Sudah Dapat Obat Kuat dari BI, Rupiah Belum Bergairah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 September 2018 08:32
Sudah Dapat Obat Kuat dari BI, Rupiah Belum Bergairah
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Obat kuat dari Bank Indonesia (BI) berupa kenaikan suku bunga acuan belum bisa membuat rupiah bergairah. 

Pada Jumat (28/9/2018), US$ 1 diperdagangkan Rp 14.930 di pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,12% dibandingkan posisi penutupan sehari sebelumnya. 

Kemarin, rupiah ditutup melemah 0,08%. Meski hanya melemah tipis, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia karena mata uang lainnya mayoritas menguat. 


Pagi ini, mata uang Benua Kuning bergerak variatif di hadapan dolar AS. Menemani rupiah yang melemah ada yuan China, dolar Hong Kong, yen Jepang, ringgit Malaysia, peso Filipina, dan dolar Singapura. Sementara di jajaran yang menguat ada rupee India, won Korea Selatan. Baht Thailand, dan dolar Taiwan.  

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 08:10 WIB: 



Keperkasaan dolar AS yang berlangsung sejak awal pekan ini masih berlanjut. Pada pukul 08:12 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,09% ke 94,978. 

Keputusan The Federal Reserve/The Fed yang menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) ke 2-2,25% masih menjadi stimulus bagi dolar AS. Tidak hanya menaikkan bunga acuan, The Fed juga memberikan sejumlah proyeksi yang optimistis.  

The Fed memperkirakan ekonomi AS pada akhir 2018 tumbuh 3,1%, lebih baik ketimbangan proyeksi sebelumnya yaitu 2,8%. Sementara pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 diramal mencapai 4,4%. 

Jerome Powell dan kolega juga memperkirakan angka pengangguran AS pada akhir 2018 sebesar 3,7%. Artinya, angka pengangguran yang pada Agustus tercatat 3,9% masih bisa turun lagi. 

Angka-angka itu semakin memberi konfirmasi bahwa The Fed hampir pasti menaikkan bunga acuan lagi tahun ini, yang diperkirakan terjadi pada Desember. Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 bps pada rapat 19 Desember mencapai 78,5%. 

Ini membuat investor semakin nyaman memegang dolar AS dan instrumen berbasis mata uang tersebut. Aliran modal sedang memihak AS sehingga otomatis greenback masih terus menguat. 

Masuknya arus modal ke Negeri Paman Sam terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah, yang menandakan harga sedang naik akibat bertambahnya permintaan. Pada pukul 08:19 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun turun 0,8 bps. Kemudian tenor 3 tahun turun 0,6 bps, tenor 5 tahun turun 0,5 bps, tenor 7 tahun turun 0,7 bps, tenor 10 tahun turun 0,1 bps, dan tenor 30 tahun turun 0,1 bps. 

Dari dalam negeri, keputusan BI menaikkan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate belum terlalu mampu mengatrol rupiah. Rupiah masih terbawa arus penguatan dolar AS, karena memang permintaan terhadap mata uang ini sedang tinggi. 

Jelang akhir kuartal III-2018, korporasi banyak membutuhkan valas untuk pembayaran dividen atau utang ke luar negeri. Impor juga masih cukup deras, karena membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik. 

Rupiah pun dilepas untuk ditukarkan ke dolar AS. Dampaknya jelas, rupiah semakin tertekan dan dolar AS masih digdaya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular