Sempat Kena Hantam di Awal Pekan, IHSG 'Happy' di Akhir

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
22 September 2018 09:25
Sempat Kena Hantam di Awal Pekan, IHSG 'Happy' di Akhir
Foto: Seorang pria berjalan melewati layar di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta. (Reuters/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat dihantam tekanan hebat di awal pekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhir mampu ditutup naik sepanjang pekan ini.

IHSG terhitung naik 0,45% dan berada di atas level 5.957,74. Kenaikan ini, salah satunya disumbang oleh aksi beli bersih oleh investor asing dalam sepekan mencapai Rp 1,01 triliun. 

Seperti halnya rupiah, IHSG juga terkena imbas rilis neraca perdagangan Indonesia yang defisit US$ 1,02 miliar pada Agustus 2018. Angka ini lebih tinggi dari konsensus yang dihimpun oleh tim CNBC Indonesia sebesar US$ 645 juta. Pertumbuhan ekspor melambat, hanya tumbuh 4,15% Year-on-Year (YoY) atau jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 10,1%.

Sementara nilai impor tumbuh hingga 24,65% YoY atau hampir sesuai proyeksi sebesar 25%. Pertumbuhan impor yang lebih kencang ini menyebabkan Indonesia kembali defisit.
Kondisi ini menjadi persepsi buruk di mata investor. Defisit ini bisa memicu ekspektasi jika defisit transaksi berjalan di kuartal III akan tetap tinggi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi berpotensi melambat. Tentu ini bukan kabar baik bagi investor khususnya asing, sehingga mengakibatkan IHSG di awal pekan anjlok hingga level 5.824,27.

(NEXT)



Belum cukup sampai disitu, derita IHSG makin bertambah seiring memanasnya tensi antara Amerika Serikat (AS) dan China terkait perang dagang.
Pada Senin Malam (17/9/2018) waktu AS atau Selasa dini hari(18/9/2018) waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump menetapkan bea masuk tambahan bagi produk impor China sebesar 10% atau senilai US$ 200 miliar, efektif berlaku pada 24 September mendatang.
 
Sontak keputusan ini, mengagetkan pelaku pasar. Pasalnya pada pekan lalu, AS sempat mengirimkan undangan kepada Negeri Panda untuk berunding terkait masalah dagang ini. Namun, keputusan Trump tersebut seakan membuyarkan harapan perdamaian yang ada. Terlebih China juga memberikan tarif balasan senilai US$ 60 miliar, kepada produk impor AS.
 
Investor pun lari dari pasar keuangan negara-negara emerging market termasuk Indonesia. Akibatnya penurunan IHSG semakin parah, hingga menembus level 5.811,79.
Jelang tengah pekan, IHSG mulai mendapatkan momentum penguatan. Meskipun AS telah memutuskan untuk mengenakan bea masuk tambahan sebesar 10%, namun angka ini masih lebih kecil dari perkiraan sebelumnya yaitu 20%. Selain itu, AS juga menunda pengenaan bea masuk tambahan sebesar 25% hingga awal tahun depan.

Perang dagang yang tidak sepanas seperti yang dibayangkan, mendorong investor mulai berani masuk ke pasar saham. Ini terlihat dimana IHSG langsung naik hingga ke level 5.873,59. 
Di sisi lain, aksi sejumlah pengusaha di Surabaya yang menukar sejumlah dolar yang dimilikinya, mendorong rupiah bergerak menguat.

Saat mata uang tersebut menguat, maka peluang bagi investor untuk memburu aset-aset di pasar keuangan. Sebab, harga-harga aset akan jauh lebih murah dan mendatangkan gain kedepannya ketika rupiah kembali melemah.
Di pihak lain, kinerja IHSG pekan ini merupakan yang terbaik setelah bursa saham Thailand (SET) dan Singapura (STI).   Penyebab IHSG belum jadi yang terbaik, karena tekanan yang begitu hebat di awal pekan. Akibatnya, kebangkitan bursa saham tersebut tidak bisa menyaingi dari bursa saham Thailand dan Singapura. Namun, Indonesia boleh berbangga karena masih unggul dibandingkan negara tetangga Malaysia, Kuala Lumpur Stock Exchange (KLCI). Kenaikan indeks tersebut selama sepekan hanya 0,38%, jauh lebih rendah dibandingkan IHSG sebesar 0,45%.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular