Mengintip Laba Bank-bank di Indonesia, Masih Seksi?

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
22 September 2018 20:06
Mengintip Laba Bank-bank di Indonesia, Masih Seksi?
Foto: CNBC Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satunya kekhawatiran yang muncul akibat pelemahan rupiah adalah tergerusnya laba perbankan. Seperti yang diketahui, laba merupakan salah satu senjata bagi bank untuk tetap melaksanakan kegiatan operasional baik menggaji karyawan hingga membeli perlengkapan.

Besarnya kecilnya laba, tidak bergantung kepada kemampuan bank menerapkan strategi yang tepat. Namun juga berbagai risiko yang ada diantaranya pelemahan rupiah. Seperti yang diketahui, sejak awal tahun rupiah telah melemah hingga 9% lebih. Gejolak kurs bisa menjadi salah satu ancaman yang bisa menggerus laba. Sebab, hal ini berhubungan dengan tingkat kelancaran pembayaran kredit oleh nasabah.

Namun, hal ini bisa saja tidak berlaku dengan catatan bank mampu melakukan diversifikasi pembiayaan. Misalnya, bank memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha yang berorientasi ekspor atau perusahaan yang tidak bergantung kepada bahan baku impor.


Di Indonesia sendiri, pelemahan rupiahnya nampaknya tidak berpengaruh terhadap laba bersih perbankan. Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan per Juli 2018. Sejak awal tahun, tingkat pendapatan bersih bank terus mengalami peningkatan.



Usut punya usut, salah satu pendorong kenaikan laba yaitu kenaikan pendapatan bunga. Laba bersih merupakan hasil penjumlahan dari pendapatan bersih bunga dan non bunga dikurangi pajak. Ketika salah satu variabel meningkat, maka akan berpotensi meningkatkan laba bersih yang didapatkan.




Meningkatnya pendapatan bunga tidak lepas dari tingkat bunga yang ditetapkan bank. Dari 18 sektor penerima kredit dari sisi lapangan usaha, suku bunga di jasa pendidikan merupakan yang tertinggi diikuti perdagangan besar dan eceran serta pertambangan



Namun dari sisi jumlah penyaluran kredit, rupanya pembiayaan ke sektor perdagangan besar dan eceran merupakan yang terbesar diikuti industri pengolahan dan sektor pertanian.



Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan penyumbang utama bagi laba perbankan yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, diikuti sektor pengolahan dan pertanian. Sementara untuk sektor jasa pendidikan, jumlah pembiayaan yang diberikan masih lebih kecil dibandingkan sektor-sektor tersebut.


(NEXT)




Merujuk pada judul sub artikel di atas, memang kita mendapatkan kesimpulan awal jika laba bank tidak terpengaruh gejolak kurs. Namun, tetap saja kewaspadaan perlu diutamakan.
 
Ancaman dari perubahan kurs tetap saja membayangi, terlebih ancaman dari global masih cukup kuat. Gejolak kurs  diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun depan. Oleh sebab itu, industri perbankan perlu terus siaga 1 sambil melakukan diversifikasi pembiayaan.
 
Seperti yang diketahui, industri pengolahan merupakan salah sektor industri yang mendapatkan pos pembiayaan terbesar dari bank. Saat terjadi gejolak kurs, rentan mempengaruhi kinerja dari industri ini.
 
Jika pelemahan yang terjadi saat ini, berlanjut hingga level psikologis Rp 15.000/US$ misalnya, tentu semakin memberatkan langkah industri ini. Terlebih, sebagian besar industri dalam negeri masih mengimpor bahan baku dari luar. Oleh sebab itu, laba perbankan tidak sepenuhnya aman.
 
Meskipun dari data menunjukkan peningkatan, namun bukan berarti hal tersebut menjadi legitimasi jika gejolak kurs tidak mempengaruhi. Oleh sebab itu, sebelum dampak negatif dari pelemahan rupiah menghinggapi industri perbankan, ada baiknya Bank Indonesia (BI) dan pemerintah tetap berfokus menjaga stabilitas nilai tukar.
 
Perbaikan defisit transaksi berjalan adalah hal utama yang perlu dilakukan. Selama hal tersebut belum mampu dilakukan, maka pelemahan masih akan terjadi dan sektor perbankan akan mulai terkena imbas ke depannya.
 

TIM RISET CNBC INDONESIA




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular