Menguat 0,2%, Rupiah Finis di Peringkat Tiga

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 October 2018 16:44
Menguat 0,2%, Rupiah Finis di Peringkat Tiga
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot awal pekan ini. Namun dolar AS gagal dijaga di bawah Rp 15.200. 

Pada Jumat (12/10/2018), US$ 1 sama dengan Rp 15.200 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,2% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.  
Posisi rupiah pada penutupan pasar spot identik dengan kala pembukaan. Rupiah sempat menguat lebih tajam dari ini, dan bahkan menjadi yang terbaik di antara mata uang Asia.


Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 



Seperti halnya rupiah, berbagai mata uang Asia pun mampu menguat terhadap dolar AS. Hari ini rupiah harus puas finis di posisi ketiga. Mata uang dengan kinerja terbaik jatuh kepada rupee India, dan posisi runner-up ditempati dolar Taiwan. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 16:16 WIB: 

 

Angin surga bertiup kencang bagi rupiah dan mata uang Asia lainnya. Angin ini datang dari kabar rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Argentina bulan depan. 

"Ada perkembangan ke arah sana, tetapi belum konkret. Mereka (Trump dan Xi) punya banyak hal yang perlu dibicarakan, jadi kita lihat nanti," kata Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip CNBC Internasional. 

G20 pun siap menjadi fasilitator pertemuan tersebut. Nicolas Dujovne, Menteri Keuangan Argentina, mengatakan tensi perang dagang As vs China harus diredakan.  

"G20 bisa menyediakan ruang untuk diskusi. Kita tahu bahwa tensi perdagangan sedang naik, dan kita semua harus berupaya menyelesaikannya. Kita semua sepakat tensi dagang ini harus diturunkan karena berdampak kepada sentimen di pasar dan volatilitas," tegas Dujovne, mengutip Reuters. 

Perang dagang AS vs China adalah salah satu risiko terbesar di perekonomian global saat ini. Bagaimana tidak, keduanya adalah kekuatan ekonomi terbesar dunia saat ini. Saat mereka saling hambat perdagangan, maka rantai pasok (supply chain) global tentu terganggu. 

Belum lagi perang dagang ini melebar jadi perang mata uang dan perang investasi. China dituding sengaja melemahkan mata uang yuan agar produk mereka tetap murah dan laku di pasar ekspor. Sementara AS tengah menggodok rencana membatasi aktivitas investasi perusahaan China di Negeri Paman Sam dengan alasan menjaga kepentingan dan keamanan nasional. 

Pertemuan Trump dan Xi diharapkan bisa menghasilkan sesuatu, setidaknya komitmen untuk tidak lagi saling 'berbalas pantun' dengan mengenakan bea masuk. Dengan begitu, ada harapan perang dagang berganti menjadi damai dagang. 

Ditambah lagi hasil laporan Kementerian Keuangan yang menyebutkan bahwa China bukanlah negara manipulator kurs. Rekomendasi ini sekaligus memupuskan anggaran Trump yang selama ini menuding China sengaja melemahkan nilai tukar yuan agar produknya tetap bisa bersaing di pasar global. 

Mengutip Reuters, laporan internal telah disampaikan kepada Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin bahwa China tidak melakukan manipulasi kurs. Meski begitu, pemerintah AS tetap akan menempatkan China di daftar pemantauan.

Laporan ini bisa semakin membuka pintu dialog Washington-Beijing. Oleh karena itu, peluang untuk mengubah perang dagang menjadi damai dagang tidak bisa dikesampingkan begitu saja. 

Aura positif merebak di pasar. Investor pun keluar dari sarangnya, tidak bermain aman dan berani mengambil risiko. Aset-aset di negara berkembang pun jadi incaran, termasuk di Indonesia. Ini tentu membantu penguatan rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular