Sektor Keuangan Rebound, IHSG Ditutup Naik 0,62%

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
09 October 2018 16:56
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa (9/10/2018), mampu mengakhiri perdagangan dengan penguatan 0,5%
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa (9/10/2018) mengakhiri perdagangan dengan penguatan 0,62% ke level 5.796,79 poin. IHSG menghijau di tengah bursa-bursa utama kawasan Asia yang bergerak variatif: indeks Hang Seng turun 0,11%, Shanghai naik 0,17% dan Nikkei turun 1,32%.

Nilai traksaksi mencapai Rp 6,05 triliun, lebih rendah dibandingkan Rp 6,9 triliun pada penutupan kemarin. Indeks sektor keuangan menjadi motor utama yang menyokong kenaikan IHSG dengan menguat 1,09%. 
Penguatannya mulai terlihat ketika mengawali perdagangan dengan kenaikan 0,19%. 

Secara teknikal, IHSG membentuk pola lilin putih pendek (short white candle), pola tersebut memberikan sinyal penguatan pada perdagangan selanjutnya, meskipun bersifat tidak terlalu kuat.
Sumber Grafik: Reuters

Investor asing kembali membukukan jual bersih (net sell) senilai Rp 232 miliar, lebih kecil dibandingkan penjualan kemarin Rp 652 miliar. Beberapa s
aham yang paling banyak dilepas asing, yaitu: PT Perusahaan Gas Negara/PGAS (Rp 93 miliar), PT Panin Financial/PNLF (Rp 64 miliar), PT United Tractors/UNTR (Rp 45 miliar), PT Bank Negara Indonesia/BBNI(Rp 30 miliardan PT Semen Indonesia/SMGR (Rp 25 miliar).

Dari sisi moneter, pelemahan rupiah hari ini telah berkurang. Hingga penutupan, rupiah hanya melemah 0,07% ke level Rp 15.225/dolar AS di pasar spot. Hal itu menjadi salah satu penyebab terkereknya sektor keuangan hingga membantu IHSG tutup di zona hijau. 

Greenback atau dolar memang sedang berada dalam posisi yang kuat, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang naik 0,20% ke level 95.9 pada hari ini pukul 16:36 WIB. Penguatan dolar AS dipicu positifnya rilis data ekonomi di Negeri Paman Sam dan penerbitan obligasi.

Rencananya pemerintah AS akan melakukan lelang obligasi pada 9 Oktober waktu setempat yaitu untuk tenor-tenor jangka pendek seperti 4, 13, 26, dan 52 minggu. Lalu pada 10 Oktober akan ada lelang lagi untuk tenor yang lebih panjang yaitu 3 dan 10 tahun.

Akibatnya rupiah menjadi melemah dan berpotensi memaksa Bank Indonesia (BI) untuk kembali menaikkan suku bunga acuan dalam rapat RDG selanjutnya. Menaikkan suku bunga acuan akan mendorong bank-bank tanah air juga menaikkan suku bunga simpanan yang dapat berujung kenaikan suku bunga pinjaman.

Terlebih, Gubernur The Fed Jerome Powell kembali melontarkan pernyataan yang hawkish. Powell mengungkapkan bahwa the Fed tak lagi memerlukan kebijakan-kebijakan yang dulu digunakan untuk mengangkat perekonomian AS dari jurang krisis. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa tingkat suku bunga acuan secara bertahap akan dinaikkan menuju level netral.

"Suku bunga masih akomodatif, namun kami secara bertahap menuju tingkat yang netral," papar Powell kemarin, seperti dikutip dari CNBC International.

Namun, pelemahan rupiah bukan sepenuhnya merupakan dampak dari sentimen eksternal. Tingginya harga minyak mentah dunia memantik kekhawatiran bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) Indonesia akan kian sulit diredam.


Terlebih kini harga minyak mentah WTI sudah bertengger di level US$ 74.9/barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjenis brent yang menjadi acuan Pemerintah RI berada di level US$ 84.9/barel hingga hari ini pukul 16:45.

Memang, defisit perdagangan migas menjadi sumber melebarnya defisit neraca dagang Indonesia yang pada akhirnya membebani CAD. Secara kumulatif dari periode Januari-Juli 2018, defisit migas sudah mencapai US$ 8,35 miliar, melambung 54,6% dari capaian di periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 5,40 miliar.

Sebagai informasi, CAD Indonesia pada kuartal-II 2018 menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I 2018, defisitnya hanya sebesar 2,21% dari PDB. Capaian ini terbilang cukup bersejarah. Pasalnya, kali terakhir CAD menyentuh level 3% dari PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(yam/hps) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular