
Rupiah Loyo di Kurs Acuan, Terlemah Kedua Asia di Pasar Spot
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 September 2018 10:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs acuan. Pelemahan hari ini memutus tren penguatan rupiah di kurs acuan yang menguat 3 hari beruntun.
Pada Senin (24/9/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.865. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Sebelumnya, rupiah menguat 4 hari berturut-turut di kurs acuan. Akhir pekan lalu, rupiah menguat 0,1% sementara sehari sebelumnya terapresisasi 0,38% dan sebelumnya menguat 0,08%.
Di pasar spot, rupiah juga melemah. Pada pukul 10:11 WIB, US$ 1 diperdangkan Rp 14.865 di mana rupiah melemah 0,33%.
Rupiah kian melemah di pasar spot, karena saat pembukaan depresiasi rupiah hanya 0,06%. Kini, rupiah bahkan menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Asia. Rupiah hanya lebih beruntung dari won Korea Selatan.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 10:15 WIB:
Dolar AS memang sedang perkasa, bahkan mata uang Asia tidak ada yang selamat. Bukan hanya di Asia, kedigdayaan mata uang Negeri Adidaya terjadi secara global.
Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,05% pada pukul 10:17 WIB. Sejak pagi tadi, Dollar Index tidak pernah menyentuh zona merah.
Faktor eksternal dan internal mendukung penguatan greenback. Dari luar, harapan damai dagang AS-China luluh karena Beijing telah menolak undangan pertemuan dari Washington. Padahal pelaku pasar berharap pertemuan ini jadi dilakukan dan bisa menurunkan tensi ketegangan AS-China.
Hari ini, China resmi mengenakan bea masuk bagi impor produk AS senilai US$ 60 miliar. AS juga akan membebankan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar pada pukul 00:01 waktu setempat.
Tidak hanya soal perdagangan, hubungan Washington-Beijing juga memanas di sektor pertahanan. AS menjatuhkan sanksi kepada militer China karena membeli pesawat tempur dari Rusia.
Akibat ketegangan ini, China memanggil dubes AS di Beijing untuk memberikan klarifikasi. China juga memanggil pulang Kepala Staff Angkatan Laut Shen Jinlong yang awalnya akan merapat ke AS untuk melakukan pembicaraan dengan petinggi militer Pentagon. Kementerian Pertahanan China mengecam sanksi AS karena pembelian pesawat dari Rusia hanya hubungan biasa dan Washington tidak berhak untuk ikut campur.
Panasnya hubungan AS-China di berbagai lini memaksa pelaku pasar untuk bermain aman. Tujuan investor adalah aset-aset aman (safe haven), salah satunya dolar AS. Arus modal yang berkerumun di sekitar dolar AS membuat mata uang ini terus menguat.
Sementara dari dalam negeri, penguatan dolar AS didukung oleh semakin dekatnya rapat The Federal Reserve/The Fed yaitu 26 September. Dalam rapat ini, pelaku pasar memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga acuan minimal 25 bps. Menurut CME Fedwatch, probabilitas untuk kenaikan 25 bps adalah 92%.
Investor juga perlu waspada karena kemungkinan untuk kenaikan 50 bps semakin besar, yaitu mencapai 8%. Praktis sudah tidak ada ruang bagi The Fed untuk menahan suku bunga acuan di 1.75-2%.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi, khususnya di instrumen berpendapatan tetap. Akibatnya, arus modal akan kembali berkerumun di dekat Negeri Paman Sam dan bila ini terjadi maka penguatan dolar AS adalah sebuah keniscayaan sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Pada Senin (24/9/2018), kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.865. Rupiah melemah 0,28% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Sebelumnya, rupiah menguat 4 hari berturut-turut di kurs acuan. Akhir pekan lalu, rupiah menguat 0,1% sementara sehari sebelumnya terapresisasi 0,38% dan sebelumnya menguat 0,08%.
Di pasar spot, rupiah juga melemah. Pada pukul 10:11 WIB, US$ 1 diperdangkan Rp 14.865 di mana rupiah melemah 0,33%.
Rupiah kian melemah di pasar spot, karena saat pembukaan depresiasi rupiah hanya 0,06%. Kini, rupiah bahkan menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam kedua di Asia. Rupiah hanya lebih beruntung dari won Korea Selatan.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 10:15 WIB:
Dolar AS memang sedang perkasa, bahkan mata uang Asia tidak ada yang selamat. Bukan hanya di Asia, kedigdayaan mata uang Negeri Adidaya terjadi secara global.
Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,05% pada pukul 10:17 WIB. Sejak pagi tadi, Dollar Index tidak pernah menyentuh zona merah.
Faktor eksternal dan internal mendukung penguatan greenback. Dari luar, harapan damai dagang AS-China luluh karena Beijing telah menolak undangan pertemuan dari Washington. Padahal pelaku pasar berharap pertemuan ini jadi dilakukan dan bisa menurunkan tensi ketegangan AS-China.
Hari ini, China resmi mengenakan bea masuk bagi impor produk AS senilai US$ 60 miliar. AS juga akan membebankan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 200 miliar pada pukul 00:01 waktu setempat.
Tidak hanya soal perdagangan, hubungan Washington-Beijing juga memanas di sektor pertahanan. AS menjatuhkan sanksi kepada militer China karena membeli pesawat tempur dari Rusia.
Akibat ketegangan ini, China memanggil dubes AS di Beijing untuk memberikan klarifikasi. China juga memanggil pulang Kepala Staff Angkatan Laut Shen Jinlong yang awalnya akan merapat ke AS untuk melakukan pembicaraan dengan petinggi militer Pentagon. Kementerian Pertahanan China mengecam sanksi AS karena pembelian pesawat dari Rusia hanya hubungan biasa dan Washington tidak berhak untuk ikut campur.
Panasnya hubungan AS-China di berbagai lini memaksa pelaku pasar untuk bermain aman. Tujuan investor adalah aset-aset aman (safe haven), salah satunya dolar AS. Arus modal yang berkerumun di sekitar dolar AS membuat mata uang ini terus menguat.
Sementara dari dalam negeri, penguatan dolar AS didukung oleh semakin dekatnya rapat The Federal Reserve/The Fed yaitu 26 September. Dalam rapat ini, pelaku pasar memperkirakan The Fed menaikkan suku bunga acuan minimal 25 bps. Menurut CME Fedwatch, probabilitas untuk kenaikan 25 bps adalah 92%.
Investor juga perlu waspada karena kemungkinan untuk kenaikan 50 bps semakin besar, yaitu mencapai 8%. Praktis sudah tidak ada ruang bagi The Fed untuk menahan suku bunga acuan di 1.75-2%.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi, khususnya di instrumen berpendapatan tetap. Akibatnya, arus modal akan kembali berkerumun di dekat Negeri Paman Sam dan bila ini terjadi maka penguatan dolar AS adalah sebuah keniscayaan sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular