Kenaikan Bunga Acuan AS Hampir Pasti, Rupiah Melemah Lagi
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 September 2018 15:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) masih belum bosan menguat sejak kemarin. Jika sebelumnya isu perang dagang AS vs China menjadi motor penggerak penguatan greenback, hari ini sentimen kenaikan suku bunga mendominasi.
Pada Selasa (25/9/2018) pukul 15:21 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.915. Rupiah melemah 0,37% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya, dan menyentuh posisi terlemah dalam perdagangan hari ini.
Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun melemah di hadapan dolar AS. Depresiasi rupiah semakin dalam sehingga menjadi mata uang ini sebagai yang terlemah di Benua Kuning.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 15:25 WIB:
Dolar AS perkasa dalam 2 hari perdagangan ini. Kemarin, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,04%. Hari ini pada pukul 15:28 WIB, indeks ini menguat 0,15%. Penguatan dolar AS terlihat semakin tegas.
Perang dagang AS vs China menjadi isu yang menopang penguatan dolar AS pada perdagangan kemarin. Pada 24 September, AS dan China resmi mengenakan bea masuk baru yang menjadi peluit dimulainya perang dagang babak kesekian.
Investor yang awalnya berharap ada damai dagang di antara keduanya terpaksa gigit jari. Walau Washington sudah mengirimkan undangan, tetapi Beijing menegaskan menolak berdialog untuk sementara waktu.
Dewan Negara China kemarin merilis buku putih yang merangkum friksi dagang dengan AS. Dalam dokumen tersebut, China sebenarnya ingin menyelesaikan perselisihan dengan AS, tetapi Gedung Putih terus-menerus menantang. Hasilnya adalah friksi yang semakin meruncing.
Bahkan China menuding AS melakukan penindasan dagang (trade bullyism). AS dinilai mengancam negara-negara lain dengan bea masuk untuk mendapatkan keinginannya.
Tidak adanya titik terang untuk menyelesaikan perang dagang membuat investor cemas. Sebab, perang dagang berpotensi menghambat arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2019 sebesar 3,1%. Melambat dibandingkan tahun ini yang diperkirakan 3,3%. Penyebab perlambatan ini adalah perang dagang AS vs China yang mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global.
Oleh karena itu, tidak heran pelaku pasar memasang mode risk-on. Melihat risiko yang sangat besar, investor memilih bermain aman dengan melepas aset-aset berisiko dan masuk ke aset aman (safe haven). Perilaku flight to quality ini membuat mata uang negara-negara Asia tertekan, termasuk rupiah.
Hari ini, energi dolar AS datang dari dalam Negeri Paman Sam. The Federal Reserve/The Fed, Bank Sentral AS, akan mengumumkan suku bunga acuan pada 26 September setelah dibahas dalam rapat selama 2 hari.
Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) adalah 93,8%. Sedangkan untuk kenaikan 50 bps, probabilitasnya 6,2%. Sudah tidak ada ruang untuk mempertahankan suku bunga acuan di 1,75-2%.
Kenaikan suku bunga acuan akan membuat aset-aset berbasis dolar AS semakin menarik karena ada imbalan pasti naik. Arus modal pun berdesakan ingin masuk ke AS. Ditopang membludaknya aliran dana, penguatan dolar AS memang sulit terhindarkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Selasa (25/9/2018) pukul 15:21 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.915. Rupiah melemah 0,37% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya, dan menyentuh posisi terlemah dalam perdagangan hari ini.
Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang utama Asia pun melemah di hadapan dolar AS. Depresiasi rupiah semakin dalam sehingga menjadi mata uang ini sebagai yang terlemah di Benua Kuning.
Dolar AS perkasa dalam 2 hari perdagangan ini. Kemarin, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,04%. Hari ini pada pukul 15:28 WIB, indeks ini menguat 0,15%. Penguatan dolar AS terlihat semakin tegas.
Perang dagang AS vs China menjadi isu yang menopang penguatan dolar AS pada perdagangan kemarin. Pada 24 September, AS dan China resmi mengenakan bea masuk baru yang menjadi peluit dimulainya perang dagang babak kesekian.
Investor yang awalnya berharap ada damai dagang di antara keduanya terpaksa gigit jari. Walau Washington sudah mengirimkan undangan, tetapi Beijing menegaskan menolak berdialog untuk sementara waktu.
Dewan Negara China kemarin merilis buku putih yang merangkum friksi dagang dengan AS. Dalam dokumen tersebut, China sebenarnya ingin menyelesaikan perselisihan dengan AS, tetapi Gedung Putih terus-menerus menantang. Hasilnya adalah friksi yang semakin meruncing.
Bahkan China menuding AS melakukan penindasan dagang (trade bullyism). AS dinilai mengancam negara-negara lain dengan bea masuk untuk mendapatkan keinginannya.
Tidak adanya titik terang untuk menyelesaikan perang dagang membuat investor cemas. Sebab, perang dagang berpotensi menghambat arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2019 sebesar 3,1%. Melambat dibandingkan tahun ini yang diperkirakan 3,3%. Penyebab perlambatan ini adalah perang dagang AS vs China yang mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global.
Oleh karena itu, tidak heran pelaku pasar memasang mode risk-on. Melihat risiko yang sangat besar, investor memilih bermain aman dengan melepas aset-aset berisiko dan masuk ke aset aman (safe haven). Perilaku flight to quality ini membuat mata uang negara-negara Asia tertekan, termasuk rupiah.
Hari ini, energi dolar AS datang dari dalam Negeri Paman Sam. The Federal Reserve/The Fed, Bank Sentral AS, akan mengumumkan suku bunga acuan pada 26 September setelah dibahas dalam rapat selama 2 hari.
Menurut CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) adalah 93,8%. Sedangkan untuk kenaikan 50 bps, probabilitasnya 6,2%. Sudah tidak ada ruang untuk mempertahankan suku bunga acuan di 1,75-2%.
Kenaikan suku bunga acuan akan membuat aset-aset berbasis dolar AS semakin menarik karena ada imbalan pasti naik. Arus modal pun berdesakan ingin masuk ke AS. Ditopang membludaknya aliran dana, penguatan dolar AS memang sulit terhindarkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular