Pelemahan Rupiah Tak Teredam, Yield Obligasi Sentuh 8% Lagi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 October 2018 11:10
Level psikologis 8% sebelumnya sempat terjadi pada 3 September 2018-28 September 2018, posisi tertinggi sejak 30 November 2016.
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Turunnya harga obligasi rupiah pemerintah membuat tingkat imbal hasil (yield) seri acuan 5 tahun kembali ke level psikologis 8%. 

Level psikologis 8% sebelumnya sempat terjadi pada 3 September 2018-28 September 2018, posisi tertinggi sejak 30 November 2016.

Penguatan harga obligasi yang terjadi Senin sempat membuat yield seri 10 tahun turun ke bawah 8%, tetapi koreksi harga hari ini kembali menyeretnya kembali ke 8%.
 

Koreksi disebabkan penguatan dolar AS di tengah koreksi pasar investasi global akibat kekhawatiran terhadap APBN Italia.  

Data Reuters menunjukkan koreksi harga surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus mengangkat tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
 Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka. 

Keempat seri yng dijadikan acuan adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun. 

Seri acuan yang paling terkoreksi siang ini adalah seri 20 tahun yang mengalami kenaikan yield 19 basis poin (bps) menjadi 8,75%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Harga seri acuan lain juga terkoreksi, yaitu seri 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun yang mengalami penurunan yield 5 bps, 6 bps, dan 4 bps menjadi 8%, 8,15%, dan 8,3%.
 

 Yield Obligasi Negara Acuan 3 Oct 2018
SeriBenchmarkYield 2 Okt 2018 (%) Yield 3 Oct 2018 (%)Selisih (basis poin)
FR0063 5 tahun7.94885.20
FR0064 10 tahun8.0928.1526.00
FR0065 15 tahun8.2668.3074.10
FR0075 20 tahun8.568.7519.00
Avg movement8.57
Sumber: Reuters 

Sebelum perdagangan dibuka, pelaku pasar sudah memprediksi pasar akan terkoreksi hari ini akibat berlanjutnya penguatan dolar AS dan sentimen negatif global dari Italia.  

Assosiate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus memprediksi selain karena faktor dolar AS dan Italia, kenaikan yang terjadi beruntun sejak pekan lalu juga membuat pasar sudah jenuh beli. 

"Meskipun memang pasar obligasi sudah waktunya untuk turun, sehingga ada alasan untuk mengalami penurunan setelah sebelumnya mengalami penguatan," ujarnya dalam riset pagi ini.  

Dhian Karyantono, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menyatakan faktor lain yang dapat membuat pasar surat utang terkoreksi hari ini adalah kenaikan minyak mentah dunia. 

Dengan koreksi pasar hari ini, selisih(spread) surat utang pemerintah AS (US Treasury) dengan SBN tenor 10 tahun mencapai 508 bps, melebar dibanding posisi kemarin 503 bps. Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3,07%.  

Spread yang melebar, seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek karena investasi di pasar SBN rupiah saat ini menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya. 

Saat ini, data terakhir menunjukkan masih adanya arus dana investor asing yang masuk ke pasar obligasi rupiah pemerintah senilai Rp 14,75 triliun sejak awal tahun. 

Angka itu tercermin dari kepemilikan investor asing Rp 850,85 triliun pada posisi terakhir 28 September, meskipun berdasarkan persentase porsi kepemilikan investor asing masih turun menjadi 36,89% dari 39,82% pada posisi akhir 2017. 

Pelemahan di pasar surat utang tersebut juga terjadi di pasar mata uang. Nilai tukar rupiah turun 0,27% menjadi Rp 15.080 per dolar AS.  Di sisi lain, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik hingga 0,43% menjadi 5.900 hingga siang ini. 

TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular