Dolar AS Melemah, Tapi Rupiah Tetap Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
03 October 2018 16:50
Dolar AS Melemah, Tapi Rupiah Tetap Terlemah Kedua di Asia
Ilustrasi Dolar AS (REUTERS/Romeo Ranoco)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Dolar AS pun masih betah di kisaran Rp 15.000. 

Pada Rabu (3/10/2018), US$ 1 sama dengan Rp 15.070 kala penutupan pasar spot. Rupiah melemah 0,2% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah 'hanya' melemah 0,03%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. 

Namun selepas tengah hari, pelemahan rupiah terhenti. Walau rupiah masih melemah, tetapi dolar AS tidak bertambah buas. 


Untuk perdagangan hari ini, posisi terkuat rupiah ada di Rp 15.045/US$ yaitu saat pembukaan pasar. Sedangkan posisi terlemahnya adalah Rp 15.090/US$. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah hari ini: 


Mata uang Asia juga melemah terhadap dolar AS, sama seperti rupiah. Hanya ringgit Malaysia yang menguat, yang lain tidak selamat. 

Yuan China sebenarnya juga menguat, tetapi tidak masuk hitungan. Sebab, pasar keuangan Negeri Tirai Bambu sedang libur memperingati Hari Nasional Republik Rakyat China. 

Dengan pelemahan 0,2%, rupiah jadi mata uang dengan depresiasi terdalam kedua di Asia. Rupiah hanya lebih baik dari rupee India. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 16:29 WIB: 



Sebenarnya pelemahan mata uang Asia agak menipis, bahkan ringgit mampu menguat. Ini karena dolar AS memang sedang agak melemah.

Dollar Index (yang menunjukkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,07% pada pukul 16:34 WIB. Pelemahan ini terasa wajar, karena sepekan ini Dollar Index sudah melesat 1,3%.

Memang butuh koreksi yang sehat agar tidak kebablasan. Sepertinya ada faktor ambil untung di balik pelemahan dolar AS sore ini. 

Selain itu, ada kelegaan pelaku pasar terhadap perkembangan di Eropa. Pemerintah Italia yang awalnya menargetkan defisit anggaran 2019-2021 yang cukup besar, yaitu 2,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), kini melunak. 

Mengutip Reuters, harian Corriere della Sera melaporkan pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte bersedia menurunkan rencana defisit secara bertahap menjadi 2% PDB pada 2021. Perkembangan ini sedikit menghapuskan kekhawatiran pasar terhadap risiko krisis fiskal di Negeri Pizza. 

Kelegaan investor diwujudkan dengan mulai berani mengambil risiko. Aset-aset aman (safe haven) seperti dolar AS dan yen terkena tekanan jual sehingga melemah. Mata uang Asia pun bisa menipiskan depresiasi bahkan ada yang sudah mampu menguat. 

Ini pula yang membuat depresiasi rupiah agak menipis setelah dolar AS sempat dekat dengan Rp 15.100. Namun rupiah belum mampu menyentuh zona hijau, karena tingginya ketidakpastian domestik. 


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan defisit transaksi berjalan (current account) Indonesia pada akhir 2018 masih akan cukup tinggi yaitu di kisaran 3% PDB. Artinya sampai akhir tahun arus devisa dari ekspor-impor barang dan jasa masih akan seret. 

Dikombinasikan dengan arus modal yang terkonsentrasi ke AS karena kenaikan The Federal Funds Rate, maka aliran devisa ke Indonesia benar-benar sangat terbatas. Hasilnya adalah rupiah akan sulit menguat. 

Dengan prospek rupiah yang suram, investor tentu enggan mengoleksi mata uang ini. Sulit mengharapkan investor mau memiliki aset yang harganya akan turun. Akibatnya, rupiah pun masih berkubang di zona merah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular