Di Kurs Acuan dan Spot, Rupiah Kompak Terlemah Sepanjang Masa
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 October 2018 10:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di kurs acuan. Lagi-lagi rupiah menyentuh titik terlemah sejak kurs acuan diperkenalkan.
Pada Kamis (11/10/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 15.253. Rupiah melemah 0,25% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin rupiah sempat menguat di kurs acuan. Namun dengan pelemahan hari ini, rupiah kembali mencapai titik terlemahnya sejak Jisdor diperkenalkan pada 20 Mei 2013.
Sedangkan di pasar spot, nasib rupiah juga nelangsa. Pada pukul 10:21 WIB, US$ 1 berada di Rp 15.260. Rupiah melemah 0,41% dan menyentuh titik terlemah sepanjang sejarah mematahkan rekor sebelumnya yaitu Rp 15.250 pada penutupan pasar 9 Juli 1998 alias 20 tahun lalu.
Dolar AS memang perkasa di Asia. Hanya tiga mata uang yang mampu menguat yaitu rupee India, yen Jepang, dan dolar Singapura sementara mata uang lainnya melemah. Dengan pelemahan 0,41%, rupiah bahkan menjadi mata uang terlemah di Asia.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 10:25 WIB:
Melihat yen Jepang yang menguat, tentu bisa ditebak bahwa investor kini sedang mencari aman dan mengincar aset aman (safe haven). Berarti saat ini investor melihat ada risiko besar di pasar.
Sepertinya risiko terbesar saat ini adalah perang dagang AS vs China. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia sudah bersuara mengenai bahaya perang dagang. Kini, Bank Sentral Jepang (BoJ) juga ikut sumbang suara.
Makoto Sakurai, Anggota Dewan Gubernur BoJ, mengatakan kebijakan perdagangan yang cenderung proteksionis menciptakan ketidakpastian dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Jepang juga akan menjadi salah satu korban perang dagang, karena negara ini cukup bergantung kepada ekspor.
"Ada risiko pertumbuhan ekonomi akan di bawah perkiraan. Ini tergantung dari seberapa jauh kebijakan proteksionis diterapkan," kata Sakurai, mengutip Reuters.
Risiko perang dagang yang tak kunjung menemukan solusi selalu membayangi pasar keuangan global. Sebab dampaknya memang tidak main-main.
Kala AS dan China, dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia, saling hambat maka bisa mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global. Tidak hanya perdagangan, pertumbuhan ekonomi dunia pun di ujung tanduk.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Kamis (11/10/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 15.253. Rupiah melemah 0,25% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin rupiah sempat menguat di kurs acuan. Namun dengan pelemahan hari ini, rupiah kembali mencapai titik terlemahnya sejak Jisdor diperkenalkan pada 20 Mei 2013.
Sedangkan di pasar spot, nasib rupiah juga nelangsa. Pada pukul 10:21 WIB, US$ 1 berada di Rp 15.260. Rupiah melemah 0,41% dan menyentuh titik terlemah sepanjang sejarah mematahkan rekor sebelumnya yaitu Rp 15.250 pada penutupan pasar 9 Juli 1998 alias 20 tahun lalu.
Dolar AS memang perkasa di Asia. Hanya tiga mata uang yang mampu menguat yaitu rupee India, yen Jepang, dan dolar Singapura sementara mata uang lainnya melemah. Dengan pelemahan 0,41%, rupiah bahkan menjadi mata uang terlemah di Asia.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 10:25 WIB:
Melihat yen Jepang yang menguat, tentu bisa ditebak bahwa investor kini sedang mencari aman dan mengincar aset aman (safe haven). Berarti saat ini investor melihat ada risiko besar di pasar.
Sepertinya risiko terbesar saat ini adalah perang dagang AS vs China. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia sudah bersuara mengenai bahaya perang dagang. Kini, Bank Sentral Jepang (BoJ) juga ikut sumbang suara.
Makoto Sakurai, Anggota Dewan Gubernur BoJ, mengatakan kebijakan perdagangan yang cenderung proteksionis menciptakan ketidakpastian dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Jepang juga akan menjadi salah satu korban perang dagang, karena negara ini cukup bergantung kepada ekspor.
"Ada risiko pertumbuhan ekonomi akan di bawah perkiraan. Ini tergantung dari seberapa jauh kebijakan proteksionis diterapkan," kata Sakurai, mengutip Reuters.
Risiko perang dagang yang tak kunjung menemukan solusi selalu membayangi pasar keuangan global. Sebab dampaknya memang tidak main-main.
Kala AS dan China, dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia, saling hambat maka bisa mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global. Tidak hanya perdagangan, pertumbuhan ekonomi dunia pun di ujung tanduk.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular