lebih luas pada jenis BBM lainnya diperlukan untuk menjamin dampak yang lebih signifikan bagi perbaikan CAD.
Secara Keseluruhan, Kebijakan ini Positif, Tapi...
Kenaikan harga Pertamax Cs menunjukkan pemerintah mampu merespons ketidakpastian pada pasar minyak domestik yang terus berkembang. Terdapat kekhawatiran bahwa neraca keuangan Pertamina tergerus akibat menanggung kerugian selisih harga yang terjadi.
Kemudian, terdapat pula risiko fiskal yang juga membayangi seiring pemerintah cepat atau lambat akan menutupi kerugian yang terjadi, khususnya yang terkait dengan BBM bersubsidi.
Harga minyak mentah sudah meningkat sebanyak 35% di sepanjang tahun ini, diiringi dengan kenaikan harga Pertamax dan Pertamina Dex masing-masing sebesar 21% dan 28%.
Akan tetapi, pemerintah perlu sadar bahwa mayoritas harga BBM belum berubah. Di tahun ini, premium sama sekali tidak mengalami perubahan, sementara Pertalite hanya naik sebesar 2,6%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(RHG/RHG) Next Article Simak! Ramalan Ekonomi dari CEO Bank Terbesar Asia Tenggara
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular