Makin Lesu, Rupiah Jadi Terlemah Kedua di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 September 2018 09:32
Makin Lesu, Rupiah Jadi Terlemah Kedua di Asia
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian melemah pada perdagangan awal pekan ini. Perang dagang AS vs China yang bergelora dan proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa yang bermasalah membuat investor kembali memilih bermain aman dan meninggalkan aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Pada Senin (24/9/2018) pukul 09:06 WIB, US$ ditransaksikan Rp 14.870 di pasar spot. Rupiah melemah 0,36% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. 

Kala pembukaan pasar spot, rupiah melemah 0,06%. Seiring perjalanan pasar, depresiasi rupiah semakin dalam. 

Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang utama Asia juga tidak berkutik di hadapan dolar AS. Dengan pelemahan 0,36%, rupiah jadi mata uang dengan depresiasi terdalam kedua di Asia. Rupiah hanya lebih baik dari won Korea Selatan. 

Berikut perkembangan kurs dolar AS di hadapan sejumlah mata uang utama Asia pada pukul 09:10 WIB: 



Dolar AS kini semakin kuat. Pada pukul 09:14 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,06%. Penguatan dolar AS terjadi secara global karena setidaknya dua faktor.

Pertama adalah kelanjutan perang dagang AS vs China. Hari ini, 24 September, adalah masa dimulainya pengenaan bea masuk baru. China mengenakan bea masuk bagi impor asal AS senilai US$ 60 miliar, dan AS juga membebankan bea masuk untuk impor produk made in China senilai US$ 200 miliar. 

Pekan lalu, sentimen ini tidak terlalu direken oleh pelaku pasar. Sebab, investor masih berharap Washington dan Beijing akan melakukan perundingan dagang.  

Beberapa waktu lalu, AS sudah mengirimkan undangan kepada China untuk melakukan dialog. Pertemuan ini rencananya dihadiri oleh para pejabat tinggi kedua negara seperti Steven Mnuchin (Menteri Keuangan AS) dan Liu He (Wakil Perdana Menteri China). 

Namun rencana ini kandas. China memutuskan untuk menarik diri dari pertemuan dengan AS. Mengutip Wall Street Journal, pejabat di lingkar dalam Gedung Putih mengungkapkan China membatalkan pertemuan tersebut di tengah tensi perang dagang yang meninggi. 

Harapan damai dagang pun sirna. Kini, investor kembali terpaksa bermain aman karena tensi perang dagang masih bisa meningkat kapan saja. Aliran modal mengarah ke aset-aset aman (safe haven), dan dolar AS menjadi salah satunya. 

Sentimen kedua adalah perkembangan seputar perundingan persiapan keluarnya Inggris dari Uni Eropa alias Brexit. Akhir pekan lalu, muncul kekhawatiran perundingan Brexit tidak menghasilkan apa-apa alias no-deal

Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan bahwa perundingan Brexit antara London dan Brussel mungkin sudah mengarah ke jalan buntu. Uni Eropa menolak proposal yang diajukan Inggris dengan alasan May harus menyertakan alasan yang kuat dalam hal perdagangan dan kepabeanan di perbatasan Inggris-Irlandia. 

"Sulit diterima saat satu pihak menolak proposal pihak lain tanpa alasan dan solusi yang jelas. Kami perlu mendengar dari Uni Eropa, apa sebenarnya yang menjadi masalah dan apa alternatifnya. Sampai saat itu, kami tidak bisa mencapai kemajuan," jelas May dalam pidato di televisi, mengutip Reuters. 

No-deal Brexit bukan hal sembarangan. Konsekuensi terbesarnya adalah gugurnya perdagangan bebas antara Inggris dengan Eropa Daratan. Selama ini, barang made in England tidak kena bea masuk di Uni Eropa, demikian pula sebaliknya.  

Bila Inggris dan Uni Eropa tidak bercerai secara baik-baik, maka kemungkinan tidak akan ada kesepakatan perdagangan bebas. Artinya produk Inggris yang masuk ke Uni Eropa akan kena bea masuk dan barang Eropa Kontinental yang masuk ke Inggris juga dibebankan bea masuk. 

Jika belum ada kabar baik dari Inggris, maka dolar AS akan terus mendapat momentum penguatan karena menerima aliran dana yang keluar dari poundsteling. Greenback yang sepanjang pekan lalu tertekan, kini mendapat ruang untuk membalas dendam.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular