Terendah Sejak November 2016, Kenapa Cadev Terus Anjlok?

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
05 October 2018 18:02
Bank Indonesia (BI) baru saja merilis data terbaru cadangan devisa (cadev) per September 2018 turun ke level US$ 114,8 miliar
Foto: Bank Indonesia (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) baru saja merilis data terbaru cadangan devisa (cadev) per September 2018. Dalam data tersebut, posisi cadev berada di posisi US$ 114,8 miliar atau turun US$ 3,12 miliar dari bulan sebelumnya. Ini merupakan yang terendah sejak November 2016.  



Penurunan periode september jauh tajam seiring depresiasi rupiah. Pada periode tersebut, rupiah terdepresiasi 1,19% ke level Rp 14.900/US$ 



Penyebab utama depresiasi tersebut berasal dari dua hal. Pertama, kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, Federal Reserve/The Fed. Pada periode ini, proyeksi kenaikan suku bunga acuan begitu kuat.  Pasalnya, selama dua pertemuan sebelumnya The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 1,75-2%.

Namun, seiring perkembangan ekonomi AS yang semakin membaik,  jadi pertimbangan The Fed untuk kembali hawkish.
 Setidaknya ada dua indikator yang digunakan The Fed dalam mengukur inflasi, sebagai landasan kebijakan moneter yaitu Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) dan tingkat upah rata-rata. 

Core PCE per agustus 2018, berada di level 2% atau sesuai target yang ditetapkan oleh The Fed. Ini merupakan kali kelima pada tahun ini, Core PCE berada di tahun tersebut.  Kondisi ini menjadi pertanda jika daya beli masyarakat semakin membaik, terlebih tingkat upah rata-rata di tahun tersebut juga tumbuh baik.

 Per Agustus 2018, tingkat upah rata-rata tumbuh 2,9% Year-on-Year (YoY) atau tertinggi sejak Juni 2009.  Situasi tersebut mencerminkan perekonomian Negeri Paman Sam sedang bagus-bagusnya, sehingga memperkuat spekulasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya. Nyatanya, proyeksi itu benar. The Fed kembali menaikkan sebesar 25 basis poin (bps) ke rentang 2-2,25% dengan median di level 2,125%.  

Kedua, Perkembangan perang dagang AS dan China. Tensi antar kedua negara pada bulan September sedang panas-panasnya. Terutama rencana Presiden AS Donald Trump, yang akan mengenakan bea masuk tambahan bagi produk impor China.  Gertakan itu pun dibalas oleh pihak Beijing dengan mengenakan kebijakan yang sama. 

Aksi saling balas pantun ini rupanya jadi kenyataan. Per 24 September, AS resmi mengenakan bea masuk sebesar 10% bagi produk China. Negeri Tirai Bambu pun membalas hal tersebut dengan mengenakan bea masuk dengan besaran yang sama.

Memanasnya hubungan antara kedua negara, menyebabkan investor global panik sehingga aliran modal keluar dari negara-negara emerging market seperti Indonesia.
 Akibatnya, pelemahan rupiah tidak terhindarkan.

BI sebagai garda terdepan penjaga stabilitas nilai tukar, perlu melakukan intervensi diantaranya menggelontorkan devisa melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
 Dampak dari intervensi ini menyebabkan cadangan devisa per September kembali anjlok ke level US$ 114,8 miliar atau terendah sejak November 2016.  

TIM RISET CNBC INDONESIA






(alf/dru) Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular