Rupiah & Saham Menguat, Pasar Obligasi Belum Dilirik

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
12 October 2018 11:38
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah terkoreksi signifikan pada awal perdagangan hari ini, meskipun kondisi iklim investasi global hari ini membaik dan terdapat aliran investasi global ke pasar domestik. 

Merujuk data Reuters, koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat/menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. 

Seri acuan yang paling melemah di penghujung pekan ini adalah seri 10 tahun, dengan kenaikan yield 16 basis poin (bps) menjadi 8,74%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri acuan lain juga terkoreksi yaitu seri 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun, dengan kenaikan yield 10 bps, 8 bps, dan 3 bps. 

Yield Obligasi Negara Acuan 12 Oct 2018
SeriBenchmarkYield 11 Okt 2018 (%) Yield 12 Oct 2018 (%)Selisih (basis poin)
FR00635 tahun8.3338.43410.10
FR006410 tahun8.5888.74816.00
FR006515 tahun8.7758.8578.20
FR007520 tahun9.0029.0363.40
Avg movement9.42
Sumber: Reuters 

Koreksi masih terjadi di pasar SBN meskipun semalam data inflasi AS menunjukkan realisasi inflasi yang lebih rendah daripada ekspektasi. 

Realisasi inflasi AS yang lebih rendah daripada ekspektasi tersebut membuat tekanan pada potensi penaikan suku bunga acuan bank sentral AS menjadi semakin berkurang. 

Kekhawatiran investor global yang berkurang tersebut membuat pemburu cuan dunia mulai berani menyasar portofolionya ke instrumen yang lebih berisiko, salah satunya di pasar negara berkembang seperti Indonesia. 

Sayangnya, dana tersebut baru mengalir ke pasar saham serta rupiah, belum terlihat jejaknya di pasar efek utang rupiah pemerintah. 

Koreksi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 557 bps. 

Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3,17%, stagnan dibanding posisi hari sebelumnya. 

Spread yang kembali melebar, ditambah faktor stagnansi yield US Treasury, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek. 

Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya. 

Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 847,37 triliun SBN rupiah, berporsi 36,87% dari total beredar Rp 2.298 triliun. 

Pelemahan di pasar surat utang hari ini tidak sejalan dengan penguatan yang sudah terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang. 

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I menguat 0,98% ke Level 5.758,41

Nilai tukar rupiah menguat 0,24% menjadi Rp 15.193 di hadapan setiap dolar AS, seiring dengan pergerakan dolar AS di hadapan mata uang utama dunia. 

Posisi dolar AS itu tercermin dari posisi Dollar Index, yang turun 0,03% menjadi 94,93. 
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article Yield US Treasury Naik, Pasar Obligasi Lanjutkan Koreksi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular