Gara-gara Italia, Dolar AS Balik ke Rp 14.900
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 October 2018 08:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menguat pada perdagangan pagi ini. Namun rupiah masih agak labil sehingga pelaku pasar tetap perlu waspada.
Pada Senin Senin (1/10/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.880 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,13% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Namun seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah menipis. Pada pukul 08:16 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.890 di mana penguatan rupiah tersisa 0,07%. Kemudian pada pukul 08:17 WIB penguatan rupiah kembali berkurang menjadi 0,03% karena dolar AS sudah dibanderol Rp 14.895.
Akhirnya pada pukul 08:29 WIB penguatan rupiah habis. Dolar AS sudah berada di Rp 14.900 atau sama dengan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Impas.
Sementara mata uang utama Asia masih cenderung menguat di hadapan dolar AS. Yuan China menjadi mata uang dengan apresiasi paling tajam, disusul oleh baht Thailand dan rupee India.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:17 WIB:
Meski mata uang Asia cenderung menguat, tetapi mode siaga tetap perlu diaktifkan. Pasalnya, dolar AS pun sedang digdaya.
Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,03% pada pukul 08:21 WIB. Keperkasaan dolar terhadap mata uang utama dunia terjadi sejak sepekan terakhir, di mana Dollar Index mampu menguat 1,04% dalam 7 hari ke belakang. Dolar AS sudah perkasa di hadapan mata uang utama dunia, dan bukan tidak mungkin Asia jadi korban selanjutnya.
Kekuatan dolar AS hari ini datang dari perilaku investor yang masih agak hati-hati dan enggan mengambil risiko. Pasalnya, ada kabar dari Eropa yang membuat pelaku pasar cemas.
Akhir pekan lalu, pemerintah Italia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Giuseppe Conte menetapkan anggaran yang lumayan agresif pada 2019-2021 dengan memasang target defisit 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal pemerintahan sebelumnya menargetkan defisit anggaran di 0,8% PDB pada 2019 dan bahkan mencapai anggaran seimbang (balance budget) pada 2020.
Pemerintahan dan parlemen Italia memang cenderung populis karena didominasi oleh koalisi Liga dan Gerakan Bintang Lima yang berhaluan kanan-tengah. Italia akan memperbesar anggaran subsidi bagi rakyat miskin dan para pensiunan.
Benak pelaku pasar kembali pada memori sewindu lalu, di mana Italia (dan sejumlah negara lainnya di Eropa) mengalami krisis fiskal. Gonjang-ganjing di Eropa kala itu mempengaruhi pasar keuangan global.
Dengan tingginya risiko di Eropa, investor pun cenderung bermain aman. Dolar AS kembali menjadi buruan karena menawarkan keamanan sekaligus kenaikan imbalan seiring kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed pekan lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin Senin (1/10/2018), US$ 1 dihargai Rp 14.880 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,13% dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Namun seiring perjalanan pasar, penguatan rupiah menipis. Pada pukul 08:16 WIB, US$ 1 berada di Rp 14.890 di mana penguatan rupiah tersisa 0,07%. Kemudian pada pukul 08:17 WIB penguatan rupiah kembali berkurang menjadi 0,03% karena dolar AS sudah dibanderol Rp 14.895.
Sementara mata uang utama Asia masih cenderung menguat di hadapan dolar AS. Yuan China menjadi mata uang dengan apresiasi paling tajam, disusul oleh baht Thailand dan rupee India.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:17 WIB:
Meski mata uang Asia cenderung menguat, tetapi mode siaga tetap perlu diaktifkan. Pasalnya, dolar AS pun sedang digdaya.
Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,03% pada pukul 08:21 WIB. Keperkasaan dolar terhadap mata uang utama dunia terjadi sejak sepekan terakhir, di mana Dollar Index mampu menguat 1,04% dalam 7 hari ke belakang. Dolar AS sudah perkasa di hadapan mata uang utama dunia, dan bukan tidak mungkin Asia jadi korban selanjutnya.
Kekuatan dolar AS hari ini datang dari perilaku investor yang masih agak hati-hati dan enggan mengambil risiko. Pasalnya, ada kabar dari Eropa yang membuat pelaku pasar cemas.
Akhir pekan lalu, pemerintah Italia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Giuseppe Conte menetapkan anggaran yang lumayan agresif pada 2019-2021 dengan memasang target defisit 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal pemerintahan sebelumnya menargetkan defisit anggaran di 0,8% PDB pada 2019 dan bahkan mencapai anggaran seimbang (balance budget) pada 2020.
Pemerintahan dan parlemen Italia memang cenderung populis karena didominasi oleh koalisi Liga dan Gerakan Bintang Lima yang berhaluan kanan-tengah. Italia akan memperbesar anggaran subsidi bagi rakyat miskin dan para pensiunan.
Benak pelaku pasar kembali pada memori sewindu lalu, di mana Italia (dan sejumlah negara lainnya di Eropa) mengalami krisis fiskal. Gonjang-ganjing di Eropa kala itu mempengaruhi pasar keuangan global.
Dengan tingginya risiko di Eropa, investor pun cenderung bermain aman. Dolar AS kembali menjadi buruan karena menawarkan keamanan sekaligus kenaikan imbalan seiring kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed pekan lalu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular