
Dampak Sanksi Iran Belum Jelas, Harga Minyak Menguat Terbatas
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
28 September 2018 11:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak jenis brent kontrak pengiriman November 2018 naik 0,01% ke level US$81,73/barel hingga pukul 11.00 WIB, pada perdagangan hari Jumat (28/9/2018). Di waktu yang sama, harga minyak jenis light sweet kontrak November 2018 juga menguat 0,22% ke level US$72,29/barel.
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak brent yang menjadi acuan di Eropa masih belum jauh dari level tertingginya dalam 4 tahun terakhir. Sebagai catatan, pada hari Selasa (25/9/2018), harga brent menyentuh angka US$81,87/barel untuk pertama kalinya sejak November 2014.
Sentimen positif yang menjadi pendorong harga sang emas hitam hari ini masih datang dari kekhawatiran pelaku pasar terhadap sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran yang akan menyasar sektor perminyakan pada November mendatang.
Per 4 November, Washington meminta pembeli minyak mentah dari Iran (khususnya mitra AS) untuk memangkas pembelian dari Iran hingga ke titik nol. Kebijakan itu diambil untuk memaksa Negeri Persia untuk mau bernegosiasi kesepakatan nuklir yang baru, sekaligus membatasi pengaruh Iran di konflik Timur Tengah.
Meski demikian, penguatan harga minyak hari ini masih agak terbatas seiring investor masih mencoba mengukur seberapa besar dampak potensial dari sanksi Teheran. Seberapa parah pasokan minyak dunia akan terdisrupsi sejauh ini masih belum jelas.
"Pasar sedang fokus pada berita utama sanksi Iran di sepanjang pekan ini. Akan tetapi, pandangan akan seberapa besar OPEC dan Rusia dapat menambal kehilangan (pasokan) cenderung bervariasi," ujar Chen Kai, kepala riset komoditas di Shenda Futures.
Pada akhir pekan lalu, tidak ada kesepakatan formal untuk menambah suplai minyak dari hasil rapatnegara-negara anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra produsen non-OPEC.
Kemudian, Arab Saudi kini diperkirakan akan menambah pasokan minyak secara diam-diam pada beberapa bulan ke depan untuk mengompensasi kejatuhan produksi dari Iran. Dua sumber yang familiar dengan kebijakan OPEC menyatakan bahwa Saudi dan produsen lainnya sedang berdiskusi kemungkinan peningkatan produksi sekitar 500.000 barel/hari.
Akan tetapi, Saudi sendiri dikhawatirkan akan membatasi produksi pada tahun depan untuk menyeimbangkan suplai dan permintaan, seiring melonjaknya output minyak AS.
Sebagai informasi, produksi minyak mentah mingguan Negeri Paman Sam naik 100.000 barel/hari ke angka 11,1 juta barel/hari pada pekan lalu. Capaian itu merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah AS.
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Dengan pergerakan tersebut, harga minyak brent yang menjadi acuan di Eropa masih belum jauh dari level tertingginya dalam 4 tahun terakhir. Sebagai catatan, pada hari Selasa (25/9/2018), harga brent menyentuh angka US$81,87/barel untuk pertama kalinya sejak November 2014.
Sentimen positif yang menjadi pendorong harga sang emas hitam hari ini masih datang dari kekhawatiran pelaku pasar terhadap sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran yang akan menyasar sektor perminyakan pada November mendatang.
Meski demikian, penguatan harga minyak hari ini masih agak terbatas seiring investor masih mencoba mengukur seberapa besar dampak potensial dari sanksi Teheran. Seberapa parah pasokan minyak dunia akan terdisrupsi sejauh ini masih belum jelas.
"Pasar sedang fokus pada berita utama sanksi Iran di sepanjang pekan ini. Akan tetapi, pandangan akan seberapa besar OPEC dan Rusia dapat menambal kehilangan (pasokan) cenderung bervariasi," ujar Chen Kai, kepala riset komoditas di Shenda Futures.
Pada akhir pekan lalu, tidak ada kesepakatan formal untuk menambah suplai minyak dari hasil rapatnegara-negara anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra produsen non-OPEC.
Kemudian, Arab Saudi kini diperkirakan akan menambah pasokan minyak secara diam-diam pada beberapa bulan ke depan untuk mengompensasi kejatuhan produksi dari Iran. Dua sumber yang familiar dengan kebijakan OPEC menyatakan bahwa Saudi dan produsen lainnya sedang berdiskusi kemungkinan peningkatan produksi sekitar 500.000 barel/hari.
Akan tetapi, Saudi sendiri dikhawatirkan akan membatasi produksi pada tahun depan untuk menyeimbangkan suplai dan permintaan, seiring melonjaknya output minyak AS.
Sebagai informasi, produksi minyak mentah mingguan Negeri Paman Sam naik 100.000 barel/hari ke angka 11,1 juta barel/hari pada pekan lalu. Capaian itu merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah AS.
Namun, kemarin Menteri Energi AS Rick Perry malah tidak mempertimbangkan untuk melepas cadangan darurat minyak AS demi mengompensasi jatuhnya pasokan dari Iran. Perry malah melempar tanggung jawab pada produsen besar dunia untuk menjaga pasar stabil."
Jika kamu melihat pada Cadangan Minyak Strategis dan kamu akan melepasnya ke pasar, hal itu akan memiliki dampak yang minor dan bersifat jangka pendek," ucap Perry, seperti dikutip dari Reuters.
Jika kamu melihat pada Cadangan Minyak Strategis dan kamu akan melepasnya ke pasar, hal itu akan memiliki dampak yang minor dan bersifat jangka pendek," ucap Perry, seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, analis berspekulasi bahwa Cadangan Minyak Strategis AS sekitar 660 juta barel dapat dilepas ke pasar untuk menjinakkan kenaikan harga minyak saat ini, sebelum Pemilihan Paruh Waktu pada 6 November. Tingginya harga minyak merupakan risiko politik bagi Presiden AS Donald Trump dan Partai Republik-nya. Akan tetapi, spekulasi ini nampaknya tidak terbukti."
Saya cukup nyaman bahwa pasokan minyak global dapat menyerap sanksi (Iran) yang akan datang," tambah Perry.
Saya cukup nyaman bahwa pasokan minyak global dapat menyerap sanksi (Iran) yang akan datang," tambah Perry.
Uniknya, pernyataan Perry di atas cenderung bertolak belakang dengan catatan riset ANZ pada akhir pekan lalu. ANZ menyatakan bahwa pemasok minyak utama akan mengalami kesulitan untuk mengompensasi hilangnya pasokan minyak Iran sebesar 1,5 juta barel/hari.
Pada puncaknya di 2018, Iran mengekspor 2,71 juta barel/hari, hampir 3% dari konsumsi harian minyak mentah global. Sebagai catatan, Iran adalah negara produsen minyak terbesar ketiga di OPEC. Alhasil, jatuhnya produksi dari Teheran pastinya akan membatasi OPEC untuk mengeksekusi kebijakan penambahan produksi.
Simpang siurnya potensi dampak sanksi AS terhadap Iran lantas membuat investor bingung. Pelaku pasar pun cenderung bermain aman, sembari menanti perkembangan situasi pasar minyak global ke depan. Alhasil, penguatan harga sang emas hitam pun masih terbatas hari ini.
Pada puncaknya di 2018, Iran mengekspor 2,71 juta barel/hari, hampir 3% dari konsumsi harian minyak mentah global. Sebagai catatan, Iran adalah negara produsen minyak terbesar ketiga di OPEC. Alhasil, jatuhnya produksi dari Teheran pastinya akan membatasi OPEC untuk mengeksekusi kebijakan penambahan produksi.
Simpang siurnya potensi dampak sanksi AS terhadap Iran lantas membuat investor bingung. Pelaku pasar pun cenderung bermain aman, sembari menanti perkembangan situasi pasar minyak global ke depan. Alhasil, penguatan harga sang emas hitam pun masih terbatas hari ini.
(RHG/gus) Next Article Tak Bisa Tahan, Harga Minyak Turun karena Perlambatan Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular