
AS-China Tegang Lagi, Pasar Obligasi Domestik Malah Menguat
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
24 September 2018 10:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah menguat terbatas pada awal perdagangan hari ini, ditandai dengan turunnya tingkat imbal hasil (yield) seri 10 tahun sebesar 5 basis poin (bps) ke 8,12%.
Merujuk data Reuters, menguatnya surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Seri 10 tahun, yang paling banyak diperhatikan pasar, mengalami penurunan yield 5 bps ke 8,12%. Besaran 100 bps setara dengan 1%. Seri acuan lain yaitu seri 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun mengalami penurunan yield sebesar 5 bps, 5 bps dan 11 bps sehingga membuat yield-nya menjadi 8,1%, 8,42%, dan 8,57%.
Yield Obligasi Negara Acuan 21 Sep 2018
Sumber: Reuters
Penguatan harga SBN hari ini melanjutkan anomali yang terjadi sejak pekan lalu, di mana harga surat berharga pemerintah masih menguat ketika perang dagang mereda, di tengah sentimen negatif akibat kenaikan suku bunga di negara maju seperti AS.
Tidak seperti teori ekonomi yang memprediksi pasar negara berkembang akan terjun dan terus tergerus, pasar SBN Indonesia masih relatif bertahan dan menguat untuk beberapa hari setelah suku bunga AS naik bulan lalu.
Pekan ini, yang patut diperhatikan adalah perang dagang ronde kesekian antara AS vs China di mana hari ini China diagendakan akan menerapkan bea masuk sebesar 10% kepada importasi produk AS senilai US$ 60 miliar.
Aksi itu akan disusul oleh AS yang akan menerapkan bea masuk 10% kepada importasi dari China senilai US$ 200 miliar yang rencananya berlaku nanti malam. China lebih dulu menerapkan karena isu perbedaan zona waktu. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kekhawatiran seputar perundingan persiapan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Akhir pekan lalu, muncul kekhawatiran perundingan Brexit tidak menghasilkan apa-apa alias no-deal. Hal lain adalah potensi kenaikan suku bunga The Fed pada 26 September waktu setempat. Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa menyempit, menjadi 505 bps.
Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3,06% karena investor mulai keluar dari pasar fixed income AS dan masuk ke aset keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Spread yang masih lebar seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek.
Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Penguatan di pasar surat utang tersebut ternyata tidak terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang yang justru melemah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 0,58% menjadi 5.922 siang ini dan nilai tukar rupiah melemah 0,36% menjadi Rp 14.870 di hadapan setiap dolar AS.
Pekan ini, pelaku pasar obligasi memprediksi akan terjadi penguatan pagi ini terutama menghadapi lelang rutin besok. Pemerintah dijadwalkan akan melelang seri baru tenor 5 tahun dan 10 tahun yang diprediksi akan menjadi primadona pelaku pasar yang berniat mengalihkan dari seri acuan lama.
"Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas, dari hadirnya lelang dengan seri terbaru yang diadakan esok hari. Kami masih merekomendasikan beli hari ini dengan volume kecil dengan terfokus mengikuti lelang pada esok hari," ujar Maximilianus Nico Demus, Associate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia dalam risetnya hari ini.
Dalam riset terpisah, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Dhian Karyantono memprediksi yield seri acuan 10 tahun akan bergerak pada rentang 8,16% - 8,30% pekan ini.
"Proyeksi tersebut berdasarkan asumsi dua determinan yield SUN 10 tahun yaitu yield US Treasury 10 tahun yang diperkirakan bergerak pada rentang 3,03% - 3,09% dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang diprediksi berada pada kisaran Rp 14.815 - Rp 14.900," ujarnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Merujuk data Reuters, menguatnya surat berharga negara (SBN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Keempat seri acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 30 tahun.
Yield Obligasi Negara Acuan 21 Sep 2018
Seri | Benchmark | Yield 21 Sep 2018 (%) | Yield 24 Sep 2018 (%) | Selisih (basis poin) |
FR0063 | 5 tahun | 8.158 | 8.108 | -5.00 |
FR0064 | 10 tahun | 8.18 | 8.122 | -5.80 |
FR0065 | 15 tahun | 8.483 | 8.426 | -5.70 |
FR0075 | 20 tahun | 8.684 | 8.573 | -11.10 |
Avg movement | -6.90 |
Penguatan harga SBN hari ini melanjutkan anomali yang terjadi sejak pekan lalu, di mana harga surat berharga pemerintah masih menguat ketika perang dagang mereda, di tengah sentimen negatif akibat kenaikan suku bunga di negara maju seperti AS.
Tidak seperti teori ekonomi yang memprediksi pasar negara berkembang akan terjun dan terus tergerus, pasar SBN Indonesia masih relatif bertahan dan menguat untuk beberapa hari setelah suku bunga AS naik bulan lalu.
Pekan ini, yang patut diperhatikan adalah perang dagang ronde kesekian antara AS vs China di mana hari ini China diagendakan akan menerapkan bea masuk sebesar 10% kepada importasi produk AS senilai US$ 60 miliar.
Aksi itu akan disusul oleh AS yang akan menerapkan bea masuk 10% kepada importasi dari China senilai US$ 200 miliar yang rencananya berlaku nanti malam. China lebih dulu menerapkan karena isu perbedaan zona waktu. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kekhawatiran seputar perundingan persiapan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Akhir pekan lalu, muncul kekhawatiran perundingan Brexit tidak menghasilkan apa-apa alias no-deal. Hal lain adalah potensi kenaikan suku bunga The Fed pada 26 September waktu setempat. Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih(spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa menyempit, menjadi 505 bps.
Yield US Treasury 10 tahun mencapai 3,06% karena investor mulai keluar dari pasar fixed income AS dan masuk ke aset keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Spread yang masih lebar seharusnya dapat membuat investor global menilai perlu menyeimbangkan (rebalancing) portofolionya dalam jangka pendek.
Rebalancing tersebut membuat investasi di pasar SBN rupiah menjadi sedikit lebih menarik karena lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya.
Penguatan di pasar surat utang tersebut ternyata tidak terjadi di pasar ekuitas dan pasar nilai tukar mata uang yang justru melemah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 0,58% menjadi 5.922 siang ini dan nilai tukar rupiah melemah 0,36% menjadi Rp 14.870 di hadapan setiap dolar AS.
Pekan ini, pelaku pasar obligasi memprediksi akan terjadi penguatan pagi ini terutama menghadapi lelang rutin besok. Pemerintah dijadwalkan akan melelang seri baru tenor 5 tahun dan 10 tahun yang diprediksi akan menjadi primadona pelaku pasar yang berniat mengalihkan dari seri acuan lama.
"Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas, dari hadirnya lelang dengan seri terbaru yang diadakan esok hari. Kami masih merekomendasikan beli hari ini dengan volume kecil dengan terfokus mengikuti lelang pada esok hari," ujar Maximilianus Nico Demus, Associate Director PT Kiwoom Sekuritas Indonesia dalam risetnya hari ini.
Dalam riset terpisah, Analis Fixed Income PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Dhian Karyantono memprediksi yield seri acuan 10 tahun akan bergerak pada rentang 8,16% - 8,30% pekan ini.
"Proyeksi tersebut berdasarkan asumsi dua determinan yield SUN 10 tahun yaitu yield US Treasury 10 tahun yang diperkirakan bergerak pada rentang 3,03% - 3,09% dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang diprediksi berada pada kisaran Rp 14.815 - Rp 14.900," ujarnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/hps) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular