Setidaknya Rupiah Tak Lagi Terlemah Sepanjang Sejarah...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 October 2018 17:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah. Meski begitu, rupiah sudah lepas dari predikat terlemah sepanjang sejarah.
Pada Senin (8/10/2018), US$ 1 sama dengan Rp 15.215 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,26% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sore ini, rupiah sempat menyentuh titik terlemahnya sepanjang sejarah yaitu Rp 15.258/US$. Mematahkan rekor sebelumnya yaitu Rp 15.250/US$ yang terjadi pada penutupan perdagangan 9 Juli 1998 atau sekitar 20 tahun lalu.
Jelang penutupan pasar, depresiasi rupiah mulai menipis. Namun memang sulit melepaskan diri dari jerat zona merah sehingga mata uang Tanah Air tetap berakhir melemah.
Posisi terkuat rupiah hari ini berada di Rp 15.184/US$ yaitu saat penutupan pasar. Sementara terlemahnya ada di Rp 15.258/US$.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah pada perdagangan hari ini:
Mata uang Asia juga mayoritas melemah di hadapan dolar AS. Namun seperti halnya rupiah, depresiasi mata uang Benua Kuning berkurang. Bahkan sudah ada yang mampu berbalik menguat seperti dolar Hong Kong, yen Jepang, dan peso Filipina.
Yuan China menjadi mata uang dengan pelemahan paling dalam. Penyebabnya adalah kebijakan Bank Sentral China (PBoC) yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 basis poin.
Kebijakan ini diperkirakan menambah likuiditas perbankan sebesar CNY 750 miliar dan ketika berputar di sistem perekonomian nilainya bertambah menjadi CNY 1,2 triliun. Likuiditas yuan yang membanjir membuat mata uang ini melemah dan memuluskan jalan bagi dolar AS untuk melaju.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:15 WIB:
Sejatinya dolar AS masih cukup perkasa. Pada pukul 16:19 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,31%.
Namun sepertinya pelaku pasar masih berkenan masuk ke Asia. Sepekan kemarin, pasar keuangan Asia 'dibabat' sehingga melemah cukup dalam.
Selama minggu lalu, IHSG melemah 4,09%, Hang Seng anjlok 4,37%, Kospi amblas 3,22%, dan Straits Times jatuh 1,45%. Tidak hanya bursa saham, mata uang Asia pun melemah cukup dalam. Pekan lalu, rupiah melemah 1,84%, dolar Singapura minus 1,22%, won Korea Selatan terdepresiasi 1,9%, dan dolar Hong Kong melemah 0,09%.
Sejak pagi hingga siang hari ini, tekanan terhadap pasar keuangan Asia masih cukup tinggi. Namun kemudian tekanan itu mereda karena harga aset yang sudah murah malah menarik minat investor. Aliran modal pun mulai masuk ke pasar keuangan Asia hingga pelemahan mata uang agak berkurang.
Angin segar ini sayangnya datang terlambat. Meski pelemahan rupiah menipis, tetapi belum mampu menyentuh jalur hijau. Namun setidaknya rupiah tak lagi terlemah sepanjang sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin (8/10/2018), US$ 1 sama dengan Rp 15.215 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,26% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sore ini, rupiah sempat menyentuh titik terlemahnya sepanjang sejarah yaitu Rp 15.258/US$. Mematahkan rekor sebelumnya yaitu Rp 15.250/US$ yang terjadi pada penutupan perdagangan 9 Juli 1998 atau sekitar 20 tahun lalu.
Jelang penutupan pasar, depresiasi rupiah mulai menipis. Namun memang sulit melepaskan diri dari jerat zona merah sehingga mata uang Tanah Air tetap berakhir melemah.
Posisi terkuat rupiah hari ini berada di Rp 15.184/US$ yaitu saat penutupan pasar. Sementara terlemahnya ada di Rp 15.258/US$.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah pada perdagangan hari ini:
Mata uang Asia juga mayoritas melemah di hadapan dolar AS. Namun seperti halnya rupiah, depresiasi mata uang Benua Kuning berkurang. Bahkan sudah ada yang mampu berbalik menguat seperti dolar Hong Kong, yen Jepang, dan peso Filipina.
Yuan China menjadi mata uang dengan pelemahan paling dalam. Penyebabnya adalah kebijakan Bank Sentral China (PBoC) yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 100 basis poin.
Kebijakan ini diperkirakan menambah likuiditas perbankan sebesar CNY 750 miliar dan ketika berputar di sistem perekonomian nilainya bertambah menjadi CNY 1,2 triliun. Likuiditas yuan yang membanjir membuat mata uang ini melemah dan memuluskan jalan bagi dolar AS untuk melaju.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 16:15 WIB:
Sejatinya dolar AS masih cukup perkasa. Pada pukul 16:19 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama) menguat 0,31%.
Namun sepertinya pelaku pasar masih berkenan masuk ke Asia. Sepekan kemarin, pasar keuangan Asia 'dibabat' sehingga melemah cukup dalam.
Selama minggu lalu, IHSG melemah 4,09%, Hang Seng anjlok 4,37%, Kospi amblas 3,22%, dan Straits Times jatuh 1,45%. Tidak hanya bursa saham, mata uang Asia pun melemah cukup dalam. Pekan lalu, rupiah melemah 1,84%, dolar Singapura minus 1,22%, won Korea Selatan terdepresiasi 1,9%, dan dolar Hong Kong melemah 0,09%.
Sejak pagi hingga siang hari ini, tekanan terhadap pasar keuangan Asia masih cukup tinggi. Namun kemudian tekanan itu mereda karena harga aset yang sudah murah malah menarik minat investor. Aliran modal pun mulai masuk ke pasar keuangan Asia hingga pelemahan mata uang agak berkurang.
Angin segar ini sayangnya datang terlambat. Meski pelemahan rupiah menipis, tetapi belum mampu menyentuh jalur hijau. Namun setidaknya rupiah tak lagi terlemah sepanjang sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular