Tunggu Data Cadangan AS, Harga Minyak Masih Tertahan

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
03 October 2018 11:35
Tunggu Data Cadangan AS, Harga Minyak Masih Tertahan
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia -  Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman Desember 2018 naik 0,06% ke level US$84,85/barel hingga pukul 10.50 WIB, pada perdagangan hari Rabu (3/10/2018). Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak November 2018 terkoreksi tipis 0,01% ke level US$75,22/barel.

Dengan pergerakan tersebut, harga minyak masih cenderung bergerak stabil, pasca kemarin tergelincir ke zona merah. Pada penutupan perdagangan hari Selasa (2/10/2018), harga brent yang menjadi acuan di Eropa terkoreksi hingga 0,21%. Mengendur pasca menguat secara 3 hari berturut-turut sebelumnya.

Meski demikian, kemarin harga brent sempat menembus level psikologis US$85/barel, sebelum akhirnya berangsur-angsur turun. Hingga pergerakan hari ini, harga minyak pun masih belum jauh dari nilai tersebut, yang merupakan rekor tertinggi sejak November 2014.



Pada perdagangan hari ini, harga minyak masih disokong oleh kekhawatiran mengenai sanksi AS terhadap Iran. Waktu jatuhnya sanksi semakin dekat yaitu 4 November. Ketika sanksi ini berlaku, maka Iran akan kesulitan mengekspor minyaknya ke pasar global sehingga pasokan bakal seret.

Per 4 November, Washington meminta pembeli minyak mentah dari Iran (khususnya mitra AS) untuk memangkas pembelian dari Iran hingga ke titik nol.  Ancamannya adalah barang siapa yang berbisnis dengan Iran, maka tidak bisa berbisnis dengan Negeri Adidaya.

Sanksi ini berpotensi mengurangi pasokan minyak di pasar dunia. Pada puncaknya di 2018, Iran mengekspor 2,71 juta barel/hari, hampir 3% dari konsumsi harian minyak mentah global. Namun, mengutip data Refinitiv Eikon, ekspor Iran di September kini hanya tinggal 1,9 juta barel/hari, atau level terendahnya sejak pertengahan 2016.

Di sisi lain, banyak pihak yang meragukan Saudi dan kolega mampu menutupi hilangnya pasokan yang besar dari Negeri Persia.

Teranyar, survei Reuters menemukan bahwa Organisasi Negara-negara Pengeskpor Minyak (OPEC) hanya mampu meningkatkan produksi minyak secara terbatas pada bulan September. Disrupsi pengiriman dari Iran dan Venezuela impas dengan naiknya produksi di Libya, Arab Saudi, dan Angola.

Survei yang dilakukan Reuters menyebutkan produksi minyak anggota OPEC sebesar 32,85 juta barel/hari pada September. Hanya naik 90.000 barel/hari dibandingkan bulan sebelumnya. Kemudian, tingkat kepatuhan anggota OPEC terhadap kesepakatan pemangkasan produksi malah meningkat ke 128% per September, naik dari 122% di Agustus.

(NEXT)

Meski demikian, ada dua faktor yang membuat harga minyak cenderung bergerak terbatas pada hari ini. Pertama, cadangan minyak mentah Amerika Serikat (AS) naik 907.000 barel ke 400,9 juta barel pada pekan lalu, mengutip data American Petroleum Institute (API).

Akan tetapi, kenaikan tersebut masih lebih kecil dari ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 2 juta barel.  Sehingga, harga minyak pun tidak terlalu terbebani oleh data tersebut.  Terlebih, stok Bahan Bakar Minyak (BBM) turun 1,7 juta barel. Jauh di bawah ekspektasi analis yang memprediksi kenaikan sebesar 1,3 juta barel.  

Data yang agak memberatkan justru datang stok minyak mentah di pusat pengiriman Cushing, Oklahoma, yang naik hinggga 2 juta barel. Masih tingginya tingkat pasokan dari AS memunculkan kekhawatiran bahwa hilanya pasokan dari Iran akan dapat dikompensasi oleh Negeri Adidaya.

Sebagai informasi, data resmi dari US Energy Information Administration (EIA) akan dirilis pada malam ini pukul 21.30 WIB.

Kedua, penguatan dolar AS. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback terhadap 6 mata uang utama dunia, menguat hingga 0,22% pada penutupan perdagangan kemarin. Dengan pergerakan itu, indeks ini sudah menguat hingga 5 hari berturut-turut.

Memegang dolar AS menjadi menguntungkan karena The Federal Reserve/The Fed masih dalam mode pengetatan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan.  Setelah menaikkan suku bunga acuan pekan lalu, The Fed kemungkinan besar kembali melakukan kebijakan serupa pada akhir tahun.

Penguatan dolar AS akan membuat harga minyak menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang selain greenback. Akibatnya, muncul sentimen menurunnya permintaan komoditas energi utama dunia ini. Sentimen ini lantas ditransmisikan menjadi penurunan harga.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
 
(RHG/gus) Next Article Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular