Rupiah Lesu di Kurs Acuan, Dolar AS Tembus Rp 14.900 di Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 September 2018 10:32
Rupiah Lesu di Kurs Acuan, Dolar AS Tembus Rp 14.900 di Spot
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah di kurs acuan. Di pasar spot, rupiah pun tidak bertaring di hadapan dolar AS. 

Pada Selasa (25/9/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.893. Rupiah melemah 0,19% dibandingkan perdagangan hari sebelumnya. 

Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 9,98%. Sedangkan selama setahun terakhir, pelemahannya lebih dalam yaitu mencapai 11,93%. 

 

Sementara di pasar spot, dolar AS akhirnya kembali menembus level Rp 14.900. Pada pukul 10:06 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.905 di mana rupiah melemah 0,3%. 

Saat pembukaan pasar spot, rupiah sudah melemah tetapi hanya 0,03%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. 

Namun rupiah tidak berjalan sendiri. Berbagai mata uang utama Asia juga sulit berbicara banyak di hadapan dolar AS. 

Dengan depresiasi 0,3%, rupiah jadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Asia. Rupiah hanya lebih baik ketimbang rupee India. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 10:09 WIB: 



Sejak kemarin, laju dolar AS memang belum terbendung. Pada pukul 10:12 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,16%. Penguatan Dollar Index semakin ada dan tampak nyata. 

Penguatan dolar AS didukung oleh imbal hasil (yield) obligasi pemerintah yang masih mendaki. Pada pukul 10:15 WIB, yield obligasi AS tenor 10 tahun berada di 3,0963%, tertinggi sejak 17 Mei. 

Kenaikan yield merupakan sinyal bullish bagi dolar AS. Sebab, yield menandakan harga obligasi sedang turun, berarti permintaan sedang kurang semarak.  

Artinya, pelaku pasar justru sedang optimistis, karena obligasi adalah instrumen jangka panjang. Saat pasar pesimistis, permintaan obligasi justru meningkat karena investor khawatir dengan risiko jangka pendek.  

Oleh karena itu, saat ini pelaku pasar tengah dalam kepercayaan tinggi terhadap prospek ekonomi AS dalam jangka pendek. Optimisme ini dibarengi dengan aksi borong terhadap dolar AS. 

Apalagi dolar AS bakal punya doping baru berupa kenaikan suku bunga acuan. Dalam rapat 26 September, The Federal Reserve/The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan setidaknya 25 basis poin (bps). 

Mengutip CME Fedwatch, peluang kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dalam rapat tersebut mencapai 93,8%. Sementara probabilitas kenaikan 50 bps adalah 6,2%. 

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat imbalan berinvestasi, terutama di instrumen berpendapatan tetap, akan ikut terkerek. Memegang dolar AS saja sudah menguntungkan, karena kenaikan suku bunga akan menjangkar ekspektasi inflasi sehingga nilai mata uang ini akan terjaga. 

Oleh karena itu, kenaikan suku bunga akan membuat arus modal berdesakan ingin masuk ke AS. Ditopang membludaknya aliran dana, penguatan dolar AS memang sulit terhindarkan. 

TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular